Kalimantan Selatan merupakan salah satu daerah yang dikenal bukan hanya sebagai provinsi kaya sumber daya alam seperti pertambangan, tetapi juga kaya dengan berbagai jenis buah endemik, atau buah yang hanya tumbuh di daerah tersebut.
Berbagai macam buah-buahan lokal yang cukup manis dan lezat tersebut, biasanya selalu hadir pada musim-musim tertentu, dan membanjiri berbagai daerah di Kalsel.
Musim panen buah yang biasanya selalu bersamaan, membuat harga buah-buah lokal menjadi sangat murah, sehingga kurang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Melihat melimpahnya berbagai macam buah lokal tersebut, membuat Hamidah dan suami, warga Hamalau, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), mencoba memanfaatkan potensi tersebut, menjadi berbagai macam aneka minuman.
Salah satunya adalah sirup atau warga Kalsel biasanya menyebut "satrup" dengan berbagai varian rasa buah endemik.
Sirup produksi Hamidah tentu berbeda dengan sirup yang sudah beredar di pasaran, karena berasal dari buah endemik khas Kalimantan, yaitu dari buah cempedak (tiwadak) dan kuini, produk sirupnya pun sukses dipasarkan dengan label "Satrup Hamalau".
"Buah-buah tersebut memang hanya bisa ditemui pada musim tertentu. Berawal dari ide keluarga bersama suami berhasil menciptakan inovasi sirup dengan rasa yang berbeda dari rasa sirup yang sudah terlebih dahulu dijual di pasaran," katanya.
Hamidah gigih dengan mencoba survei di pasar untuk melihat rasa sirup apa yang belum pernah dijadikan varian rasa sirup. Dia pun akhirnya memiliki ide untuk menjadikan buah khas Kalimantan yaitu cempedak dan kuini sebagai varian rasa sirup produksinya.
Cempedak dan kuini, merupakan buah dengan bau cukup menyengat namun disukai warga Kalsel. Selain itu, cempedak dan kuini ini bertujuan untuk memberikan pilihan lain untuk konsumen, namun tidak meninggalkan ciri khas selera lidah terutama untuk masyarakat Kalsel.
Buah cempedak sangat mirip dengan nangka, merupakan buah yang tumbuh subur di dataran Kalimantan, selain dikonsumsi buah dan bijinya kulitnya juga dapat diolah menjadi makanan.
Olahan makanan itu seperti asinan "mandai tiwadak" dan gorengan atau "gaguduh tiwadak". Sedangkan kuini yang juga buah khas dari Kalimantan adalah salah satu buah yang masih satu jenis dengan buah mangga. Rasanya yang manis dan aroma yang sangat kuat membuat mangga jenis ini disukai dan mudah diingat oleh banyak orang.
Sirup dari rasa buah kuini kesukaan atau favorit konsumen dan merupakan minuman paling laku dari produk "Satrup Hamalau" dan produk juga mudah diingat konsumen.
Awalnya produksi yang hanya dipasarkan di kios-kios kecil itu sering ditolak pemilik kios, karena dikhawatirkan kalah bersaing dengan produk terdahulunya. Tapi berkat ketekunan Hamidah dan suami, produk sirupnya berhasil diterima masyarakat, dan mulai dipasarkan ke beberapa kecamatan di Kabupaten HSS bahkan di Kalsel.
Dijual dengan harga Rp18 ribu per botol selain rasa cempedak dan kuini, Hamidah juga mengembangkan sirupnya dengan rasa frozen, rose dan melon.
Kemasannya pun dibuat beragam, tidak hanya menggunakan botol kaca tetapi juga juga botol plastik dengan ukuran 460 mililiter, yang tentunya lebih ringan dan lebih mudah untuk dibawa.
Tutup botol produknya juga berbeda dengan produk sirup lainnya, karena menggunakan mesin hasil inovasi sang suami, sehingga sangat mementingkan kualitas.
Selain itu, setelah pertama kali dibuka dan ditutup kembali, tutup tetap rapat seperti sebelumnya, sehingga membuat sirup tahan lebih lama dan lebih higienis. Jadi konsumen tidak perlu takut jika sirup cepat berkurang kualitasnya.
