Kotabaru, (Antara) - Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Hj Alfisah menegaskan jangan sampai DPRD menggunakan hak interpelasi, terkait pengangkatan Sekretaris Dewan yang diduga tidak sesuai prosedur.

"Kalau dalam satu atau dua hari ini tidak diindahkan, maka DPRD akan menggunakan hak-hak lain, termasuk interpelasi," kata Ketua DPRD Kotabaru, Hj Alfisah, Senin.

Alfisah menjelaskan, penggunaan interpelasi semata-mata ingin menjalankan fungsi sebagai wakil rakyat yakni, melakukan pengawasan terhadap jalannya roda pemerintahan.

Menurut Ketua DPRD, hak interpelasi akan digunakan apabila koreksi DPRD terhadap pengangkatan Sekrataris DPRD tidak diindahkan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini bupati.

Hak Interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Pengangkatan sekretaris dewan sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Pasal 31 ayat 3.

Pasal 31 ayat (3) Sekretaris DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan dengan keputusan bupati/wali kota atas persetujuan pimpinan DPRD kabupaten/kota setelah berkonsultasi dengan pimpinan fraksi.

Sementara, bupati tidak pernah meminta persetujuan kepada pimpinan DPRD terkait rencana pergantian Sekretaris DPRD, sesuai yang diamanatkan pasal.31 ayat.3 PP.18/2016.

Untuk menyikapi kebijakan yang tidak prosedural tersebut, DPRD secara intern menggelar rapat antarpimpinan dan alat kelengkapan DPRD, dengan ditindaklanjuti rapat koordinasi bersama Bupati Kotabaru H Sayed Jafar, untuk memberikan penjelasan kebijakan yang tidak prosedural.

Namun karena sesuatu hal, bupati tidak bisa hadir dan diwakilkan kepada Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kotabaru Zaenal Arifin, yang didampingi Kabag Organisasi dan Tatalaksana Minggu Basuki.

Ketua DPRD Kotabaru juga mempertanyakan kinerja tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).

Mantan Ketua KPU Kotabaru periode 2003-2008 tersebut mengemukakan, apabila koreksi DPRD terhadap pengngkatan Sekretaris DPRD sudah ada perbaikan, maka hak interpelasi tidak akan digunakan.

Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kotabaru Zaenal Arifin mengemukakan, kebijakan bupati melantik dan mengukuhkan pejabat mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional Melalui Penyesuaian/Inpassing.

"Pejabat yang tidak dilantik akan menjadi pejabat fungsional, sesuai dengan kompetensi , pendidikan dan track record atau rekam jejak yang bersangkutan," ujar dia.

Pejabat fungsional tersebut akan ditempatkan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan yang bersangkutan, bisa sebagai perancang Peraturan Daerah (Perda), bisa sebagai perancang atau yang lainnya.

Kebijakan tersebut sesuai dengan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Zaenal mengakui pelantikan dan pengukuhan yang dilakukan pemerintah daerah pada Kamis (5/1) belum sesuai dengan yang diamantkan PP.18/2016.

"Kebijakan tersebut mengacu surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, No.B/3116/M.PANRB/09/2016, ada pengecualian, karena waktunya tidak cukup untuk melakukan tahapan-tahapan," ujar Zaenal.

Sementara itu, Bupati Kotabaru, H Sayed Jafar Kamis (5/1) melantik dan mengukuhkan sekitar 38 pejabat eselon II dan III di lingkungan pemerintah daerah setempat.

Di antaranya, H Joni Anwar yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dilantik menjadi Sekretaris DPRD Kotabaru, menggantikan H Djoko Mutiyono yang kini menjadi pejabat fungsional.

Pewarta: Imam Hanafi

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017