Amuntai, (Antaranews.Kalsel) - Masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan memanfaatkan tanaman liar berupa eceng gondok (Eichhornia crassipes) sebagai bahan baku membuat bio gas dan energi listrik.
Sebanyak empat desa mulai mengembangkan pemanfaatan sumber daya energi alternatif ini yakni Desa Pulau Tambak, Pondok Babaris, Banyu Tajun Hulu dan Tapus.
"Kita mendapat bantuan mesin digester untuk mengolah tanaman eceng gondok menjadi bio gas yang sebagian sudah dikelola dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya di Desa Pulau Tambak," ujar Kepala Dinas Kehutanan, Perkebunan, Energi dan Sumber Daya Mineral Rusnaidy di Amuntai, Jum'at.
Rusnaidy mengatakan, sebanyak satu paket mesin digester ukuran besar yang bisa menyalurkan bio gas bagi sebanyak 10 rumah berasal dari bantuan Dinas Hutbun ESDM Provinsi Kalsel.
Selain itu, kata Rusnaidy disusul bantuan dari Kementerian Desa dan PDT sebanyak delapan unit digester ukuran lebih kecil, di mana satu unit mesin bisa menyalurkan bio gas bagi enam rumah penduduk.
Sebanyak delapan unit digester dan perlengkapan penunjang lainnya mulai dipasang akhir 2015 sehingga Dishutbun dan ESDM mensosialisasikan pemanfaatannya kepada warga yang menerima bantuan.
Rusnaidy menjelaskan, bantuan diberikan kepada masyarakat desa tersebut berdasarkan kondisi lingkungan alamnya yang menyediakan tanaman eceng gondok dalam jumlah banyak serta kesediaan masyarakat mengelola dan memberikan hibah tanah untuk pemancangan tiang tong.
Kabid ESDM Norjanah memaparkan, berdasarkan pembuatan bio gas yang sudah diterapkan di Desa Pulau Tambak, proses pembuatan tanaman eceng gondok menjadi bio gas, diawali proses pencacahan eeceng gondok dengan mesin pencacah.
Tanaman Eceng gondok yang sudah dicacah seberat dua ton, tuturnya pada tahap awal ini harus dicampur dengan kotoran sapi sebanyak tiga ton.
"Pencampuran dengan kotoran sapi ini hanya pada tahap awal saja, setelah 15 hari diproses dalam tong ukuran besar, sesudahnya masyarakat cukup menambah campuran tanaman eceng gondok saja sebanyak 200 kilogram setiap harinya," tutur Norjanah.
Dengan menambahkan 200 kg tanaman eceng gondok dalam tong, lanjutnya maka bisa menghasilkan minimal lima meter kubik bio gas yang setara dengan 2 kg elpiji yang disalurkan kepada 10 buah rumah warga.
"Berarti setiap rumah bisa menikmati 0,2 kg bio gas tiap hari yang cukup untuk keperluan memasak," kata Norjanah.
Bio gas dialirkan kerumah warga melalui pipa gas yang tersambung ke mesin kompor gas, dimana masyarakat bisa terus menikmati aliran bio gas asalkan rutin mengisi tong dengan tanaman eceng gondok.
Ia mengatakan, masyarakat tidak perlu takut menggunakan kompor gas menggunakan bio gas karena tekanan lebih rendah dibanding gas elpiji, Selain itu terdapat selang bentuk 'U' yang secara manual masyarakat bisa mengontrol tekanan gas.
Selain itu, tambahnya limbah yang dihasilkan dari pembuangan tong juga aman dan tidak merusak lingkungan. Justru limbah proses pembuatan bio gas terdiri dari kompos untuk tanaman atau menjadi sumber makanan ikan.
"Kita membentuk Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) yang akan mengelola fasilitas dan menjaga proses pembuatan bio gas terus berlangsung," katanya.
Berdasarkan pelaksanaan awal pembuatan bio gas di Desa Pulau Tambak, tutur Norjanah dijumpai kendala terkait ketahanan penyangga tong yang sudah dua kali mengalami kemiringan akibat kondisi lahan rawa yang labil.
Tong ini, lanjutnya berisi cairan air ditambah bahan campuran eceng gondok dengan volume 10 ton sehingga warga kesulitan menjaga kestabilan tiang penyangganya.
Berbeda dengan masyarakat Desa Pulau Tambak, sambung Norjanah lagi, Masyarakat Desa Pondok Babaris justru meminta proses pengolahan bio gas bisa dirubah menjadi energi listrik, karena aliran listrik dari PLN Amuntai belum menjangkau kawasan ini.
"Dulu masyarakat pernah menerima bantuan alat pembangkit listrik tenaga surya, namun banyak dari alat tersebut yang hilang," katanya.
Dikatakan bahwa energi listrik juga bisa dihasilkan dari bio gas eceng gondok dibantu mesin diesel dan melalui proses penyaringan atau pemurnian.
"Kita dibantu tenaga ahli dari UGM untuk proses penghasilan energi listrik ini yang Insya Allah di 2016 masyarakat sudah bisa menikmati penerangan listrik dari bio gas eceng gondok," katanya.
