Tatkala membuka mata saat bangun pagi di lokasi perkemahan Taman Hutan Raya Sultan Adam kawasan Riam Kanan, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, terlihat cahaya sang surya mengintip dari balik pepohonan di Tahura yang memiliki "segudang" species tanaman ini.


Sementara gumpalan embun pagi di dedaunan pohon di kawasan yang memiliki aneka species satwa itupun terlihat seakan "bergelinjang manja" saat tersentuh sinar mentari yang cerah.

Suara "orkestra" aneka burung dan binatang lain di kawasan seluas 112 ribu hektare yang masuk kawasan Pegunungan Meratus tersebut seakan melenyapkan perasaan lelah waktu menempuh perjalanan menuju lokasi ini.

"Cuaca masih terasa sangat dingin, selimut tebal masih membalut tubuhku, yang membuat ku seakan enggan beranjak dari tempat tidur di perkemahan kawasan hutan lindung tersebut," kata Abdul Kadir seorang mahasiswa FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM/Unlam) Banjarmasin jurusan sejarah.

Abdul Kadir yang juga bergelar Utuh Tawing ini bersama penulis dan 12 orang rombongan melakukan perkemahan di wilayah tersebut, Sabtu (16/7) malam, selain menikmati suasana alam sekaligus melakukan penghijauan dengan menanam 200 bibit pohon penghijauan.

Ia melakukan aksi hijau tersebut bersama anggota komunitas Sepeda Antik (Saban) Banjarmasin yang sekaligus pula anggota Forum Komunitas Hijau (FKH) setempat.

Rombongan datang ke lokasi yang termasuk kawasan hutan pendidikan ini hanya mengayuh sepeda tua (onthel) dengan jarak tempuh sekitar 60 kilometer dari Kota Banjarmasin. Hal itu guna menunjukkan komunitas ini cinta lingkungan dengan menggunakan sarana angkutan ramah alam, untuk mengurangi produksi emisi karbon di udara dan menekan pemakaian energi yang tak bisa terbarukan.

Dalam perkemahan kelompok yang mengaku "sahabat alam" ini sempat dilakukan diskusi kecil tentang berbagai hal menyangkut kelestarian lingkungan, termasuk Tahura Sultan adam yang sebenarnya adalah kawasan "Menara Air" atau wilayah resapan air untuk sungai-sungai di wilayah paling selatan pulau trerbesar nusantara ini.

"Hutan ini terjaga, maka kehidupan kita di Banjarmasin dan sekitarnya akan terjaga, tetapi jika hutan tersebut rusak maka tamatlah riwayat kita, karena tak akan ada lagi suplai air bersih bagi masyarakat luas," kata salah seorang peserta Zany Thaluk dalam diskusi tersebut.

Mohammad Ary yang merupakan pimpinan kelompok ini berbicara panjang lebar mengenai kelestarian lingkungan sebagai kehidupan yang berkelanjutan.

"Saat ini alam sudah rusak ditandai dengan asap, kering, kebakaran hutan, ketika kemarau banjir dan tanah longsor saat musim hujan. Musibah itu bisa jadi akibat olah manusia-manusia sebelumnya, kita harus merehabilitasinya. Jika tidak maka anak cucu kita di kemudian hari kian menderita," katanya memberi wejangan.

Oleh karena, tambah Mohammad Ary, saatnya kelompok ini berkiprah walau sedikit tetapi ikut mengembalikan kerusakan alam. Ini diharapkan menjadi motivasi bagi masyarakat luas untuk berbuat serupa.

Saban dan FKH sudah menanam sekitar 7.000 pohon pinang, 4.000 pohon trembesi, ribuan lagi kumpulan pohon aren, palam putri, palam, asam jawa, petai, jengkol, tanaman buah-buahan di berbagai lokasi baik di Banjarmasin dan sekitarnya sejak tujuh tahun keberadaan organisasi kelompok pecinta liungkungan ini.

Usai diskusi di kemah dekat bibir sungai kecil di wilayah perkemahan tersebut, kelompok ini kemudian berpetulang ke tengah hutan.

