Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap agar hak-hak kelompok disabilitas dapat diakomodasi dalam kebijakan pembangunan yang inklusif dan nondiskriminatif pasca pandemi.
“Indonesia menghormati hak penyandang disabilitas. Ratifikasi terhadap Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas pada tahun 2011 adalah wujud dari komitmen ini,” kata Menko Airlangga pada acara G20 Campaign yang dikutip di Jakarta, Jumat.
Ratifikasi, lanjutnya, merupakan pintu masuk untuk memperhatikan para penyandang disabilitas sebagai subyek, bukan lagi objek pembangunan.
Dalam Forum G20, Indonesia menekankan pada nilai inklusi melibatkan peran dari semua pihak termasuk penyandang disabilitas karena mempunyai hak kesetaraan, mulai dari akses pendidikan hingga akses pasar tenaga kerja.
Airlangga mengatakan penyandang disabilitas bukan kelompok yang selalu dianggap bergantung tetapi justru menjadi kelompok yang produktif sehingga pemerintah Indonesia ingin mendorong isu disabilitas sebagai isu lintas sektor dan mengajak dunia untuk memikirkan dan membangun ekosistem disabilitas yang membuat para penyandang disabilitas menjadi lebih produktif.
Ia menekan bahwa penyandang disabilitas memang berkebutuhan khusus, tapi bukan berarti tidak mampu. Penyandang disabilitas memiliki keterbatasan, tapi tidak serta merta harus dibatasi.
“Penyandang disabilitas adalah kelompok yang dapat menjadi mesin penggerak produktif secara ekonomi, apabila diberikan kesempatan yang sama dan ruang ekspresi yang luas,” ujarnya.
Selama masa pandemi, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 21,2 juta orang dan jumlah penyandang disabilitas di dunia yang mencapai 1 miliar orang. Kesulitan kelompok penyandang disabilitas untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan sesuai, bertambah dengan berbagai kebijakan perusahaan yang harus menyesuaikan situasi pandemi.
Para penyandang disabilitas juga terkendala dengan minimnya akses terhadap program jaminan sosial dan pendidikan. Hanya sekitar 28 persen penyandang disabilitas yang memiliki jaminan sosial dan tidak lebih dari 1 persen saja di negara berpenghasilan rendah. Sementara itu, keterbatasan alat peraga pendidikan, software, dan akses internet juga menjadi kendala bagi anak-anak penyandang disabilitas untuk mengatasi learning loss selama pandemi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022