Penutupan jalan batu bara karena persoalan antara PT Tapin Coal Terminal (TCT) dan PT Antang Gunung Meratus (AGM) di kilometer 101, Desa Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin belum menemukan titik temu, mediasi dilakukan juga belum membuahkan hasil yang bisa diterima kedua belah pihak.

Dampak yang dirasakan tentunya untuk ekonomi dan kesejahteraan warga sekitar, pekerja jasa angkutan serta jasa usaha lainnya terkait dengan pemanfaatan jalan hauling tersebut, tidak hanya dirasakan warga Tapin tetapi juga warga Hulu Sungai Selatan (HSS) yang mengandalkan pendapatan keluarga dari sektor ini.

"Kalau untuk kami dari para sopir jasa angkutan tentu sangat fatal dampaknya, karena sudah sebulan tidak bisa bekerja sementara untuk mencari pekerjaan lain pun di saat ini susah," kata salah satu sopir angkutan, T Santoso, saat memberikan keterangan, Rabu (22/12) siang.

Dijelaskan dia, jumlah unit kendaraan jasa angkutan batu bara mencapai 1.200 unit, setiap unit dioperasikan dua orang, jadi ada 2.400 orang sopir yang sangat terdampak, belum lagi jumlah keluarga masing-masing untuk dinafkahi.

Dirinya berprofesi sebagai sopir jasa angkutan batu bara sudah sepuluh tahun, memiliki dua anak yang duduk dibangku SMP dan SD, istri sebagai ibu rumah tangga, maka dirinyalah satu-satunya yang jadi tulang punggung menghidupi keluarga.

Dan selama sebulan ini, baik dirinya maupun beberapa rekan sopir lainnya telah mencoba usaha lain, seperti menjual rongsokan dan besi tua, tambal ban dan jualan roti, namun karena pembeli juga sepi maka tidak memperoleh pendapatan yang diharapkan, disamping rata-rata pembeli juga datang dari jalan yang ditutup.

"Harapan kami tentunya agar jalan tersebut kembali dibuka, atau ada jalan alternatif untuk menyeberang aspal, daripada masyarakat kelaparan akan lebih baik bila diberikan jalur alternatif, walau macet sedikit tapi masyarakat tetap bisa makan," katanya.

Sementara itu, pekerja mekanik warga Batu Bini, Kecamatan Padang Batung, HSS, Masni, mengatakan terpaksa kerja serabutan, jadi buruh kasar atau menyadap karet dengan penghasilan yang tidak menentu, pendapatannya juga jauh rendah dari profesi yang dilakoninya selama ini sebagai mekanik jasa angkutan batu bara.

Menurut dia, dengan pekerjaan sebagai mekanik mendapatkan penghasilan rutin dari pekerjaan yang dilakukan sehari-hari, penghasilan tersebut mencukupi kebutuhan keluarga, serta sangat berharap persoalan penutupan jalan tersebut bisa segera diselesaikan sehingga bisa beraktifitas sesuai keahlian yang dimiliki.

"Kalaupun hendak bekerja sebagai mekanik juga tidak ada yang diperbaiki, karena angkutan yang digunakan juga belum bisa beroperasi,serta kami ini ada ratusan mekanik yang menggantungkan hidup dari usaha seperti saya ini," katanya.

Selain pekerja jasa angkutan dan mekanik, keluhan juga disuarakan warga lainnya karena penutupan jalan hauling, yang memiliki warung berjualan keperluan sehari-hari juga mengaku resah karena pembeli sepi, pemilik bengkel kendaraan mulai berkurang pelanggan hingga jasa cuci motor yang hampir gulung tikar.  

Pewarta: Fathurrahman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021