Perbuatan pidana saat ini tidak selalu berujung hukuman penjara yang melalui proses panjang persidangan di pengadilan.

Berpedoman pada Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, jaksa kini punya pegangan agar perkara-perkara yang harusnya bisa diselesaikan di luar pengadilan dapat dimediasi dengan kesepakatan damai antara korban dan tersangka.

Sejalan dengan semangat Jaksa Agung RI Burhanuddin yang menerbitkan aturan, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Banjarmasin Denny Wicaksono pun jadi jaksa yang konsisten menerapkan keadilan restoratif.

Sejak aturan tersebut dibuat, tercatat sudah ada empat perkara yang dapat diselesaikan sebelum status tersangka ditingkatkan menjadi terdakwa. Tiga perkara di antaranya terjadi di tahun 2020 dan satu perkara di 2021.

"Kasus terakhir kami membebaskan dari tuntutan seorang pencuri dua kotak susu formula setelah kami berhasil meyakinkan pihak pelapor yaitu Indomaret agar dapat memaafkan tersangka," kata Denny yang ditemui ANTARA di ruang kerja, Kamis.

Sementara pada tiga perkara di tahun 2020 yang berhasil menerapkan keadilan restoratif yaitu kasus penggelapan, penadahan dan pencurian satu unit sepeda.

Denny menyebut pula ada satu lagi perkara yang sedang diupayakan mediasi yaitu kasus kekerasan dalam rumah (KDRT) dan dia berharap antara korban dan pelaku bisa berdamai.

Dijelaskan Denny, filosofi dasar keadilan restoratif yakni agar hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Harapannya, tidak ada lagi perkara yang disidangkan memuat hal-hal terlalu ringan yang sejatinya bisa diselesaikan di luar pengadilan.

Jaksa mempunyai kewenangan memediasi ketika penyerahan tersangka dan barang bukti oleh penyidik Kepolisian. 

Para pihak dipertemukan kembali untuk bisa duduk satu meja menyepakati jalan damai sehingga kasusnya tidak dilanjutkan ke persidangan demi kebaikan bersama.

"Tentunya kami sebagai jaksa juga minta petunjuk  pimpinan sebelum mengambil langkah keadilan restoratif. Jika dinilai layak maka mediasi diupayakan tercapai," jelasnya.

Denny menegaskan sebagai pelayan masyarakat insan Adhyaksa harus mempertimbangkan aspek moral dan etika yang ada di masyarakat. 

Untuk itulah, hukum yang bersifat pragmatis sekarang dapat berubah menjadi dinamis dan progresif mengikuti perkembangan zaman, sehingga rasa keadilan itu ada di mata masyarakat.
Denny Wicaksono saat menyerahkan kembali barang bukti dua kotak susu formula kepada korban setelah mediasi tercapai dalam penerapan keadilan restoratif. (ANTARA/Firman)

Merujuk Peraturan Kejaksaan Agung, ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif yang bisa dilakukan yaitu pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.

Namun ada pengecualian jika kerugian melebihi Rp2.500.000 tapi ancamannya tidak lebih dari 2 tahun, ancaman lebih dari 5 tahun asal kerugian tidak melebihi Rp2.500.000 serta kepentingan korban terpenuhi dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.

Adapun lima perkara yang tidak dapat dihentikan penuntutannya dalam penerapan restoratif yaitu pertama tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat presiden dan wakil presiden, menganggu ketertiban umum dan kesusilaan.

Kedua, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimal. Ketiga, tindak pidana peredaran narkoba, lingkungan hidup dan korporasi.  

Pewarta: Firman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021