Ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin Kalimantan Selatan Hidayatullah Muttaqin mengatakan negara ASEAN perlu menjalankan strategi guna menyikapi perkembangan teknologi kecerdasan buatan "artificial intelligence" (AI) yang dikhawatirkan berdampak menambah pengangguran di dunia.
"ASEAN menghadapi ancaman serupa, terlebih angka pengangguran terbuka untuk pemuda jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok umur di atasnya," kata dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu.
Baca juga: Tim Indonesia meraih juara dua kompetisi Global Zoohackathon 2019
Meskipun AI dapat menciptakan lapangan kerja baru, namun menurut Muttaqin, potensi merusak terhadap lapangan kerja yang sudah ada tidak dapat diabaikan.
Muttaqin menuturkan sudah menjadi tabiat dalam bisnis dan mekanisme pasar, bahwa pelaku usaha akan memilih cara produksi yang lebih efisien dan lebih efektif.
Terlebih, diungkapkan Muttaqin, penggunaan AI dan automasi dalam kegiatan produksi, perdagangan dan jasa.
Apalagi pada saat teknologi ini sudah semakin murah nantinya maka proses adopsi dalam bisnis akan semakin masif.
Muttaqin merujuk data ASEAN Statistical Year Book 2022 menunjukkan tingkat penganguran terbuka (TPT) umur 15 sampai 24 tahun pada kelompok pria di Indonesia tahun 2021 sebesar 21,0 persen adalah yang paling tinggi di ASEAN.
Sedangkan TPT untuk seluruh kelompok umur 6,5 persen.
Negara lain dengan tingkat pengangguran mencapai dua digit untuk pria kelompok Gen Z tersebut adalah Philipina sebesar 14,5 persen, Brunei Darussalam (12,0 persen), dan Malaysia (11,8 persen).
Pada kelompok umur yang sama untuk wanita, TPT paling tinggi terjadinya di Brunei Darussalam mencapai 23,0 persen.
Kemudian Philipina (17,7 persen), Indonesia (17,5 persen), Malaysia (10,4 persen) dan Singapura (10,0 persen).
Baca juga: Peneliti : Maksimalkan potensi produk untuk kembangkan ekonomi digital
"Fakta ini mengungkapkan, potensi ancaman bertambahnya pengangguran terhadap Gen Z karena AI benar adanya," ungkap ekonom jebolan Universitas Birmingham Inggris itu.
Untuk mengantisipasi potensi tersebut, kata Muttaqin, ada beberapa strategi yang perlu dilakukan negara-negara ASEAN.
Pertama, cepat dan cermat mengkaji dampak potensi positif dan negatif AI terhadap lapangan kerja dan SDM.
Kedua, pemerintah setiap negara perlu memiliki kemampuan melahirkan regulasi yang tepat dan cepat mengantisipasi lajunya perkembangan AI.
Ketiga, pemerintah perlu mengendalikan laju adopsi AI pada industri, perdagangan dan jasa sambil menyiapkan regulasi dan SDM.
Kelima, bagaimanapun teknologi akan membuat lebih sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam satu unit kegiatan ekonomi, sehingga dalam posisi demikian langkah yang tepat memperbanyak unit kegiatannya.
"Dalam hal ini, kewirausahaan khususnya di kalangan anak muda perlu dibangun," tutur Muttaqin.
Kemudian usaha mikro didorong naik kelas menjadi usaha kecil dan usaha menengah.
Sedangkan usaha menengah naik ke level usaha besar.
Baca juga: Tokopedia terapkan "Artificial Intelligence" hadapi persaingan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
"ASEAN menghadapi ancaman serupa, terlebih angka pengangguran terbuka untuk pemuda jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok umur di atasnya," kata dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu.
Baca juga: Tim Indonesia meraih juara dua kompetisi Global Zoohackathon 2019
Meskipun AI dapat menciptakan lapangan kerja baru, namun menurut Muttaqin, potensi merusak terhadap lapangan kerja yang sudah ada tidak dapat diabaikan.
Muttaqin menuturkan sudah menjadi tabiat dalam bisnis dan mekanisme pasar, bahwa pelaku usaha akan memilih cara produksi yang lebih efisien dan lebih efektif.
Terlebih, diungkapkan Muttaqin, penggunaan AI dan automasi dalam kegiatan produksi, perdagangan dan jasa.
Apalagi pada saat teknologi ini sudah semakin murah nantinya maka proses adopsi dalam bisnis akan semakin masif.
Muttaqin merujuk data ASEAN Statistical Year Book 2022 menunjukkan tingkat penganguran terbuka (TPT) umur 15 sampai 24 tahun pada kelompok pria di Indonesia tahun 2021 sebesar 21,0 persen adalah yang paling tinggi di ASEAN.
Sedangkan TPT untuk seluruh kelompok umur 6,5 persen.
Negara lain dengan tingkat pengangguran mencapai dua digit untuk pria kelompok Gen Z tersebut adalah Philipina sebesar 14,5 persen, Brunei Darussalam (12,0 persen), dan Malaysia (11,8 persen).
Pada kelompok umur yang sama untuk wanita, TPT paling tinggi terjadinya di Brunei Darussalam mencapai 23,0 persen.
Kemudian Philipina (17,7 persen), Indonesia (17,5 persen), Malaysia (10,4 persen) dan Singapura (10,0 persen).
Baca juga: Peneliti : Maksimalkan potensi produk untuk kembangkan ekonomi digital
"Fakta ini mengungkapkan, potensi ancaman bertambahnya pengangguran terhadap Gen Z karena AI benar adanya," ungkap ekonom jebolan Universitas Birmingham Inggris itu.
Untuk mengantisipasi potensi tersebut, kata Muttaqin, ada beberapa strategi yang perlu dilakukan negara-negara ASEAN.
Pertama, cepat dan cermat mengkaji dampak potensi positif dan negatif AI terhadap lapangan kerja dan SDM.
Kedua, pemerintah setiap negara perlu memiliki kemampuan melahirkan regulasi yang tepat dan cepat mengantisipasi lajunya perkembangan AI.
Ketiga, pemerintah perlu mengendalikan laju adopsi AI pada industri, perdagangan dan jasa sambil menyiapkan regulasi dan SDM.
Kelima, bagaimanapun teknologi akan membuat lebih sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam satu unit kegiatan ekonomi, sehingga dalam posisi demikian langkah yang tepat memperbanyak unit kegiatannya.
"Dalam hal ini, kewirausahaan khususnya di kalangan anak muda perlu dibangun," tutur Muttaqin.
Kemudian usaha mikro didorong naik kelas menjadi usaha kecil dan usaha menengah.
Sedangkan usaha menengah naik ke level usaha besar.
Baca juga: Tokopedia terapkan "Artificial Intelligence" hadapi persaingan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023