Tradisional acara khatam Al Qur'an di pedesaan atau sekitar pedalaman Pegunungan Meratus wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) tetap mentradisi.

"Khataman secara tradisional salah satu upaya mendorong generasi muda Islami mencintai kitab suci Allah tersebut," ujar Kepala Taman Kanak-kanak Al Qur'an (TKA) Istiqamah Desa Aluan Mati (pinggiran Meratus HST), Hj Irna sebelum memulai acara itu, Ahad (17/7/22).

"Kemudian daripada itu yang kalah penting bukan cuma sekedar khatam, tapi tindak lanjut," lanjutnya sekaligus mewakili Kepala Desa (Kades) Aluan Mati, Kecamatan Batu Benawa, HST Irwandi.

Ia mengharapkan, santri/santriwati yang sudah mengkhatamkan Al-Qur'an agar terus mendalami kandungan kitab suci tersebut, dan pada gilirannya menghayati dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

"Karena membaca dan mengamalkan tidak cuma sekedar mendapatkan pahala yang besar, tapi isi Al Qur'an tersebut mengandung banyak nilai yang dapat menjadi tuntutan dalam kehidupan," tegas Irna.
Iring-iringan santri/santriwati TKA Istiqamah Desa Aluan Mati (pedesaan/pinggiran Pegunungan Meratus), Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) berjalan sekitar satu kilometer menuju "langgar" (surau) sebelum acara khatam Al-Qur'an secara tradisional, Ahad (17/7/22). (Syamsuddin Hasan)

Sementara seorang tokoh masyarakat/pemuka agama Desa Aluan Mati Muhran (63) mengatakan, khataman Al Qur'an secara tradisional sejak lama atau masa Hindia Belanda dan Kejayaan Kerajaan Banjar.

Mengenai tradisi khataman pakai "balai kecil" (yang berhias dan beragam isi berupa makanan), dia menyatakan, hal tersebut hanya sebuah refleksi budaya dengan tujuan antara lain agar generasi muda Muslim Banjar terutama daerah hulu sungai Kalsel tertarik belajar membaca Al Qur'an sampai khatam.

"Jangan hubungkan acara tradisional khatam Al Qur'an menggunakan balai dengan budaya atau kepercayaan lain/non Islam. Tapi semata-mata buat memotivasi generasi muda Muslim," ujar pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) - guru agama Sekolah Dasar (SD) itu.

"Karena dari khataman secara tradisional itu, banyak anak-anak pedesaan yang iri atau ngaji Al Qur'an sampai khatam. Jadi yang kita ambil nilai positif, bukan hubungan dengan hal-hal negatif," lanjutnya.

Ustadz Pesantren/Madrasah "Immaaduddin" (tiang agama) Desa Aluan Sumur, Kecamatan Batu Benawa itu menambahkan, dengan khataman secara tradisional itu pula membuat orang tua agar anaknya juga berlajar membaca Al Qur'an sampai khatam.

"Pada acara khataman tersebut juga mengandung nilai-nilai silaturahmi serta menjamu tamu/undangan. Begitu pula hiasan dan isi balai menjadi rebutan dengan harapan mendapatkan berkah dari memakan makanan yang ada di balai," ujar kakek dari empat cucu tersebut.

"Alhamdulillah budaya tradisional khataman  yang sudah ada jauh sebelum tumbuh dan perkembangan TKA atau Taman Pendidikan Al Qur'an (TPA) itu bagai peribahasa 'tidak lapuk kena hujan dan kering kena panas. Tetap sebagai salah satu upaya memotivasi generasi muda Muslim mengkhatamkan Al-Qur'an," demikian Muhran.


 

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022