Kondisi sungai Sungai Martapura yang bermuara di Kota Banjarmasin dan berhulu di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, kian memprihatinkan, bukan hanya serbuan sampah rumah tangga dan sampah alam tetapi kian mendangkal, menyempit, dan airnya makin tercemar.
Padahal Sungai Martapura yang melintasi Kota Banjarmasin dan Kota Martapura tersebut termasuk sungai yang mudah dilihat oleh para pendatang, lantaran melintasi tengah kota, dan dijadikan sebagai sarana transportasi, sarana drenasi, sarana sumber air baku, serta sarana kepariwisataan daerah.
Bahkan sungai yang berhulu di kawasan Paramasan Pegunungan Meratus tersebut, belakangan akan dijadikan magnet ekonomi oleh Kota Banjarmasin melalui kepariwisataan dan ingin dijadikan sungai terbersih di tanah air.
Alasannya, Banjarmasin tak memiliki sumberdaya alam seperti hutan dan tambang yang mampu menopang ekonomi kota, tetapi hanya memiliki banyak sungai, karena Sungai Martapura di ibukota provinsi Kalsel ini ini memiliki anak sungai sekitar 290 buah.
Tak ada kota yang memiliki sungai sebanyak itu, oleh karena itu sungai diberdayakan sebagai keperluan memajukan kota, khususnya pariwisata yang akhirnya sebagian sungai disulap menjadi pasar terapung, lokasi rumah lanting, lokasi kuliner, dan atraksi budaya lainnya.
Harapannya dengan Sungai Martapura yang bersih, dan indah tersebut maka lokasi ini akan dibenahi terus sebagai kota wisata, konon nantinya diharapkan mampu menyaingi Sungai di Kota Bangkok, Belanda, Venesia, Hongkong, dan kota lainnya di mancanegara.
Tetapi sebagian orang merasa pesisimistis Sungai Martapura bisa bersaing dengan sungai kota kota wisata terkenal dunia tersebut mengingat kondisi yang sungguh memprihatinkan itu.
Berdasarkan sebuah catatan, tingkat kekeruhan di Sungai Martapura sudah di luar ambang batas dari 50 MTO ideal kini sudah mencapai ribuan MTO, belum lagi kandungan bakteri koli yang konon daerah tertentu mencapai ribuan PPM padahal idealnya hanya 250 PPM, kadar keasaman yang konon ada wilayah tertentu dan musim tertentu hanya FH3, dan kadar garam yang terus berfluktuasi yang selalu cenderung berada di atas ambang batas.
Begitu juga kadar berbagai jenis logam berat, walau belum ada data yang pasti tetapi banyak pihak menaksir sudah mengancam ambang batas, mengingat adanya aktivitas tambang emas liar di hulu sungai yang bisa melahirkan pencemaran seperti logam berat mercuri.
Rusaknya alam lingkungan dan hutan di kawasan hulu sungai yakni Pegunungan Meratus melahirkan tingkat erosi yang tinggi mengirim banyak lumpur ke sungai sehingga mempercepat sidementasi akibatnya sungai banyak yang dangkal, bahkan anak anak sungainya ada yang mati.
Serbuan sampah seringkali menutup sungai, bahkan puluhan ribu ton tiap tahun menyangkut di Jembatan Pasar Lama dan Jembatan Antasari. Sampah tersebut selain gulma eceng gondok dan gulma lainnya tak sedikit yang berasal dari sampah kayu yang ditebang, seperti batang, ranting, dan bagian akar pohon yang larut bersama eceng gondok lalu menyangkut di jembatan.
Belum lagi terlihat begitu banyak sampah batang pisang, bambu, rotan, dan aneka bekat tanaman hutan ditambah sampah rumah tangga, berupa botol-botol plastik, serpihan papan bangunan rumah, kasur, bantal, baju bekas, televisi rusak, akhirnya sungai bagaikan "super market" apa saja ada hasil buangan masyarakat.
Pemkot Banjarmasin yang ingin menjadikan sungai terbersih sudah begitu banyak upayanya mengelola sungai, semata ingin menciptakan Sungai Martapura bersih dan indah, termasuk membuat alat penangkap sampah sungai di bagian Sungai Gampa, menciptakan gedung daur ulang sampah, serta memprogramkan pengerukan serta pembuangan sampah sungai melalui kapal sapu-sapu.
Pemkot juga membangun sebuah perusahaan instalasi pengolahan air limbah (Perumda Pal), maksudnya mengurangi dampak buruk air limbah rumah tangga, memprogramkan pembebasan jamban, dan membuat WC WC komunal.
Bahkan upaya Pemkot tersebut memperoleh dukungan masyarakat yang dengan sukarela membentuk komunitas yang disebut masyarakat peduli sungai (Melingai), Forum Komunitas Hijau (FKH) dan Perkumpulan Hijau Daun (FHD), dan satuan satuan tugas (Satgas) kebersihan yang orientasinya bagaimana sungai Banjarmasin ini menjadi indah dan bersih.
