Satu pekan berlalu usai pencoblosan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru tahun 2024, situasi politik di Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan masih terasa panas.

Penyebabnya tak lain lantaran suara penolakan hasil pilkada yang memenangkan pasangan nomor urut 1 Erna Lisa Halaby dan Wartono terus menggema.

Masyarakat yang tak puas atas aturan KPU mengenai suara tidak sah jika mencoblos pasangan "diskualifikasi" alias telah dibatalkan pencalonannya yakni paslon nomor urut 2 Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah, menilai hak suara mereka telah diabaikan.

Padahal warga yang memilih pasangan Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah berharap ada mekanisme kotak kosong, sehingga suara tetap dihitung untuk peluang sebuah kemenangan.

Faktanya, saat pemungutan suara dan penghitungan suara di 403 TPS pada Rabu, 27 November 2024 lalu, perolehan suara untuk Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah unggul jauh dari Lisa dan Wartono.

Namun KPU Banjarbaru menyatakan suara yang diperoleh paslon 2 tidak sah sehingga suaranya menjadi nol alias kosong.

Itu artinya, paslon 1 menang mutlak 100 persen berapa pun suara diperoleh berbanding nol suara paslon 2.

Hasil ini sontak membuat pemilih paslon 2 tidak terima dan kecewa berat.

Tak hanya warga biasa, sejumlah tokoh hingga aktivis pun angkat bicara. Salah satu yang paling lantang bersuara Prof Denny Indrayana.

Sebagai putra daerah Kalimantan Selatan, Denny menyampaikan selamat atas kemenangan suara rakyat di Banjarbaru.

Dia menilai harusnya yang kalah suara mundur dari pencalonan karena sejatinya tidak mendapat mandat dari rakyat.

Tak sekadar berujar lisan menyampaikan pendapat, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menggalang aksi membentuk tim hukum guna menggugat ke Mahkamah Konstitusi.

Dia telah mendirikan posko mengumpulkan dukungan masyarakat Banjarbaru untuk sama-sama melawan mengenai peristiwa proses pilkada yang dianggap merugikan rakyat dalam berdemokrasi.

Pilkada formalitas

Perolehan satu suara sudah cukup mengantarkan pasangan Lisa dan Wartono memenangkan pilkada lantaran lawannya dipastikan nol suara.

Hal itu merujuk pada mekanisme yang diatur KPU RI untuk Pilwali Banjarbaru setelah Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah dibatalkan pencalonannya oleh KPU Banjarbaru buntut rekomendasi Bawaslu Kalsel atas dugaan pelanggaran yang dilakukan petahana di masa kampanye menindaklanjuti laporan Wartono.

Pilkada formalitas menjadi sebutan sebagian masyarakat yang kecewa dengan demokrasi di Banjarbaru pada pemilihan serentak tahun ini.

Menurut masyarakat buat apa digelar pilkada jika tak ada celah kekalahan bagi calon tunggal yakni paslon 1 melawan paslon 2 yang sudah pasti nol suaranya.

Berbeda dengan mekanisme kotak kosong yang mengharuskan calon tunggal memperoleh lebih dari 50 persen suara sah untuk memenangkan kontestasi.

Di Kalimantan Selatan, pilkada tahun ini ada dua wilayah memiliki calon tunggal yakni Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan yang keduanya dimenangkan calon tunggal melawan kotak kosong.

Situasi di Pilwali Banjarbaru memang berbeda dengan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan yang sedari awal hanya calon tunggal ketika masa pendaftaran bakal calon dibuka dan akhirnya ditutup hingga masa perpanjangan tidak lebih dari satu pasangan mendaftar.
 
Varinia Pura Damaiyanti. (ANTARA/Firman)


Menurut dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Varinia Pura Damaiyanti, calon tunggal atau melawan kotak kosong memang tidak ada dasar hukumnya untuk kasus di Banjarbaru.

Dia merujuk Undang-Undang ataupun Peraturan KPU lainnya hanya mengatur jika pembatalan pasangan calon terjadi 30 hari sebelum pemungutan suara pilkada maka KPU bisa menerapkan mekanisme calon tunggal melawan kotak kosong.

Ada cukup waktu bagi KPU untuk mencetak ulang surat suara dan beragam hal teknis lainnya disiapkan menuju hari pencoblosan.

Sedangkan kasus di Banjarbaru terjadi 27 hari sebelum pemungutan suara maka dari itu KPU Banjarbaru berkonsultasi ke KPU Kalsel dan diteruskan ke KPU RI yang akhirnya menerbitkan petunjuk teknis.

Surat Keputusan KPU RI Nomor 1779 Tahun 2024 yang menyatakan surat suara yang tercoblos ke paslon yang didiskualifikasi dianggap tidak sah pun jadi pro dan kontra di tengah masyarakat.

Varinia melihat sejak awal pembatalan paslon nomor urut 2 di Pilwali Banjarbaru, KPU tidak pernah menyatakan calon tunggal alias melawan kotak kosong.

"Jadi saya melihat ada miss understanding di sana, masyarakat tidak paham aturan ini," jelas Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Provinsi Kalimantan Selatan periode 2022 hingga 2023 ini.

Varinia juga menilai keriuhan di Banjarbaru saat ini lebih kepada persoalan suka atau tidak suka.

"Jadi ini persoalan like and dislikes, karena kalau kondisinya terbalik mungkin tidak seribut ini," ucapnya.

Adapun pembatalan pencalonan oleh Bawaslu yang memberikan rekomendasi dan akhirnya dieksekusi oleh KPU menurut dia pastinya telah sesuai prosedur dan aturan, sehingga semua pihak harus bisa melihat lebih jernih dinamika demokrasi di Banjarbaru.

 
Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM Prof Dr H Budi Suryadi. (ANTARA/Firman)



Tidak terbelah berkepanjangan

Pada Senin (2/12) malam, KPU Banjarbaru resmi menetapkan perolehan suara hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru tahun 2024 dalam rapat pleno terbuka.

Perolehan suara sah untuk paslon nomor urut 1 Lisa-Wartono sebanyak 36.135 suara, sedangkan suara tidak sah 78.736 suara, sehingga jumlah keseluruhan suara sah dan tidak sah 114.871 suara.

Jika tak ada aral melintang, pasangan Erna Lisa Halaby dan Wartono bakal dilantik sebagai Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru terpilih periode 2024-2029.

Suka tidak suka, keduanya menjadi pemimpin di Banjarbaru untuk menjalankan roda pemerintahan lima tahun kedepan.

Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM Prof Dr H Budi Suryadi menyatakan Pemerintahan Kota Banjarbaru dan masyarakat harus dapat terus bekerja sama dalam melanjutkan pembangunan.

Apalagi setelah pilkada, paslon yang terpilih punya kewajiban merealisasikan visi misi dan programnya dalam pembangunan serta melayani masyarakat.

Budi menilai demokrasi prosedural maupun subtantif sudah berlangsung dalam Pilkada di Kota Banjarbaru.

Dimana masyarakat telah menentukan pilihannya ke pasangan calon nomor urut 1 dan suara tidak sah sesuai dengan pilihannya.

Harapannya setelah perhelatan pilkada, masyarakat tetap damai agar proses pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Masyarakat tidak terbelah berkepanjangan dalam persoalan politik pilkada yang semestinya sudah selesai. 

Banjarbaru dihuni masyarakat yang heterogen dan berpendidikan diyakini sudah cukup cerdas menyikapi persoalan yang terjadi, sehingga paham kapan selesai berpolitik dan melanjutkan kehidupan seperti sedia kala demi mendukung pembangunan daerah.

Pewarta: Firman

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024