Beras merah organik tampaknya kini menjadi peluang baru bagi petani untuk mendulang rupiah. Pasalnya, keberadaannya mulai dicari oleh masyarakat yang peduli terhadap investasi kesehatan, apalagi di tengah maraknya beras bercampur bahan plastik.

Peluang tersebut tampaknya juga ditangkap oleh jajaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang kini juga sedang fokus mengembangkan pada sektor pertanian dan tanaman pangan guna mencapai swasembada beras dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Memastikan peluang emas pengembangan beras merah organik tersebut, jajaran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Asisten Bidang Perekonomian Setdaprov Kalsel Mariatul Asyiah bersama Biro Humas Setdaprov dan wartawan melakukan kunjungan kerja ke Bandung, Selasa (19/5).

Menurut Mariatul, Kalimantan Selatan memiliki potensi lahan pertanian yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai upaya menopang ketahanan pangan daerah dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Namun, sayangnya potensi tersebut belum digarap secara maksimal karena masih terbatasnya wawasan, baik dari budi daya hingga bisnis atau pemasaran, sehingga potensi yang ada belum mampu memberikan nilai lebih bagi petani.

Selain itu, petani Kalsel juga masih kalah bersaing dalam berbagai hal dengan petani dari daerah lain, mulai dari teknologi hingga pengemasan.

"Kunjungan seperti saat ini sangat penting untuk terus dilakukan agar membuka wawasan pemerintah dalam menetapkan kebijakan pembangunan, terutama untuk sektor pertanian," katanya.

Salah satu daerah yang telah mampu mengembangkan sektor pertanian, sebagai sektor unggulan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, adalah Kelompok Tani Sarinah di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Kelompok Tani Sarinah ini menjadi salah satu kelompok tani yang mampu mengembangkan pertanian organik beras merah, yang kini tidak hanya mampu memberikan keuntungan bagi anggota kelompok, tetapi juga mampu mengangkat nama daerah di tingkat nasional.

Berawal dari lahan seluas 5 hektare milik Ketua Poktan Sarinah, pada tahun 2009 Tuty Wariyati mencoba mengembangkan beras merah organik.

Awalnya, apa yang dilakukan Tuty tersebut kurang mendapatkan respons dari petani sekitar karena selain masih banyak kendala yang harus dilalui oleh Tuty, juga keuntungan yang belum maksimal, bahkan pada saat awal, peroleh hasil produksi tidak maksimal.

Pada tahun pertama peralihan pertanian organik ini, hasil panen petani merosot tajam dan diperlukan waktu hingga empat kali musim tanam untuk mengembalikan kesuburan tanah dengan mengandalkan pupuk organik.

"Sebelum kita beralih ke sistem organik, lahan kita merupakan lahan sakit karena lama terkena pupuk kimia sehingga untuk menyehatkan kembali lahan tersebut perlu waktu cukup lama," katanya.

Namun, dengan dukungan dari pemerintah daerah yang memberikan subsidi dan bantuan benih maupun pupuk, serta peralatan yang diperlukan, membuat pertanian organik di daerah ini, bahkan di Jawa Barat terus berkembang.

Hingga akhirnya, upaya Tuty untuk mengembangkan pertanian organik beras merah tersebut mulai menghasilkan buah manis sehingga pertanian sistem organik ini terus berkembang.

Hingga akhirnya terbentuklah PT Sarinah Agro. Perusahaan ini dibentuk kelompok tani Sarinah di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Di pabrik skala kecil atau industri rumah tangga ini, pengemasan beras merah dilakukan untuk dijual ke sejumlah daerah di Tanah Air dan diekspor ke mancanegara.



Kewalahan

Kiprah Kelompok Tani Sarinah, bukan hanya menjadi motivasi bagi petani lain di Kabupaten Bandung untuk beralih ke sistem organik, melainkan juga membuat beberapa perusahaan retail besar kini telah melakukan kerja sama penjualan dengan kelompok tani tersebut.

Bahkan, beberapa modal usaha, mulai dari mesin pengemasan, plastik kemasan, ruang penyimpanan, hingga beberapa keperluan lain, telah disiapkan oleh perusahaan pemasar.

Hasilnya, kini beras merah maupun beras putih organik Kelompok Tani Sarinah bisa dijumpai di berbagai supermarket dan toko besar di seluruh Indonesia, bahkan mancanegara.

Saat ini, Kelompok Tani Sarinah membina sekitar 32 petani di Kecamatan Ciparay dengan luas lahan pertanian 33 hektare dan 17 petani lagi yang melakukan masa transisi tahun ini yang semula mengembangkan padi cara biasa menjadi organik.

