Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mendorong penerbitan obligasi syariah atau sukuk oleh pemerintah daerah guna memenuhi pembiayaan jangka panjang sekaligus memperdalam pasar modal syariah di Tanah Air.
Direktur Jasa Keuangan Syariah KNEKS Taufik Hidayat di Jakarta, Rabu, mengatakan, meskipun imbal hasil dari instrumen pasar modal syariah cukup menjanjikan, tapi suplainya masih relatif terbatas dan perlu terus didorong.
Ia mencontohkan sukuk korporasi yang jumlah serinya hanya tumbuh 3,7 persen atau 12 seri sukuk dari akhir 2020 sampai Juni 2021. Demikian juga sukuk negara pada periode yang sama hanya tumbuh 1,47 persen atau satu seri sukuk.
"Sementara kebutuhan akan instrumen tersebut sangat diperlukan bagi investor besar, long term funds untuk menyesuaikan atau melakukan matching dengan liabilities-nya sehingga perlu dorongan lebih kuat lagi dalam penerbitan instrumen dan juga inovasi produk seperti penerbitan sukuk berbasis equity atau sukuk yang diterbitkan oleh pemda," kata Taufik.
Baca juga: Lelang sukuk mampu serap Rp7,36 triliun
Untuk itu, KNEKS terus mendorong pemda untuk bisa menerbitkan multiple bonds syariah yang mudah-mudahan dalam waktu tidak lama lagi bisa direalisasikan, ujar Taufik.
Menurut Taufik, pasar modal syariah merupakan suatu sarana investasi yang dapat lebih dioptimalkan dan potensinya luar biasa sehingga perlu terus digalakkan tidak hanya untuk masyarakat sebagai investor, tetapi juga peranan penting pasar modal bagi perusahaan maupun negara sebagai sumber pendanaan.
"Pasar modal syariah juga terus mencatatkan pertumbuhan baik dari sisi aset maupun partisipasi investornya. Kalau kita lihat tren pertumbuhannya sangat signifikan," kata Taufik.
Pada Juni 2021, total aset saham syariah mencapai Rp1.119,3 triliun atau naik Rp38,6 triliun dibandingkan Desember 2020 yang mencapai Rp1.077 triliun. Kapitalisasi pasar saham syariah pada Juni 2021 juga tercatat lebih dari Rp3.336 triliun atau 47 persen dari keseluruhan kapitalisasi di pasar saham.
Di sisi lain, pasar saham syariah juga menawarkan peluang keuntungan invstasi yang cukup menjanjikan baik saham syariah maupun sukuk.
Taufik mencontohkan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang meningkat 366 persen selama setahun terakhir dari posisi Rp473 per saham menjadi Rp2.209 per saham pada 5 Juli 2020. Sedangkan untuk sukuk, kinerjanya dalam setahun terakhir juga mencatatkan pertumbuhan imbal hasil (yield) 12,28 persen.
"Walaupun kita sedang mengalami kondisi pandemi yang masih berjalan hingga saat ini , tapi kedua instrumen tadi dapat menawarkan imbal hasil yang bukan sekedar cukup, tapi sangat menarik," ujar Taufik.
Baca juga: Pemerintah jual SR013 dengan imbal hasil 6,05 persen
Total investor saham syariah per Juni 2021 juga naik signifikan menjadi 97.759 inivestor, sedangkan untuk sukuk dan sukuk tabungan yaitu 436.000 investor
Ia menambahkan, potensi pasar modal syariah sangat besar namun jika tidak digarap dengan sangat serius maka tingkat literasi dan inklusinya dikhawatirkan masih stagnan.
"Rendahnya literasi meupun inklusi merupakan tantangan dalam pengembangan pasar modal dan keuangan syariah di Indonesia di 2019. Tingkat literasi masyarakat terhsdap keuangan syariah secara nasional baru mencapai 8,93 sedangkan tingkat inklusi 9,1 persen. Sementara tingkat literasi terhadap pasar modal syariah lebih rendah lagi sekitar 5 persenan," kata Taufik.
Menurut dia, perlu upaya terus menerus dari semua pemangku kepentingan termasuk lembaga keuangan syariah dan juga perbankan syariah untuk memperkenalkan apa sebetulnya produk dan mekanisme pasar modal syariah yang sesuai dengan aturan yang ada.
