Banyak yang mengenal sebuah seni tutur, pantun Banjar, setelah mengunjungi destinasi wisata Pasar Terapung Lok Baintan, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Sebaliknya banyak yang mengetahui keberadaan pasar terapung di Kalsel, justru melalui seni pantun Banjar yang banyak ditayangkan melalui media sosial, seperti youtube, facebook, whatshap, instagram, atau melalui tik tok.
Baca juga: Kapolda Kalsel: Pasar Terapung jadi wisata unggulan menasional
Berbicara pantun Banjar Pasar Terapung tentu ingat nama Acil Ibay atau yang bernama lengkap Arbainah yang sehari-hari sebagai Acil Jukung atau pedagang di pasar yang beraktivitas di atas air Sungai Martapura itu.
Menurut wanita berusia 41 tahun tersebut, dulu tatkala transaksi di pasar yang sebagian besar pedagang merupakan wanita itu hanya sebatas tawar-menawar dan tidak bercanda gurau sehingga kurang laku saat berjualan.
Tetapi setelah ia berkreasi dengan berpantun terhadap pengunjung yang sebagian besar wisatawan tersebut ternyata produk penjualannya jadi perhatian, dan tambah laku, sehingga budaya pantun itu mulai merebak pada 2016.
Pantun pertama yang Acil Ibay sajikan kala itu, yakni:
"Ikan sepat jamur sehari
Jangan disangka ikan seluang
Tidak dapat barang sehari
Bukan berarti sudah membuang"
Setelah berpantun itu, kata Warga RT04 Jalan Pandan Sari, Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, ternyata ia selalu jadi perhatian, sehingga banyak pantun kembali dipelajari melalui saudara, orang tua, dan teman sekampung, sehingga banyak perbendaharaan pantun yang dikuasai.
Makin banyak pantun ternyata makin rame, sehingga Ibay selalu berpantun saat berjualan, kemudian warganet menjuluki dengan nama "Acil Pantun".
Baca juga: Maria Roeslie, si pelantun pantun Banjar berjuang melawan Covid
Wanita yang hanya lulusan madrasah dan berputra tiga orang ini mengakui, jualan di pasar terapung sekaligus berpantun menjadi pilihan karena terbukti mampu menambah penghasilan keluarga dan mampu membiayai anak anak nya hingga satu orang yang tertua sudah sampai belajar ke perguruan tinggi.
Padahal kehidupan Acil Pantun sebelumnya banyak cerita yang menyedihkan hingga sempat mencari penghidupan ke pedalaman Kalimantan Tengah.
Kala ingat awal pembudayaan pantun di Pasar Terapung banyak pedagang lain di pasar yang menjadi ikon wisata Kalsel itu, mencibir, menyindir, serta menghina kelakuan Ibay berpantun karena dinilai kurang bagus bagi tamu.
Kendati persoalan seperti itu ia pun tetap berpantun dan ternyata jualannya paling laku, yang dijual selain sayur mayur, buah buahan juga jual kue dan barang cinderamata.
Baca juga: Remaja HSU juara baturai pantun se Kalsel
Setelah melihat berpantun ternyata menarik, maka banyak teman teman seprofesi juga ikut berpantun, maka sekarang praktis semua pedagang di kawasan itu sudah pandai berpantun.
Wanita yang juga seorang penggiat lingkungan ini berharap Pasar Terapung tetap eksis kendati pasar di darat kian maju dan meminta pemerintah daerah, serta masyarakat terutama pengunjung ikut membesarkan Pasar Terapung Lok Baintan itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
Sebaliknya banyak yang mengetahui keberadaan pasar terapung di Kalsel, justru melalui seni pantun Banjar yang banyak ditayangkan melalui media sosial, seperti youtube, facebook, whatshap, instagram, atau melalui tik tok.
Baca juga: Kapolda Kalsel: Pasar Terapung jadi wisata unggulan menasional
Berbicara pantun Banjar Pasar Terapung tentu ingat nama Acil Ibay atau yang bernama lengkap Arbainah yang sehari-hari sebagai Acil Jukung atau pedagang di pasar yang beraktivitas di atas air Sungai Martapura itu.
Menurut wanita berusia 41 tahun tersebut, dulu tatkala transaksi di pasar yang sebagian besar pedagang merupakan wanita itu hanya sebatas tawar-menawar dan tidak bercanda gurau sehingga kurang laku saat berjualan.
Tetapi setelah ia berkreasi dengan berpantun terhadap pengunjung yang sebagian besar wisatawan tersebut ternyata produk penjualannya jadi perhatian, dan tambah laku, sehingga budaya pantun itu mulai merebak pada 2016.
Pantun pertama yang Acil Ibay sajikan kala itu, yakni:
"Ikan sepat jamur sehari
Jangan disangka ikan seluang
Tidak dapat barang sehari
Bukan berarti sudah membuang"
Setelah berpantun itu, kata Warga RT04 Jalan Pandan Sari, Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, ternyata ia selalu jadi perhatian, sehingga banyak pantun kembali dipelajari melalui saudara, orang tua, dan teman sekampung, sehingga banyak perbendaharaan pantun yang dikuasai.
Makin banyak pantun ternyata makin rame, sehingga Ibay selalu berpantun saat berjualan, kemudian warganet menjuluki dengan nama "Acil Pantun".
Baca juga: Maria Roeslie, si pelantun pantun Banjar berjuang melawan Covid
Wanita yang hanya lulusan madrasah dan berputra tiga orang ini mengakui, jualan di pasar terapung sekaligus berpantun menjadi pilihan karena terbukti mampu menambah penghasilan keluarga dan mampu membiayai anak anak nya hingga satu orang yang tertua sudah sampai belajar ke perguruan tinggi.
Padahal kehidupan Acil Pantun sebelumnya banyak cerita yang menyedihkan hingga sempat mencari penghidupan ke pedalaman Kalimantan Tengah.
Kala ingat awal pembudayaan pantun di Pasar Terapung banyak pedagang lain di pasar yang menjadi ikon wisata Kalsel itu, mencibir, menyindir, serta menghina kelakuan Ibay berpantun karena dinilai kurang bagus bagi tamu.
Kendati persoalan seperti itu ia pun tetap berpantun dan ternyata jualannya paling laku, yang dijual selain sayur mayur, buah buahan juga jual kue dan barang cinderamata.
Baca juga: Remaja HSU juara baturai pantun se Kalsel
Setelah melihat berpantun ternyata menarik, maka banyak teman teman seprofesi juga ikut berpantun, maka sekarang praktis semua pedagang di kawasan itu sudah pandai berpantun.
Wanita yang juga seorang penggiat lingkungan ini berharap Pasar Terapung tetap eksis kendati pasar di darat kian maju dan meminta pemerintah daerah, serta masyarakat terutama pengunjung ikut membesarkan Pasar Terapung Lok Baintan itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023