Bisnis beras organik ujar Tuty memang lebih menguntungkan daripada beras nonorganik. Namun, supaya bisa menghasilkan produk pangan organik sesuai dengan standar, harus lolos berbagai persyaratan.

Menurut dia, awal memulai sistem organik tersebut, produksi padi sempat anjlok hingga empat kali musim tanam. Kemudian, setelah produksi padi normal, sempat terjadi penumpukan stok karena kurang pemasaran.

Setelah banyak ikut pameran, akhirnya mulai dikenal orang dan sekarang pihaknya justru kekurangan karena banyak permintaan yang tidak bisa dipenuhi.

"Jadi, kalau sebelumnya banyak menumpuk beras karena tidak ada yang membeli, sekarang justru tidak sempat menyetok karena kekurangan berasnya," katanya.

Kepala Seksi Serealia Dinas Pertanian Jawa Barat Poppy F.A. mengatakan bahwa pengembangan pertanian organik sejak 2004 dan baru pada tahun 2011 hasilnya kelihatan.

Luas lahan pertanian padi organik di daerah ini mencapai 50.000 hektare dari total luas lahan pertanian padi yang mencapai 930.029 hektare.

Provinsi Jabar merupakan salah satu daerah penyangga pangan nasional dengan produksi padi 12 juta ton per tahun.

Beras merah mulai banyak diminati masyarakat seiring dengan makin tingginya kesadaran masyarakat terhadap investasi kesehatan.

Apalagi, beras ini bagus dikonsumsi oleh penderita diabetes karena beras dengan kadar gula rendah khususnya. Beras jenis ini selain lebi cepat matang, lebih gampang dicerna, serta kulit luar dan kulit ari beras merah merupakan kumpulan kaya protein, vitamin, kalsium, magnesium, serat, dan potasium.

Mereka yang sedang diet dan ingin menurunkan berat badan, serta untuk penderita diabetes, beras merah mempunyai indeks glikemik redah yang dapat membantu tubuh untuk mengurangi lonjakan insulin.

Beras jenis ini juga baik dikonsumsi bayi karena kaya akan nutrisi alami serta tinggi serat. Makanan seperti ini dibutuhkan oleh bayi untuk mempercepat proses pertumbuhannya

Pada saat kunjungan, terlihat para pekerja sedang membungkus butiran beras merah pilihan yang sebelumnya telah melalui penyortiran, ditimbang, dan dimasukkan dalam kantong kemasan ukuran 1 kilogram, 2 kg, dan 5 kg, sesuai dengan pesanan.

"Setiap bulan, kami mampu memproduksi sebanyak 12 ton beras merah dan beras putih organik," kata Tuti Waryati.

Kelompok tani ini sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan bidang pertanian, baik di tingkat provinsi maupun nasional, bahkan beberapa kali diundang Presiden ke Istana Negara.

"Sebenarnya permintaan terhadap beras organik sangat besar. Namun, karena keterbasan hasil panen beras organik, membuat permintaan dari dalam dan luar negeri banyak yang ditolak," lanjut Tuti.

Selain membina sekitar 30 kelompok kecil petani di Kecamatan Ciparay, Gapoktan Sarinah, kini telah memiliki luas lahan pertanian organik kelompok ini mencapai 50 hektare dan tengah dikembangkan menjadi 125 hektare.

Menurut Tuti, bisnis beras organik kendati lebih menguntungkan daripada beras nonorganik, untuk menghasilkan produk pangan organik berstandar ekspor, harus lolos berbagai persyaratan ketat yang ditetapkan perusahaan.

"Tidak mudah untuk memasok beras organik ke perusahaan makanan maupun ekspor terlebih dahulu produk harus lolos uji, mulai dari penanaman padi sampai pengolahan produksi," katanya.

Bahkan, pengawasan ketat sudah dilaksanakan sejak pengolahan tanah, penanaman, hingga pembungkusan.

"Pada saat pembungkusan harus benar-benar bersih karena terikut barang lain kecil saja, bungkusan beras berapa pun banyaknya akan dikembalikan dan dibongkar ulang," katanya.



Pola Pikir

Asisten II bidang Pembangunan Pemprov Kalimantan Selatan Mariatul Asiah mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Kelompok Tani Sarinah itu bisa menginspirasi petani di Kalimantan Selatan.

"Apa yang dilakukan oleh petani Kelompok Tani Sarinah ini ternyata lebih dari yang saya pikirkan, dan ini sangat baik untuk dilakukan petani di Kalsel," katanya.