"Coba kita masuk hutan, kita nikmati suasana alam di tengah kegelapan yang suasananya terdengar nyanyian suara binatang malam jangkrik dan belalang," kata Muhammad Ari seraya mempipin perjalanan jelajah hutan tersebut.

Bermodalkan lampu senter dan penerangan kecil di telepon genggam satu persatu lokasi hutan dan sungai dilalui, dan rombongan ingin sekali ketemu binatang seperti landak, kancil, atau rusa.

Tetapi perjalanan ke hutan yang dimulai sekitar pukul 01:00 Wita tersebut tak berlangsung lama, karena takut ke sasar akhirnya balik ke kemah dan perasaan ingin ketemu binatang di tengah malam tak kesampaian kecuali hanya beberapa burung ditemui bertengger di dahan.



Alami Kerusakan



Tahura Sultan Adam berdasarkan catatan termasuk hutan lindung Riam Kanan, kawasan Suaka Margasatwa, dan hutan pendidikan.

Penulis beberapa waktu lalu sempat bertanya kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tahura Sultan Adam, saat masih dijabat Akhmad Ridhani, yang mengakui lahan di wilayahnya terjadi kerusakan.

Sekitar 30 persen lahan Tahura atau tidak kurang 40 ribu hektare dari luas keseluruhan 112 ribu hektare, kini kritis.

"Kondisi tersebut sungguh merisaukan karena itu diperlukan upaya rehabilitasi, mengingat kawasan tersebut merupakan daerah resapan air," katanya saat mendampingi Bupati Banjar Sultan Khairul Saleh kala melakukan penanaman massal bibit penghijauan di lokasi tersebut.

"Hingga 2010 luasan lahan kritis yang sudah ditanami bibit pohon mencapai 100 hektare dan luasannya akan terus ditingkatkan untuk mengurangi banyaknya lahan kritis," katanya seraya menyebutkan tanaman yang dikembangkan tersebut adalah jenis buah-buahan dan kayu khas setempat, seperti ulin, kruing, sintuk.

Dijelaskan, terjadinya lahan kritis di kawasan Tahura bukan disebabkan penebangan liar tetapi lebih banyak akibat terjadinya kebakaran hutan sehingga membuat areal sekitarnya kritis karena tidak ditumbuhi pepohonan.

Selain akibat kebakaran hutan dan lahan, munculnya lahan kritis juga diduga adanya pembukaan kawasan itu menjadi ladang dan kebun bagi sebagian masyarakat setempat untuk ditanami pohon-pohon produktif.

Dikatakannya, upaya yang dilakukan untuk mengurangi luasan lahan kritis adalah rehabilitasi lahan melalui program penanaman bibit pohon baik yang dibiayai APBD Provinsi Kalsel, APBN maupun bantuan pihak ketiga.

Pihak ketiga yang memberikan dana penghijauan di areal yang menjadi kawasan penelitian, pendidikan, dan wisata alam tersebut, selain dari donatur luar negeri juga dari berbagai perusahaan, termasuk dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Banjarmasin.

"Setiap tahun melalui APBD Kalsel dialokasikan anggaran untuk rehabilitasi lahan termasuk memanfaatkan dana APBN serta menjaring bantuan dari pihak ketiga terutama kalangan swasta," ujarnya.

Ditambahkan, penanaman bibit pohon yang dibiayai APBD Kalsel setiap tahun mencapai luasan 10 hektare dan melalui APBN berhasil ditanami bibit pohon dengan luasan mencapai 40 hektare hingga 50 hektare.

"Ke depan kami berupaya memfokuskan bantuan dari pihak ketiga sebagai bentuk partisipasi mereka terhadap upaya kepedulian lingkungan sehingga luasan lahan yang bisa ditanami lebih besar," katanya.

Tahura Sultan Adam ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 52 Tahun 1989, yang secara administratif meliputi wilayah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut.

Sejak tahun 2008 telah dibentuk UPT Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel Taman Hutan Raya Sultan Adam dengan Dasar Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang SOTK Perangkat Daerah Provinsi Kalsel dan Pergub Kalsel Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Tahura Sultan Adam.



Kawasan Wisata



Taman Hutan Raya Sultan Adam termasuk kawasan wisata dan areal pendidikan karena di dalamnya terdapat hutan yang terdapat aneka jenis tanaman.

