Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Rasa keprihatinan masyarakat Kalimantan Selatan terusik tatkala musim hujan tiba, musim kemarau datang, serta munculnya kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap.

Ini mungkin akibat kesalahan manusia yang rakus mengeksploitasi lingkungan hingga hutan rusak, bumi terkoyak, udara tercemar sehingga bernafas pun menjadi sesak.

"Lingkungan ini harus direhabilitasi. Kalau tidak diperbaiki bagaimana anak cucu di kemudian hari? Apakah kita rela mereka hidup bagaikan di lautan, karena kebanjiran, atau bagaikan di neraka lantaran kebakaran hutan, atau bahkan hidup bagaikan di alam kabut penuh dengan asap," kata Hasan Z, aktivis lingkungan yang tergabung dalam Forum Komunitas Hijau (FKH).

Menurutnya, tak perlu jembatan layang bertingkat-tingkat, tak ingin mal atau pusat perbelanjaan yang mewah, atau bandara yang hebat, FKH justru ingin air sungai tetap jernih dan bersih.

Mereka ingin udara segar penuh oksigen, lingkungan yang asri dan teduh penuh rindangnya pohon yang ditandai dengan kicau burung, karena itulah pembangunan yang sesungguhnya.

Keprihatinan itu pula yang mendorong terbentuknya komunitas FKH.

Waktu terus berjalan, tanpa bantuan siapapun mereka terus melakukan aksi setiap Sabtu dan Minggu. Karena kegiatan tersebut dinilai positif akhirnya anggotanya terus bertambah dan bertambah hingga ratusan orang.

FKH tidak semata menjadi wadah para pencinta lingkungan, atau para sukarelawan, atau orang yang suka bersedekah dengan tenaga dan pikiran, tapi di sini pun para pemula yang bosan melihat kekumuhan berkumpul.


Aktivitas Penghijauan

Tengah malam hanya sekitar dua jam lagi, dan anggota FKH masih berkubang dalam kolam di depan Klinik Bersalin Junjung Buih di Jalan Gatot Subroto, Banjarmasin. Mereka membersihkan sebelum menghijaukan kolam dengan teratai.

Waktu terus berlalu, mereka masih bekerja. Tubuh basah dan kotor dengan lumpur. Tidak ada makanan, sekalipun hanya makanan ringan, bahkan air mineral pun tak ada. Hasan Zainuddin, salah satu pendiri, bercerita dirinya terharu dan hampir saja meneteskan air mata.

Tapi semua orang bekerja dengan antusias. Mereka bercanda, mereka tertawa, seperti tidak ada beban, meskipun mereka haus dan lapar dan itu berlangsung sampai kolam dibersihkan dari gulma, sampah, dan banyak lumpur terangkat. Akhirnya penghijauan selesai.

Malam lainnya, mereka pergi keluar kota menuju Taman Hutan Rakyat Sultan Adam, sekitar 45 kilometer dari Banjarmasin. Apa yang mereka lakukan ketika gelap di tempat sepi itu? Mereka mengambil bibit tanaman untuk penghijauan.

"Ingat, apa yang kita lakukan adalah sedekah oksigen, perbuatan mulia yang akan bertahan lama bermanfaat bagi kehidupan masyarakat banyak, sampai anak cucu kita, dan generasi setelahnya," kata Hasan mengingatkan.

Di kota Banjarmasin, kegiatan FKH berpindah-pindah hampir ke setiap tempat.

Mereka menanam pohon-pohon rindang, seperti akasia, trembesi, angsana, beberapa jenis pohon palem dan lainnya di pinggir jalan, pinggir sungai, sekitar jembatan, sekitar lapangan sepak bol, juga di lingkungan kantor.

Suatu pagi, di jam sibuk, mereka membagikan bibit tanaman di sisi persimpangan jalan menuju kampus Universitas Lambung Mangkurat. Beberapa dari mereka berteriak, "Tanam pohon, tanam pohon", hingga orang-orang berkerumun di sekitar mereka untuk mendapatkan bibit.

FKH dengan berbagai cara mengundang orang dalam gerakan penghijauan, atau mendorong mereka menyukai tanaman, setidaknya membantu mereka dengan bibit untuk memiliki taman di lahan pekarangan sendiri.

Mereka mencoba untuk memotivasi orang untuk mencintai penanaman.

FKH memiliki banyak kegiatan untuk mendorong penghijauan. Banyak dari aktivitas mereka menjadi galeri rutin di media sosial, seperti facebook dan YouTube. Foto-foto atau video eye-catching saat bahagia mereka menanam menjadi viral.