Dengan demikian, katanya, peningkatan literasi di pasar modal syariah juga dapat memberikan pemahaman serta kemampuan yang dibutuhkan bagi para investor potensial untuk berinvestasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Direktur Jasa Keuangan Syariah KNEKS Taufik Hidayat di Jakarta, Rabu, mengatakan, meskipun imbal hasil dari instrumen pasar modal syariah cukup menjanjikan, tapi suplainya masih relatif terbatas dan perlu terus didorong.
Ia mencontohkan sukuk korporasi yang jumlah serinya hanya tumbuh 3,7 persen atau 12 seri sukuk dari akhir 2020 sampai Juni 2021. Demikian juga sukuk negara pada periode yang sama hanya tumbuh 1,47 persen atau satu seri sukuk.
"Sementara kebutuhan akan instrumen tersebut sangat diperlukan bagi investor besar, long term funds untuk menyesuaikan atau melakukan matching dengan liabilities-nya sehingga perlu dorongan lebih kuat lagi dalam penerbitan instrumen dan juga inovasi produk seperti penerbitan sukuk berbasis equity atau sukuk yang diterbitkan oleh pemda," kata Taufik.
Baca juga: Lelang sukuk mampu serap Rp7,36 triliun
Untuk itu, KNEKS terus mendorong pemda untuk bisa menerbitkan multiple bonds syariah yang mudah-mudahan dalam waktu tidak lama lagi bisa direalisasikan, ujar Taufik.
Menurut Taufik, pasar modal syariah merupakan suatu sarana investasi yang dapat lebih dioptimalkan dan potensinya luar biasa sehingga perlu terus digalakkan tidak hanya untuk masyarakat sebagai investor, tetapi juga peranan penting pasar modal bagi perusahaan maupun negara sebagai sumber pendanaan.
"Pasar modal syariah juga terus mencatatkan pertumbuhan baik dari sisi aset maupun partisipasi investornya. Kalau kita lihat tren pertumbuhannya sangat signifikan," kata Taufik.
Pada Juni 2021, total aset saham syariah mencapai Rp1.119,3 triliun atau naik Rp38,6 triliun dibandingkan Desember 2020 yang mencapai Rp1.077 triliun. Kapitalisasi pasar saham syariah pada Juni 2021 juga tercatat lebih dari Rp3.336 triliun atau 47 persen dari keseluruhan kapitalisasi di pasar saham.
Di sisi lain, pasar saham syariah juga menawarkan peluang keuntungan invstasi yang cukup menjanjikan baik saham syariah maupun sukuk.
Taufik mencontohkan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang meningkat 366 persen selama setahun terakhir dari posisi Rp473 per saham menjadi Rp2.209 per saham pada 5 Juli 2020. Sedangkan untuk sukuk, kinerjanya dalam setahun terakhir juga mencatatkan pertumbuhan imbal hasil (yield) 12,28 persen.
"Walaupun kita sedang mengalami kondisi pandemi yang masih berjalan hingga saat ini , tapi kedua instrumen tadi dapat menawarkan imbal hasil yang bukan sekedar cukup, tapi sangat menarik," ujar Taufik.
Baca juga: Pemerintah jual SR013 dengan imbal hasil 6,05 persen
Total investor saham syariah per Juni 2021 juga naik signifikan menjadi 97.759 inivestor, sedangkan untuk sukuk dan sukuk tabungan yaitu 436.000 investor
Ia menambahkan, potensi pasar modal syariah sangat besar namun jika tidak digarap dengan sangat serius maka tingkat literasi dan inklusinya dikhawatirkan masih stagnan.
"Rendahnya literasi meupun inklusi merupakan tantangan dalam pengembangan pasar modal dan keuangan syariah di Indonesia di 2019. Tingkat literasi masyarakat terhsdap keuangan syariah secara nasional baru mencapai 8,93 sedangkan tingkat inklusi 9,1 persen. Sementara tingkat literasi terhadap pasar modal syariah lebih rendah lagi sekitar 5 persenan," kata Taufik.
Menurut dia, perlu upaya terus menerus dari semua pemangku kepentingan termasuk lembaga keuangan syariah dan juga perbankan syariah untuk memperkenalkan apa sebetulnya produk dan mekanisme pasar modal syariah yang sesuai dengan aturan yang ada.
Dengan demikian, katanya, peningkatan literasi di pasar modal syariah juga dapat memberikan pemahaman serta kemampuan yang dibutuhkan bagi para investor potensial untuk berinvestasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021