Pelestarian
Banyaknya jenis buah endemik Kalimantan Selatan yang kini sulit ditemui di pasaran, menarik minat ASN di Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional, Kabupaten Balangan, Hanif Wicaksono untuk melestarikan berbagai jenis buah-buahan tersebut.
Hanif mengaku tertarik dengan tanaman buah-buahan khas Kalimantan, dengan membudidayakan ragam jenis tanaman buah khas Kalimantan.
Dia membangun perpustakaan pohon atau arboretum kebun induk di Desa Ambutun, Kecamatan Telaga langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), dan kebun pembibitan tanaman langka Kalimantan di Desa Gambah Muka, Kecamatan Kandangan.
Saat ini sudah ada lebih ratusan jenis pohon buah langka hutan Kalimantan yang ditanam di lokasi yang mulai dibangun sejak 2012 di Kandangan.
Sebagai pendatang dari Pulau Jawa, sebelumnya dia tak pernah melihat buah lokal Kalimantan seperti pampakin dan labung.
Berawal dari rasa penasaran, Hanif kemudian mencari berbagai macam pohon buah, dibantu masyarakat lokal untuk mendapatkan beragam jenis pohon buah tersebut.
"Makin lama, saya banyak mendapati jenis buah yang aneh-aneh dan saya mulai mencoba membibitkan serta memperbanyaknya, karena sayang ada buahnya ada di pasar, pohonnya tidak diketahui dan saya khawatir pohonnya tidak ada lagi maka buahnya juga ikut menghilang," katanya.
Menurut Hanif, berbagai macam lokal yang rasanya manis asam tersebut ternyata juga disukai orang Eropa dan Amerika.
Plasma nutfah ini memiliki potensi tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan petani buah, karena tidak menutup kemungkinan, bila dikembangkan akan meningkatkan produksi berbagai macam buah lokal.
Banyak tanaman-tanaman Kalimantan yang cukup berharga, bijinya dijual di luar negeri, dan ini sangat disayangkan.
"Karena plasma nutfah ini kalau sudah hilang, ya sudah nggak bisa balik lagi, saya berharap pengembangan dan pemanfaatannya akan berimbas untuk kemajuan ekonomi di masyarakat," katanya.
Hanif merupakan sosok pegiat lingkungan dengan berbagai prestasi, di antaranya peraih penghargaan Astra Satu Indonesia Awards 2018 bidang lingkungan, Pena Hijau Awards 2018 kategori penggerak lingkungan.
Selain itu, pendiri program Tunas Meratus tersebut itu juga meraih Penghargaan Kalpataru tahun 2019 dari Kementerian Lingkungan Hidup atas jasanya dalam melestarikan lingkungan.
Melalui perpustakaan pohon tersebut, diharapkan menjadi lokasi ekowisata dan penelitian atau pembelajaran tentang pohon-pohon langka asli Kalimantan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Berbagai macam buah-buahan lokal yang cukup manis dan lezat tersebut, biasanya selalu hadir pada musim-musim tertentu, dan membanjiri berbagai daerah di Kalsel.
Musim panen buah yang biasanya selalu bersamaan, membuat harga buah-buah lokal menjadi sangat murah, sehingga kurang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Melihat melimpahnya berbagai macam buah lokal tersebut, membuat Hamidah dan suami, warga Hamalau, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), mencoba memanfaatkan potensi tersebut, menjadi berbagai macam aneka minuman.
Salah satunya adalah sirup atau warga Kalsel biasanya menyebut "satrup" dengan berbagai varian rasa buah endemik.
Sirup produksi Hamidah tentu berbeda dengan sirup yang sudah beredar di pasaran, karena berasal dari buah endemik khas Kalimantan, yaitu dari buah cempedak (tiwadak) dan kuini, produk sirupnya pun sukses dipasarkan dengan label "Satrup Hamalau".
"Buah-buah tersebut memang hanya bisa ditemui pada musim tertentu. Berawal dari ide keluarga bersama suami berhasil menciptakan inovasi sirup dengan rasa yang berbeda dari rasa sirup yang sudah terlebih dahulu dijual di pasaran," katanya.