Mereka bersepeda sepanjang jalan ke Banua Anam (daerah hulu enam kabupaten di Kalimantan Selatan) dengan membawa lebih dari seribu bibit. Mereka datang ke banyak tempat, termasuk masjid, sekolah, dan lain-lain, dan apa lagi yang mereka lakukan jika tidak menanam untuk penghijauan dan menarik orang untuk menyukainya.

Pada Novermber 2014, FKH menggelar Festival Hijau di Siring Piere Tendean, di mana pasar terapung baru (sebenarnya artificial pada awalnya, tetapi dari waktu ke waktu menjadi paling populer di Banjarmasin) berada.

Pada tahun yang sama, Direktorat Jenderal Perkotaan Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum mengundang FKH untuk pelatihan sebagai pendamping dalam Program Pembangunan Kota Hijau (P2KH) di Jakarta.

FKH mengirim ketuanya Muhammad Yusuf dan Sekretaris nya Hasan Zainuddin sebagai peserta.



Sedekah oksigen

Menurut Muhammad Ary, wakil ketua FKH, mereka datang ke banyak lingkungan dan sekolah-sekolah. Mereka mengajarkan orang dengan melakukan.

"Kami (bukan hanya berbicara, tapi) berbuat, memberi contoh, dengan melakukan penanaman dan memberikan bibit untuk memotivasi masyarakat menanam dan menanam," katanya.

Mereka memiliki pesan yang kuat dalam mengajar orang bagaimana menjadi murah hati untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitar, yaitu "Sedekah oksigen".

Hampir setiap anggota FKH akan selalu terlihat menggendong butah, ransel tradisional yang terbuat dari rotan, ketika mereka berjalan-jalan di kota. Butah mereka selalu bertulis kata-kata: "Tanam Pohon, Sedekah Oksigen".

Namun tidak hanya untuk kampanye penghijauan. "Kami mencoba untuk mengajak orang-orang untuk tidak lagi menggunakan kantongan plastik. Gunakan butah atau bakul (tas tradisional yang terbuat dari anyaman purun) atau apa pun selain kantong plastik untuk menyelamatkan bumi kita, " kata Hasan.

Pada Mei 2016, seorang pemuda FKH, Rizky Naufal, membuat perahu seperti sampan dari ratusan botol air mineral. "Kami membuat karya ini untuk menyelamatkan lingkungan kita," katanya.

Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal Science pada13 Februari 2015, negara ini memproduksi 187.200.000 ton sampah plastik setiap tahun.

FKH memainkan peran sendiri, ketika pemerintah kota Banjarmasin mulai mengurangi penggunaan kantong plastik dari supermarket dan toko-toko, terutama minimarket. FKH dengan semua anggota, teman dan simpatisannya terus berkampanye.

Dan kota ini kemudian menjadi contoh sukses yang melarang penggunaan kantong plastik dari pasar modern di Indonesia. Beberapa delegasi datang ke kota ini untuk belajar atau studi banding.

Tetapi orang-orang tidak akan percaya FKH, yang mitra pemerintah dan teman bagi banyak pihak, tidak memiliki dana organisasi. Bahkan tidak pula kas kecil! Lalu kenapa ia bisa memiliki ribuan bibit pohon untuk menanam dan membagi-bagikan kepada orang-orang?

Apalagi, kegiatan FKH seolah tak pernah berakhir. Mereka bergerak dari satu tempat ke tempat lain.

Mungkinkah beberapa idealis yang berkumpul sebagai pendirinya? Seperti kata Muhammad Ary, ia telah lama memiliki taman dengan koleksi berbagai jenis pohon dan siap untuk dibagikan. "Begitu juga Pak Mugeni dan Pak Arifin (dua pensiunan pegawai negeri yang juga pendiri FKH)," katanya.

Selain itu, ia menambahkan, FKH telah bekerja sama dengan kantor pemerintah, yang siap untuk memasok ribuan bibit pohon bila diperlukan untuk penghijauan, tentu setelah melewati prosedur.

Ketika kegiatan mereka memerlukan biaya yang tidak dapat dihindari, seperti diakui Hasan, selalu ada beberapa dari mereka yang secara sukarela berkontribusi. Uang berasal dari kantong mereka sendiri! Salah satu dari mereka bahkan menyediakan sebuah pick-up untuk memfasilitasi operasional mereka.

FKH terus bergerak, seakan tidak memiliki kelelahan meski penghijauan bisa dilihat di mana-mana.

Walaupun Kalimantan Selatan telah dipuji oleh pemerintah pusat karena sukses menanggulangi kabut asap, Hasan terus bermimpi tentang tanah kelahirannya yang memiliki udara bebas bersih, tidak ada asap, segar dan sehat.

Pewarta: Mahdani

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017