Petani atau warga masyarakat daerah hulu sungai yang juga terkenal dengan sebutan "Banua Anam" Kalimantan Selatan (Kalsel) kini panen padi saat Ramadhan 1445 Hijriah.

Pewarta ANTARA Kalsel yang melakukan perjalanan dari Banjarmasin ke Banua Anam, Selasa, AQ melaporkan, petani yang kini panen padi terutama di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dengan varietas unggul antara lain Mekongga.

Baca juga: Ratusan petani di HST ikuti kursus keterampilan

Oleh karenanya, petani "Bumi Murakata" HST seperti halnya di Kecamatan Batu Benawa (sekitar 171 kilometer utara Banjarmasin) tidak kerepotan masalah beras menghadapi atau pada bulan puasa Ramadhan 1445 H, kendati produktivitas kurang menggembirakan.

Sementara keunggulan varietas Mekongga antara lain usia relatif pendek atau sekitar 125 hari sesudah tanam sudah panen, serta tingkat produktivitas per hektare berkisar 4,5 ton -7 ton jika pertumbuhan dan perkembangan normal, serta tanpa serangan hama.

Seorang warga tani Muhran (65) mengatakan, memang beras Mekongga nasinya lembek (pulen) atau tidak sama dengan varietas lokal "karau" (pera).

"Tapi oleh karena butiran beras lebih besar dari jenis lokal sehingga kalau menggunakan ukuran liter jadi lebih 'harakat' (efesien)," ujar Muhran yang juga seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS)/guru agama tersebut.

Namun, lanjut kakek dari lima cucu itu,  harga varietas lokal jauh lebih mahal dari pada beras varietas unggul,. selisih bisa mencapai Rp10.000/liter atau lebih.

Baca juga: Bupati HST mengimbau ASN beli beras petani lokal

Sebagai contoh harga beras lokal jenis Mayang Mutiara per liter minimal Rp20.000, sedangkan varietas unggul seperti Mekongga cuma sekitar Rp10.000.

"Saat musim panen padi seperti sekarang harga gabah per kilogram hanya Rp8.300 untuk varietas unggul seperti Mekongga," demikian Muhran.

Hal yang menarik, setiap musim panen, warga masyarakat setempat pada umumnya menjemur padi di jalanan umum sehingga cukup mengganggu kelancaran lalu lintas, apalagi ada di antaranya yang memasang "portal" (penghalang mini) berupa bebatuan.

Padahal pihak kepolisian setempat sudah memberi tahu bahwa menjemur padi di jalan dilarang dan kalau terjadi kecelakaan yang menjemur padi tersebut bisa kena sanksi hukum, tapi kurang peduli.

Begitu pula musyawarah alim ulama se Kecamatan Batu Benawa tahun 1960-an memutuskan menjemur padi di jalan umum hukumnya haram karena mengganggu lalu lintas atau pengguna jalanan tersebut.

Baca juga: Petani Hulu Sungai Kalsel keluhkan pupuk

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024