Pandemi COVID-19 membikin buah "Limpasu" (Baccaurea lanceolata) di wilayah Kecamatan Hantakan - kawasan Pegunungan Meratus Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan menjadi "lumus" atau langka karena habis dari pohonnya.

"Buah Limpasu sudah lumus di wilayah Hantakan," ujar Bayu melalui telepon seluler, Selasa (10/8) malam, yang baru saja meliput penaman seribu pohon di kawasan pegunungan "Bumi Murakata" HST, Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut.

Penaman seribu pohon tersebut oleh "Posko Meratus" - sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan bekerjasama dengan berbagai pihak, terutama yang peduli terhadap lingkungan hidup.

Sebelumnya dalam kunjungan Tim Antara Kalsel ketika berkunjung ke Posko Meratus di Kecamatan Hantakan (sekitar 177 kilometer timur laut Banjarmasin) pada 30 Juli lalu masih bisa membawa oleh-oleh buah Limpasu lebih kurang lima kilogram.

Namun ketika Pewarta Foto Antara dari Banjarmasin kembali ke Hantakan 6 Agustus 2021 untuk meliput dan bersama-sama Posko Meratus menanam seribu pohon, ternyata buah Limpasu di kawasan tersebut sudah lumus.

"Kada kawa (tidak bisa) membawa "bulik" (pulang) buah Limpasu lagi karena sudah lumus," ujar pewarta foto muda yang energik dan suka "berpualang" di kawasan Meratus tersebut.

Lumusnya Limpasu atau buah hutan Pegunungan Meratus itu karena banyak warga masyarakat yang menggunakan sebagai salah satu pencegahan dan pengobatan COVID-19.

Pasalnya sebuah surat kabar terbitan Banjarmasin memberitakan "Buah Limpasu Sembuhkan Warga Masyarakat Sekampung dari COVID-19" dan hal itu terjadi di wilayah Kecamatan Hantakan.

Penggunaan buah Limpasu sebagai alternatif pencegahan dan pengobatan secara herbal terhadap COVID-19 cukup beralasan, karena selain mudah mendapatkannya, juga kalaupun membeli harganya murah.
Buah umat Arthocarpus limpaso). (Antaranews Kalsel/Istimewa)


Sementara banyak warga masyarakat yang mengeluhkan sulit mencari/pendapatan obat pencegah dan pengobatan COVID-19, terlebih masih mewabahnya virus Corona yang bisa merenggangkan nyawa manusia.

Sedangkan sebelumnya buah Limpasu untuk perawatan kulit/wajah atau kecantikan perempuan pedalaman Meratus yang merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang mereka.

Terkait sebagai obat herbal buat COVID-19 tersebut, Wakil Bupati (Wabup) HST Drs H Mansyah Sabri meminta Dinas Kesehatan setempat melakukan uji klinis terhadap buah Limpasu itu.

Orang nomor dua di jajaran pemerintah kabupaten (Pemkab) HST itu tidak menginginkan penggunaan buah Limpasu untuk pencegahan dan pengobatan COVID-19 justru menimbulkan dampak negatif lain.

"Kalau dari hasil uji klinis ternyata memang buah Limpasu cocok untuk pencegahan dan pengobatan COVID-19, alhamdulilah sehingga pohon tersebut perlu kita lestarikan," demikian Mansyah Sabri.

Harapan atau permintaan serupa dengan Wabup HST tersebut dari Sekretaris Komisi IV Bidang Kesra DPRD Kalsel yang juga membidangi pendidikan dan kesehatan, Firman Yusi SP.

Firman Yusi yang juga Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan, agar pihak terkait segera melakukan uji klinis terhadap buah Limpasu tersebut.

"Mungkin juga terhadap buah-buah hutan lainnya yang banyak terdapat di kawasan Meratus yang kegunaannya sama dengan buah Limpasu seperti 'buah umat' (Arthocarpus limpaso)," ujarnya.

"Buah umat (sebutan masyarakat Kabupaten Tabalong, Kalsel) itu juga rasa asam/masam sama dengan buah Limpasu," lanjut mantan anggota DPRD "Bumi Saraba Kawa" Tabalong tersebut.



 

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021