Kapolres Hulu Sungai Selatan (HSS) AKBP Leo Martin Pasaribu menyampaikan pihaknya melakukan penanganan perkara perundungan anak sesuai dengan ketentuan yang mengatur sistem peradilan anak.
"Sebagiman diatur dalam peraturan perundang-undangan pasal 7 ayat 1 dan 2, pasal 8 UU RI Nomor 11 tahun 2012, tentang sistem peradilan anak," katanya saat memberikan keterangan pers, di Kandangan, Rabu.
Oleh karenanya itu, maka para penyidik di jajaran Polres HSS akan juga mengupayakan diversi, dengan melibatkan instansi terkait.
Dijelaskan Leo, istilah diversi saat ini dikenal seperti Restorasi Justice (RJ), tapi karena kasusnya anak-anak disebut diversi.
Diversi sendiri adalah pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses peradilan pidana, ke proses di luar peradilan pidana.
Baca juga: Kapolres HSS : Angka kriminalitas di HSS turun signifikan sepanjang Tahun 2023
Adapun sementara ini, para pelaku telah ditetapkan dengan status sebagai tersangka, dan dijerat dengan pasal 80 ayat 1 UU RI Nomor 17 tahun 2016, dengan ancaman pidana tiga tahun enam bulan.
"UU tersebut berisi tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti nomor 1 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas UUD RI Nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak," terangnya.
Untuk upaya diversi sendiri, pihaknya akan melakukan pendekatan baik secara sosial maupun dengan teknik pendalaman perkaranya.
Menurut Leo, hal ini dilakukan supaya terhadap anak tersebut tidak terhalang untuk pendidikan, dan berharap dapat para orang tua tergerak hatinya mewujudkan diversi.
"Sehingga nantinya bisa tercipta situasi damai dan nyaman bagi mereka semua, dengan tidak mengurangi makna bahwa perbuatan yang telah dilakukan ini salah," terangnya.
Begitupun mengapa penyelidikan perkara dilakukan supaya tidak terjadi lagi terhadap anak-anak HSS yang lain, menjadi pelajaran bagi semua pihak, bagi para orang tua, khususnya anak-anak yang beranjak dewasa.
Baca juga: Tidak ada bekas tanda-tanda kekerasan temuan mayat di Taniran Kubah HSS
Walaupun dalam perkara status para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, namun pihaknya juga memperhatikan masa depan anak-anak yang masih masih panjang.
"Memang belum ada kesepakatan dari orang tua korban dan para pelaku untuk diversi, kalau ada perkembangan masalah itu akan kami sampaikan kembali," ujarnya.
Kondisi korban KUP (14) sendiri saat ini dalam keadaan sehat, telah dilakukan interview dengan menggali kondisi psikologis oleh tenaga profesional.
Interview kepada korban pihaknya lakukan supaya korban mendapatkan rehabilitasi singkat, dan terlihat secara umum dalam keadaan baik-baik saja, pasca perundungan yang dilakukan pelaku AH (14) dan SF (15).
"Dari penanganan perkara ini saya juga menyampaikan kepada masyarakat terutama di media sosial,meluruskan pendapat bahwa kasus ini berbeda dengan daerah lain, dan tidak ke arah konflik karena adanya konflik antar geng-geng anak-anak muda," tutupnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024
"Sebagiman diatur dalam peraturan perundang-undangan pasal 7 ayat 1 dan 2, pasal 8 UU RI Nomor 11 tahun 2012, tentang sistem peradilan anak," katanya saat memberikan keterangan pers, di Kandangan, Rabu.
Oleh karenanya itu, maka para penyidik di jajaran Polres HSS akan juga mengupayakan diversi, dengan melibatkan instansi terkait.
Dijelaskan Leo, istilah diversi saat ini dikenal seperti Restorasi Justice (RJ), tapi karena kasusnya anak-anak disebut diversi.
Diversi sendiri adalah pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses peradilan pidana, ke proses di luar peradilan pidana.
Baca juga: Kapolres HSS : Angka kriminalitas di HSS turun signifikan sepanjang Tahun 2023
Adapun sementara ini, para pelaku telah ditetapkan dengan status sebagai tersangka, dan dijerat dengan pasal 80 ayat 1 UU RI Nomor 17 tahun 2016, dengan ancaman pidana tiga tahun enam bulan.
"UU tersebut berisi tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti nomor 1 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas UUD RI Nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak," terangnya.
Untuk upaya diversi sendiri, pihaknya akan melakukan pendekatan baik secara sosial maupun dengan teknik pendalaman perkaranya.
Menurut Leo, hal ini dilakukan supaya terhadap anak tersebut tidak terhalang untuk pendidikan, dan berharap dapat para orang tua tergerak hatinya mewujudkan diversi.
"Sehingga nantinya bisa tercipta situasi damai dan nyaman bagi mereka semua, dengan tidak mengurangi makna bahwa perbuatan yang telah dilakukan ini salah," terangnya.
Begitupun mengapa penyelidikan perkara dilakukan supaya tidak terjadi lagi terhadap anak-anak HSS yang lain, menjadi pelajaran bagi semua pihak, bagi para orang tua, khususnya anak-anak yang beranjak dewasa.
Baca juga: Tidak ada bekas tanda-tanda kekerasan temuan mayat di Taniran Kubah HSS
Walaupun dalam perkara status para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, namun pihaknya juga memperhatikan masa depan anak-anak yang masih masih panjang.
"Memang belum ada kesepakatan dari orang tua korban dan para pelaku untuk diversi, kalau ada perkembangan masalah itu akan kami sampaikan kembali," ujarnya.
Kondisi korban KUP (14) sendiri saat ini dalam keadaan sehat, telah dilakukan interview dengan menggali kondisi psikologis oleh tenaga profesional.
Interview kepada korban pihaknya lakukan supaya korban mendapatkan rehabilitasi singkat, dan terlihat secara umum dalam keadaan baik-baik saja, pasca perundungan yang dilakukan pelaku AH (14) dan SF (15).
"Dari penanganan perkara ini saya juga menyampaikan kepada masyarakat terutama di media sosial,meluruskan pendapat bahwa kasus ini berbeda dengan daerah lain, dan tidak ke arah konflik karena adanya konflik antar geng-geng anak-anak muda," tutupnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024