Tuan Guru Haji Zainuddin Rais mengingatkan kaum Muslim jangan "tabunguli" (dibodohi) dalam tausiyahnya di Masjid Assa'adah Komplek Beruntung Jaya Banjarmasin, Sabtu pagi.
"Kenapa kita tabunguli hawa nafsu? Karena tidak memiliki ilmu," ujar Tuan Guru Zainuddin dalam pengajian "Kitab Ihyaulumuddin" karya Imam Ghazali.
Tuan Guru yang mengisi pengajian rutin di Masjid Assa'adah tiap Sabtu pagi atau sesudah Shalat Subuh (jika tidak berhalangan) mengumpamakan sama dengan "jukung larut" (sampan/perahu hanyut).
"Dapat dibayangkan bagaimana keadaan jukung larut berarti tanpa kendali dan menimbulkan dampak negatif," katanya.
Dalam kajian di hadapan jamaah Masjid Assa'adah tersebut, Tuan Guru yang juga mengisi pengajian dimana-mana itu mengemukakan sebutan "wara" yang pada umumnya berlaku terhadap seorang Muslim.
Ia menjelaskan, wara' menahan diri dari yang membahayakan atau selalu merasa mendapat perhatian Allah.
Oleh sebab merasa selalu mendapat perhatian Allah, seseorang mampu melawan hawa nafsu atau tidak melakukan kesalahan, lanjut Tuan Guru Zainuddin.
"Hal tersebut membuat seorang Muslim, kuat melawan hawa nafsu," demikian Tuan Guru Haji Zainuddin Rais.
Pada kesempatan itu pula Tuan Guru Zainuddin mengemukakan sebuah kalimat "tuha-tuha di jalan, ganal-ganal di kampung urang" (tua-tua di jalan, besar-besar di kampung orang) yang biasa masyarakat Banjar sebagai olok-olokan.
Pengertian atau ungkapan, tuha-tuha di jalan, ganal-ganal di kampung urang tersebut tidak menetap di kampung sendiri karena tanpa pekerjaan/mata pencaharian tetap. Bisa pula diibaratkan pekerjaan sopir taksi yang tiap hari jalan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024
"Kenapa kita tabunguli hawa nafsu? Karena tidak memiliki ilmu," ujar Tuan Guru Zainuddin dalam pengajian "Kitab Ihyaulumuddin" karya Imam Ghazali.
Tuan Guru yang mengisi pengajian rutin di Masjid Assa'adah tiap Sabtu pagi atau sesudah Shalat Subuh (jika tidak berhalangan) mengumpamakan sama dengan "jukung larut" (sampan/perahu hanyut).
"Dapat dibayangkan bagaimana keadaan jukung larut berarti tanpa kendali dan menimbulkan dampak negatif," katanya.
Dalam kajian di hadapan jamaah Masjid Assa'adah tersebut, Tuan Guru yang juga mengisi pengajian dimana-mana itu mengemukakan sebutan "wara" yang pada umumnya berlaku terhadap seorang Muslim.
Ia menjelaskan, wara' menahan diri dari yang membahayakan atau selalu merasa mendapat perhatian Allah.
Oleh sebab merasa selalu mendapat perhatian Allah, seseorang mampu melawan hawa nafsu atau tidak melakukan kesalahan, lanjut Tuan Guru Zainuddin.
"Hal tersebut membuat seorang Muslim, kuat melawan hawa nafsu," demikian Tuan Guru Haji Zainuddin Rais.
Pada kesempatan itu pula Tuan Guru Zainuddin mengemukakan sebuah kalimat "tuha-tuha di jalan, ganal-ganal di kampung urang" (tua-tua di jalan, besar-besar di kampung orang) yang biasa masyarakat Banjar sebagai olok-olokan.
Pengertian atau ungkapan, tuha-tuha di jalan, ganal-ganal di kampung urang tersebut tidak menetap di kampung sendiri karena tanpa pekerjaan/mata pencaharian tetap. Bisa pula diibaratkan pekerjaan sopir taksi yang tiap hari jalan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024