Walau sudah banyak upaya agaknya kondisi Sungai Martapura tak banyak perubahan, setiap tahun tetap saja sampah melimpah, sungai terus mendangkal dan menyempit dan kondisi airnya juga kualitasnya menurun.
Hal tersebut terjadi dinilai akibat kesadaran sebagian masyarakat yang masih kurang menjaga sungai, dan sungai masih dianggap sebagai bak sampah, akhirnya apa saja dibuang ke sungai.
Sanitasi yang buruk
Sebuah kota akan disebut sebagai kota yang baik jika sanitasinya bagus, sebaliknya jika sanitasinya jelek jangan mengaku pengelolaan sebuah kota itu baik, karena sanitasi yang jelek berdampak buruk terhadap kesehatan warga yang tinggal di sebuah kota tersebut.
Sanitasi yang baik bukan saja menyehatkan tetapi berdampak terhadap ekonomi, karena investor pasti akan berdatangan untuk menginvestasikan dananya di sebuah kota yang sanitasi yang baik tersebut.
Indikasi penyakit akibat buruknya kualitas sanitasi sangat beragam, mulai dari mengalami sakit perut, diare, masalah BAB, aneka penyakit kulit, cacingan, disentri, tipus, hingga kolera.
Penderitanya pun beragam, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, semua berpotensi menjadi korban akibat sanitasi buruk.
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap sistem sanitasi, menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terciptanya kondisi lingkungan yang buruk dan permasalahan kesehatan di masyarakat.
Berdasarkan sebuah data Badan Pusat Statistik (BPS), setidaknya 136 ribu anak meninggal dalam setahun di Indonesia disebabkan oleh sanitasi yang buruk dan 42 persen dari angka tersebut disebabkan diare.
Munculnya penyakit diare tak terlepas dari kebiasaan warga membuang tinda sembarangan, tidak melalui pengelolaan yang baik.
Tak hanya diare, sanitasi buruk juga menjadi pemicu kasus stunting terhadap anak. Kasus stunting atau gagal tumbuh salah satu penyebabnya ialah karena kualitas air dan sanitasi buruk.
Oleh karena itu, tak ada pilihan lain untuk menjadikan wilayah atau kota itu sehat dan berkembang maka harus menciptakan sanitasi yang baik, dan itu yang diupayakan oleh Perumda Pal Banjarmasin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
Padahal Sungai Martapura yang melintasi Kota Banjarmasin dan Kota Martapura tersebut termasuk sungai yang mudah dilihat oleh para pendatang, lantaran melintasi tengah kota, dan dijadikan sebagai sarana transportasi, sarana drenasi, sarana sumber air baku, serta sarana kepariwisataan daerah.
Bahkan sungai yang berhulu di kawasan Paramasan Pegunungan Meratus tersebut, belakangan akan dijadikan magnet ekonomi oleh Kota Banjarmasin melalui kepariwisataan dan ingin dijadikan sungai terbersih di tanah air.
Alasannya, Banjarmasin tak memiliki sumberdaya alam seperti hutan dan tambang yang mampu menopang ekonomi kota, tetapi hanya memiliki banyak sungai, karena Sungai Martapura di ibukota provinsi Kalsel ini ini memiliki anak sungai sekitar 290 buah.
Tak ada kota yang memiliki sungai sebanyak itu, oleh karena itu sungai diberdayakan sebagai keperluan memajukan kota, khususnya pariwisata yang akhirnya sebagian sungai disulap menjadi pasar terapung, lokasi rumah lanting, lokasi kuliner, dan atraksi budaya lainnya.
Harapannya dengan Sungai Martapura yang bersih, dan indah tersebut maka lokasi ini akan dibenahi terus sebagai kota wisata, konon nantinya diharapkan mampu menyaingi Sungai di Kota Bangkok, Belanda, Venesia, Hongkong, dan kota lainnya di mancanegara.
Tetapi sebagian orang merasa pesisimistis Sungai Martapura bisa bersaing dengan sungai kota kota wisata terkenal dunia tersebut mengingat kondisi yang sungguh memprihatinkan itu.
Berdasarkan sebuah catatan, tingkat kekeruhan di Sungai Martapura sudah di luar ambang batas dari 50 MTO ideal kini sudah mencapai ribuan MTO, belum lagi kandungan bakteri koli yang konon daerah tertentu mencapai ribuan PPM padahal idealnya hanya 250 PPM, kadar keasaman yang konon ada wilayah tertentu dan musim tertentu hanya FH3, dan kadar garam yang terus berfluktuasi yang selalu cenderung berada di atas ambang batas.