Ditambahkan, Dinas Hutbun ESDM pada 2016 berencana kembali mengusulkan bantuan Mesin Digester untuk masyarakat di Kecamatan Haur Gading.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
Sebanyak empat desa mulai mengembangkan pemanfaatan sumber daya energi alternatif ini yakni Desa Pulau Tambak, Pondok Babaris, Banyu Tajun Hulu dan Tapus.
"Kita mendapat bantuan mesin digester untuk mengolah tanaman eceng gondok menjadi bio gas yang sebagian sudah dikelola dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya di Desa Pulau Tambak," ujar Kepala Dinas Kehutanan, Perkebunan, Energi dan Sumber Daya Mineral Rusnaidy di Amuntai, Jum'at.
Rusnaidy mengatakan, sebanyak satu paket mesin digester ukuran besar yang bisa menyalurkan bio gas bagi sebanyak 10 rumah berasal dari bantuan Dinas Hutbun ESDM Provinsi Kalsel.
Selain itu, kata Rusnaidy disusul bantuan dari Kementerian Desa dan PDT sebanyak delapan unit digester ukuran lebih kecil, di mana satu unit mesin bisa menyalurkan bio gas bagi enam rumah penduduk.
Sebanyak delapan unit digester dan perlengkapan penunjang lainnya mulai dipasang akhir 2015 sehingga Dishutbun dan ESDM mensosialisasikan pemanfaatannya kepada warga yang menerima bantuan.
Rusnaidy menjelaskan, bantuan diberikan kepada masyarakat desa tersebut berdasarkan kondisi lingkungan alamnya yang menyediakan tanaman eceng gondok dalam jumlah banyak serta kesediaan masyarakat mengelola dan memberikan hibah tanah untuk pemancangan tiang tong.
Kabid ESDM Norjanah memaparkan, berdasarkan pembuatan bio gas yang sudah diterapkan di Desa Pulau Tambak, proses pembuatan tanaman eceng gondok menjadi bio gas, diawali proses pencacahan eeceng gondok dengan mesin pencacah.
Tanaman Eceng gondok yang sudah dicacah seberat dua ton, tuturnya pada tahap awal ini harus dicampur dengan kotoran sapi sebanyak tiga ton.
"Pencampuran dengan kotoran sapi ini hanya pada tahap awal saja, setelah 15 hari diproses dalam tong ukuran besar, sesudahnya masyarakat cukup menambah campuran tanaman eceng gondok saja sebanyak 200 kilogram setiap harinya," tutur Norjanah.
Dengan menambahkan 200 kg tanaman eceng gondok dalam tong, lanjutnya maka bisa menghasilkan minimal lima meter kubik bio gas yang setara dengan 2 kg elpiji yang disalurkan kepada 10 buah rumah warga.
"Berarti setiap rumah bisa menikmati 0,2 kg bio gas tiap hari yang cukup untuk keperluan memasak," kata Norjanah.
Bio gas dialirkan kerumah warga melalui pipa gas yang tersambung ke mesin kompor gas, dimana masyarakat bisa terus menikmati aliran bio gas asalkan rutin mengisi tong dengan tanaman eceng gondok.
Ia mengatakan, masyarakat tidak perlu takut menggunakan kompor gas menggunakan bio gas karena tekanan lebih rendah dibanding gas elpiji, Selain itu terdapat selang bentuk 'U' yang secara manual masyarakat bisa mengontrol tekanan gas.
Selain itu, tambahnya limbah yang dihasilkan dari pembuangan tong juga aman dan tidak merusak lingkungan. Justru limbah proses pembuatan bio gas terdiri dari kompos untuk tanaman atau menjadi sumber makanan ikan.
"Kita membentuk Organisasi Masyarakat Setempat (OMS) yang akan mengelola fasilitas dan menjaga proses pembuatan bio gas terus berlangsung," katanya.
Berdasarkan pelaksanaan awal pembuatan bio gas di Desa Pulau Tambak, tutur Norjanah dijumpai kendala terkait ketahanan penyangga tong yang sudah dua kali mengalami kemiringan akibat kondisi lahan rawa yang labil.
Tong ini, lanjutnya berisi cairan air ditambah bahan campuran eceng gondok dengan volume 10 ton sehingga warga kesulitan menjaga kestabilan tiang penyangganya.
Berbeda dengan masyarakat Desa Pulau Tambak, sambung Norjanah lagi, Masyarakat Desa Pondok Babaris justru meminta proses pengolahan bio gas bisa dirubah menjadi energi listrik, karena aliran listrik dari PLN Amuntai belum menjangkau kawasan ini.
"Dulu masyarakat pernah menerima bantuan alat pembangkit listrik tenaga surya, namun banyak dari alat tersebut yang hilang," katanya.
Dikatakan bahwa energi listrik juga bisa dihasilkan dari bio gas eceng gondok dibantu mesin diesel dan melalui proses penyaringan atau pemurnian.
"Kita dibantu tenaga ahli dari UGM untuk proses penghasilan energi listrik ini yang Insya Allah di 2016 masyarakat sudah bisa menikmati penerangan listrik dari bio gas eceng gondok," katanya.
Ditambahkan, Dinas Hutbun ESDM pada 2016 berencana kembali mengusulkan bantuan Mesin Digester untuk masyarakat di Kecamatan Haur Gading.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015