Di Tahura yang berekosistem hutan hujan tropika ini terdapat aneka flora dan fauna yang beberapa di antaranya spesifik Kalimantan, seperti meranti (Shorea spp), ulin (Eusideroxylon zwageri), kahingai (Santiria tomentosa).

Tanaman lain damar (Dipterocarpus spp.), pampahi (Ilexsimosa spp.), kuminjah laki (Memecylon leavigatum), keruing (Dipterocarpus grandiflorus), mawai (Caethocarpus grandiflorus), jambukan (Mesia sp.), kasai (Arthocarpus kemando), dan lain-lain.

Sedangkan faunanya terdapat bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates muelleri), lutung merah (Presbytis rubicunda), beruang madu (Helarctos malayanus), rusa (Cervus unicolor), kijang merah (Muntiacus muntjak), kijang mas (Muntiacus atherodes), dan pelanduk (Tragulus javanicus).

Kemudian juga ada hewan landak (Hystrix brachyura), musang air (Cynogale benetti), macan dahan (Neofelis nebulosa), kuau/harui (Argusianus argus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), enggang (Berenicornis comatus), elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang bondol (Haliastur indus), raja udang sungai (Alcedo atthis), raja udang hutan (Halycon chloris), dan lain-lain.

Wilayah ini terdapat Waduk seluas lebih kurang 8.000 Ha dengan fungsi utama sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air satu-satunya di Provinsi Kalimantan Selatan.

Berperan penting sebagai pengatur tata air, mencegah erosi dan banjir, sebagai objek wisata alam, danau/waduk ini memiliki bentang alam yang menarik dengan panorama danau, lembah dan bukit disekelilingnya serta untuk kegiatan olahraga air.

Objek wisata yang ada kawasan ini antara lain Pulau Pinus

Berupa pulau seluas lebih kurang tiga hektare terletak di tengah danau dapat ditempuh lebih kurang 15 menit dari Pelabuhan Tiwingan. Pulau ini didominasi oleh tanaman Pinus Merkussi.

Kemudian juga ada objek wisata Pulau Bukit Batas kurang lebih satu hektare berdekatan letaknya dengan pulau pinus, dapat ditempuh lebih kurang 30 menit dari pelabuhan Tiwingan. Seperti halnya dengan pulau pinus, kawasan ini cocok untuk rekreasi santai dan olahraga.

Lalu ada pula air terjun Surian, air terjun Batu Kumbang, dan air terjun Mandin Sawa yang sangat menunjang kegiatan Bina Cinta Alam. Dari sungai Hanaru dapat dicapai lebih kurang dua jam dengan menelusuri sungai Hanaru atau lebih kurang tiga jam melalui jalan patroli yang sudah ada.

Air Terjun Bagugur terletak di hulu sungai Tabatan. Dari desa Kalaan dapat ditempuh lebih kurang dua jam melalui jalan reboisasi dan areal bekas perladangan berpindah.

Bumi Perkemahan Awang Bangkal seluas enam hektare terletak di daerah Awang Bangkal. Tidak jauh dari jalan raya Banjarbaru - Pelabuhan Tiwingan, berada didekat Sungai Tambang Baru, sehingga mudah mendapatkan air. Bentang alam dari bukit disekelilingnya serta tepian sungai Tambang Baru merupakan daya tarik tersendiri.

Pusat Pengelola/Informasi di Mandiangin di daerah Mandiangin merupakan suatu komplek bangunan yaitu kantor pusat pengelola, kantor pusat informasi sumber daya alam, plaza dan bumi perkemahan. Di areal ini terdapat prasasti peresmian berdirinya Tahura Sultan Adam dan Puncak Penghijauan Nasional (PPN) ke 29 yang ditandatangani oleh Presiden RI Bapak Soeharto.

Di lokasi ini pula pusat pengelolaan hutan pendidikan Fakultas Kehutanan Unlam. Pada pengembangan selanjutnya kawasan ini dikembangkan menjadi arboretum, penangkaran satwa, taman safari, kolam renang, taman burung, bumi perkemahan dilengkapi dengan souvenir shop dan lain-lain. 

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016