Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19, Nasrullah S.Sos.I, MA mengingatkan masyarakat agar jangan sembarang mengklaim obat yang mampu menyembuhkan COVID-19.
"Belakangan kembali ramai ada buah-buahan yang tumbuh di Kalimantan Selatan setelah dikonsumsi bisa menyembuhkan gejala COVID-19, namun demikian perlu dicermati agar masyarakat tidak tergiring opini yang keliru," katanya di Banjarmasin, Jumat.
Dijelaskan Nasrullah, sebagaimana pengobatan medis, pengobatan non-medis pun hingga sekarang belum ada yang menjadi satu-satunya obat yang benar-benar ampuh menyembuhkan penderita COVID-19.
Namun demikian, selalu ada klaim tanaman yang mampu menyembuhkan COVID-19 dan disampaikan secara testimoni masyarakat dan biasanya mudah diterima oleh nalar publik.
Menurut Nasrullah, tanaman baik buah, akar, batang, pucuk, hingga daun membutuhkan uji coba di masyarakat secara turun-temurun, sehingga jadilah tanaman tradisional. Meski begitu, wajib pula memiliki korelasi dengan temuan ilmiah melalui artikel berbagai jurnal.
"Sehingga, pandangan pakar terkait obat-obatan tradisional atau herbal kaitannya dengan medis patut menjadi pertimbangan," ujarnya.
Yang paling penting, kata dia, jangan sampai tanaman tersebut dieksploitasi sedemikian rupa, dibabat secara massal yang dapat menjadi ancaman kelangsungan hidupnya. Apalagi, jika tanaman tersebut termasuk endemik atau hanya di suatu tempat.
"Kita perlu belajar dari kasus tanaman bajakah yang dikenal luas karena liputan media massa televisi dan dieksploitasi untuk dijual karena dianggap obat kanker, sehingga membuat Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melarang tanaman tersebut keluar daerah," beber pakar antropologi masyarakat jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Menurut Nasrullah, obat-obatan tradisional di masyarakat biasanya bercirikan, antara lain ada ritus yang mengitari pengambilan, pengolahan atau proses pengobatan.
Kemudian ada pilihan waktu tertentu pengobatan, demikian juga akses untuk mendapatkan, bahkan cara pemakaiannya tidak sembarangan orang mengetahui. Di balik semua itu, tentu saja selain khasiat ada kearifan lokal untuk menjaga agar tidak terjadi eksploitasi habis-habisan.
"Kita tentu menggunakan berbagai upaya untuk terhindar dan sembuh dari COVID-19, tetapi juga lingkungan alam kita harus tetap lestari," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
"Belakangan kembali ramai ada buah-buahan yang tumbuh di Kalimantan Selatan setelah dikonsumsi bisa menyembuhkan gejala COVID-19, namun demikian perlu dicermati agar masyarakat tidak tergiring opini yang keliru," katanya di Banjarmasin, Jumat.
Dijelaskan Nasrullah, sebagaimana pengobatan medis, pengobatan non-medis pun hingga sekarang belum ada yang menjadi satu-satunya obat yang benar-benar ampuh menyembuhkan penderita COVID-19.
Namun demikian, selalu ada klaim tanaman yang mampu menyembuhkan COVID-19 dan disampaikan secara testimoni masyarakat dan biasanya mudah diterima oleh nalar publik.
Menurut Nasrullah, tanaman baik buah, akar, batang, pucuk, hingga daun membutuhkan uji coba di masyarakat secara turun-temurun, sehingga jadilah tanaman tradisional. Meski begitu, wajib pula memiliki korelasi dengan temuan ilmiah melalui artikel berbagai jurnal.
"Sehingga, pandangan pakar terkait obat-obatan tradisional atau herbal kaitannya dengan medis patut menjadi pertimbangan," ujarnya.
Yang paling penting, kata dia, jangan sampai tanaman tersebut dieksploitasi sedemikian rupa, dibabat secara massal yang dapat menjadi ancaman kelangsungan hidupnya. Apalagi, jika tanaman tersebut termasuk endemik atau hanya di suatu tempat.
"Kita perlu belajar dari kasus tanaman bajakah yang dikenal luas karena liputan media massa televisi dan dieksploitasi untuk dijual karena dianggap obat kanker, sehingga membuat Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melarang tanaman tersebut keluar daerah," beber pakar antropologi masyarakat jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Menurut Nasrullah, obat-obatan tradisional di masyarakat biasanya bercirikan, antara lain ada ritus yang mengitari pengambilan, pengolahan atau proses pengobatan.
Kemudian ada pilihan waktu tertentu pengobatan, demikian juga akses untuk mendapatkan, bahkan cara pemakaiannya tidak sembarangan orang mengetahui. Di balik semua itu, tentu saja selain khasiat ada kearifan lokal untuk menjaga agar tidak terjadi eksploitasi habis-habisan.
"Kita tentu menggunakan berbagai upaya untuk terhindar dan sembuh dari COVID-19, tetapi juga lingkungan alam kita harus tetap lestari," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021