Hanya saja, kata dia, bukan hal yang mudah untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap perubahan, kecuali sudah ada bukti nyata apa yang dilakukan memberikan keuntungan lebih.

"Kami akan berusaha untuk mendorong agar sektor tanaman pangan ini terus berkembang di Kalsel sehingga daerah yang sebelumnya bertumpu pada sektor pertambangan, lambat laun bisa ke sektor agraris," katanya.

Saat ini, kata dia, Kalsel juga mulai mengembangkan pertanian organik walau masih dalam skala kecil karena masih fokus pada peningkatan produksi beras.

Dengan luas lahan pertanian padi 500.000 hektare, tingkat produksi Kalsel masih tergolong rendah, yakni 2,1 juta ton gabah kering giling.

"Sebagian besar lahan yang ada hanya ditanam satu kali setahun. Selain itu, petani lebih menyukai menanam padi lokal jenis siam unus, yang masa tanamnya mencapai 8 bulan.

Beberapa petani yang mulai terbuka dan siap menerima permintaan pasar, antara lain petani beras organik di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.

Kini, petani di daerah tersebut juga mulai mengembangkan padi beras merah untuk memenuhi permintaan yang meningkat dari berbagai daerah, bahkan dari Jawa, kendati usaha tersebut belum semaju usaha Kelompok Tani Sarinah.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Usaha Bersama Desa Teluk Limbung Asnan di Amuntai mengatakan bahwa petani mulai menanam padi organik merah untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat.

"Bahkan, satu perusahaan di Pulau Jawa sudah memesan cukup banyak. Namun, sayangnya petani terkendala permodalan untuk pembelian bibitnya, sementara lahan yang bisa digarap mencapai 150 hektare," katanya

Asnan mengatakan bahwa Gapoktan Usaha Bersama Desa Teluk Limbung Kecamatan Babirik akan menandatangani kerja sama dengan sebuah perusahaan dari Pulau Jawa yang akan membeli beras merah dari petani di HSU.

Pihak perusahaan berharap bisa membeli beras merah sebanyak 2 ton setiap bulan. Namun, petani di Babirik untuk sementara hanya bisa memenuhi sebanyak setengah ton.

Gapoktan Maju Bersama sejak setahun terakhir mengembangkan beras merah, dan hasilnya mendapatkan sambutan cukup bagus di pasaran, apalagi beras ini dikemas dengan cukup modern sehingga memudahkan untuk pemasarannya.

Asnan mengatakan bahwa petani organik di desanya mulai kewalahan menerima pesanan, apalagi ke depan harus memenuhi permintaan dari Pulau Jawa.

Ia bisa memaklumi tingginya minat terhadap beras merah karena khasiatnya bagi kesehatan, di antaranya menurunkan kolesterol, hipertensi, dan bagus di konsumsi penderita diabetes.

Menurut Asnan, beras merah varietas Empari 24 yang diproduksi Gapoktan dikemas dalam plastik dan kotak ber merek Padi Mas Mulia dengan berat 1 kilogram, dijual seharga Rp12 ribu.

"Oleh pedagang di Kota Amuntai harganya bisa meningkat hingga Rp35 ribu" katanya.

Guna melindungi petani organik dari para tengkulak, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten HSU membantu membentuk Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).

Bumdes tersebut nantinya akan membeli produksi beras organik dari petani dengan harga yang pantas dan membantu pengembangan usaha pertanian.

Kepala Bidang Pengembangan Teknologi Tepat Guna BPMPD HSU Hj. Rahmiati mengetahui kendala yang dihadapi petani terkait dengan minimnya modal bagi penambahan bibit beras merah ini.

Bantuan hibah dari provinsi, kata dia, sudah pernah diberikan bagi Gapoktan Usaha Bersama. Khusus di Kalimantan Selatan, hanya dua kabupaten yang dipilih untuk pengembangan padi organik, yakni Kabupaten Banjar dan HSU.

"Nanti jika usaha Gapoktan telah berkembang dan dievaluasi kemungkinan nanti akan ada penguatan modal lanjutan dari pemerintah provinsi," katanya.

Ia berharap adanya Bumdes yang membantu usaha petani di desa mampu mengembangkan usaha dan pemasaran beras organik, khususnya beras merah sehingga bisa petani memenuhi berbagai pesanan.

"Kita juga berharap adanya bantuan bibit beras merah dari Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura," pungkasnya.

Pewarta: ulul maskuriah

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015