Begitu juga kadar berbagai jenis logam berat, walau belum ada data yang pasti tetapi banyak pihak menaksir sudah mengancam ambang batas, mengingat adanya aktivitas tambang emas liar di hulu sungai yang bisa melahirkan pencemaran seperti logam berat mercuri.
Rusaknya alam lingkungan dan hutan di kawasan hulu sungai yakni Pegunungan Meratus melahirkan tingkat erosi yang tinggi mengirim banyak lumpur ke sungai sehingga mempercepat sidementasi akibatnya sungai banyak yang dangkal, bahkan anak anak sungainya ada yang mati.
Serbuan sampah seringkali menutup sungai, bahkan puluhan ribu ton tiap tahun menyangkut di Jembatan Pasar Lama dan Jembatan Antasari. Sampah tersebut selain gulma eceng gondok dan gulma lainnya tak sedikit yang berasal dari sampah kayu yang ditebang, seperti batang, ranting, dan bagian akar pohon yang larut bersama eceng gondok lalu menyangkut di jembatan.
Belum lagi terlihat begitu banyak sampah batang pisang, bambu, rotan, dan aneka bekat tanaman hutan ditambah sampah rumah tangga, berupa botol-botol plastik, serpihan papan bangunan rumah, kasur, bantal, baju bekas, televisi rusak, akhirnya sungai bagaikan "super market" apa saja ada hasil buangan masyarakat.
Pemkot Banjarmasin yang ingin menjadikan sungai terbersih sudah begitu banyak upayanya mengelola sungai, semata ingin menciptakan Sungai Martapura bersih dan indah, termasuk membuat alat penangkap sampah sungai di bagian Sungai Gampa, menciptakan gedung daur ulang sampah, serta memprogramkan pengerukan serta pembuangan sampah sungai melalui kapal sapu-sapu.
Pemkot juga membangun sebuah perusahaan instalasi pengolahan air limbah (Perumda Pal), maksudnya mengurangi dampak buruk air limbah rumah tangga, memprogramkan pembebasan jamban, dan membuat WC WC komunal.
Bahkan upaya Pemkot tersebut memperoleh dukungan masyarakat yang dengan sukarela membentuk komunitas yang disebut masyarakat peduli sungai (Melingai), Forum Komunitas Hijau (FKH) dan Perkumpulan Hijau Daun (FHD), dan satuan satuan tugas (Satgas) kebersihan yang orientasinya bagaimana sungai Banjarmasin ini menjadi indah dan bersih.
Walau sudah banyak upaya agaknya kondisi Sungai Martapura tak banyak perubahan, setiap tahun tetap saja sampah melimpah, sungai terus mendangkal dan menyempit dan kondisi airnya juga kualitasnya menurun.
Hal tersebut terjadi dinilai akibat kesadaran sebagian masyarakat yang masih kurang menjaga sungai, dan sungai masih dianggap sebagai bak sampah, akhirnya apa saja dibuang ke sungai.
Sanitasi yang buruk
Sebuah kota akan disebut sebagai kota yang baik jika sanitasinya bagus, sebaliknya jika sanitasinya jelek jangan mengaku pengelolaan sebuah kota itu baik, karena sanitasi yang jelek berdampak buruk terhadap kesehatan warga yang tinggal di sebuah kota tersebut.
Sanitasi yang baik bukan saja menyehatkan tetapi berdampak terhadap ekonomi, karena investor pasti akan berdatangan untuk menginvestasikan dananya di sebuah kota yang sanitasi yang baik tersebut.
Indikasi penyakit akibat buruknya kualitas sanitasi sangat beragam, mulai dari mengalami sakit perut, diare, masalah BAB, aneka penyakit kulit, cacingan, disentri, tipus, hingga kolera.
Penderitanya pun beragam, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, semua berpotensi menjadi korban akibat sanitasi buruk.
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap sistem sanitasi, menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terciptanya kondisi lingkungan yang buruk dan permasalahan kesehatan di masyarakat.
Berdasarkan sebuah data Badan Pusat Statistik (BPS), setidaknya 136 ribu anak meninggal dalam setahun di Indonesia disebabkan oleh sanitasi yang buruk dan 42 persen dari angka tersebut disebabkan diare.
Munculnya penyakit diare tak terlepas dari kebiasaan warga membuang tinda sembarangan, tidak melalui pengelolaan yang baik.
Tak hanya diare, sanitasi buruk juga menjadi pemicu kasus stunting terhadap anak. Kasus stunting atau gagal tumbuh salah satu penyebabnya ialah karena kualitas air dan sanitasi buruk.
Oleh karena itu, tak ada pilihan lain untuk menjadikan wilayah atau kota itu sehat dan berkembang maka harus menciptakan sanitasi yang baik, dan itu yang diupayakan oleh Perumda Pal Banjarmasin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023