Hamidah gigih dengan mencoba survei di pasar untuk melihat rasa sirup apa yang belum pernah dijadikan varian rasa sirup. Dia pun akhirnya memiliki ide untuk menjadikan buah khas Kalimantan yaitu cempedak dan kuini sebagai varian rasa sirup produksinya.
Cempedak dan kuini, merupakan buah dengan bau cukup menyengat namun disukai warga Kalsel. Selain itu, cempedak dan kuini ini bertujuan untuk memberikan pilihan lain untuk konsumen, namun tidak meninggalkan ciri khas selera lidah terutama untuk masyarakat Kalsel.
Buah cempedak sangat mirip dengan nangka, merupakan buah yang tumbuh subur di dataran Kalimantan, selain dikonsumsi buah dan bijinya kulitnya juga dapat diolah menjadi makanan.
Olahan makanan itu seperti asinan "mandai tiwadak" dan gorengan atau "gaguduh tiwadak". Sedangkan kuini yang juga buah khas dari Kalimantan adalah salah satu buah yang masih satu jenis dengan buah mangga. Rasanya yang manis dan aroma yang sangat kuat membuat mangga jenis ini disukai dan mudah diingat oleh banyak orang.
Sirup dari rasa buah kuini kesukaan atau favorit konsumen dan merupakan minuman paling laku dari produk "Satrup Hamalau" dan produk juga mudah diingat konsumen.
Awalnya produksi yang hanya dipasarkan di kios-kios kecil itu sering ditolak pemilik kios, karena dikhawatirkan kalah bersaing dengan produk terdahulunya. Tapi berkat ketekunan Hamidah dan suami, produk sirupnya berhasil diterima masyarakat, dan mulai dipasarkan ke beberapa kecamatan di Kabupaten HSS bahkan di Kalsel.
Dijual dengan harga Rp18 ribu per botol selain rasa cempedak dan kuini, Hamidah juga mengembangkan sirupnya dengan rasa frozen, rose dan melon.
Kemasannya pun dibuat beragam, tidak hanya menggunakan botol kaca tetapi juga juga botol plastik dengan ukuran 460 mililiter, yang tentunya lebih ringan dan lebih mudah untuk dibawa.
Tutup botol produknya juga berbeda dengan produk sirup lainnya, karena menggunakan mesin hasil inovasi sang suami, sehingga sangat mementingkan kualitas.
Selain itu, setelah pertama kali dibuka dan ditutup kembali, tutup tetap rapat seperti sebelumnya, sehingga membuat sirup tahan lebih lama dan lebih higienis. Jadi konsumen tidak perlu takut jika sirup cepat berkurang kualitasnya.
Pelestarian
Banyaknya jenis buah endemik Kalimantan Selatan yang kini sulit ditemui di pasaran, menarik minat ASN di Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional, Kabupaten Balangan, Hanif Wicaksono untuk melestarikan berbagai jenis buah-buahan tersebut.
Hanif mengaku tertarik dengan tanaman buah-buahan khas Kalimantan, dengan membudidayakan ragam jenis tanaman buah khas Kalimantan.
Dia membangun perpustakaan pohon atau arboretum kebun induk di Desa Ambutun, Kecamatan Telaga langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), dan kebun pembibitan tanaman langka Kalimantan di Desa Gambah Muka, Kecamatan Kandangan.
Saat ini sudah ada lebih ratusan jenis pohon buah langka hutan Kalimantan yang ditanam di lokasi yang mulai dibangun sejak 2012 di Kandangan.
Sebagai pendatang dari Pulau Jawa, sebelumnya dia tak pernah melihat buah lokal Kalimantan seperti pampakin dan labung.
Berawal dari rasa penasaran, Hanif kemudian mencari berbagai macam pohon buah, dibantu masyarakat lokal untuk mendapatkan beragam jenis pohon buah tersebut.
"Makin lama, saya banyak mendapati jenis buah yang aneh-aneh dan saya mulai mencoba membibitkan serta memperbanyaknya, karena sayang ada buahnya ada di pasar, pohonnya tidak diketahui dan saya khawatir pohonnya tidak ada lagi maka buahnya juga ikut menghilang," katanya.
Menurut Hanif, berbagai macam lokal yang rasanya manis asam tersebut ternyata juga disukai orang Eropa dan Amerika.
Plasma nutfah ini memiliki potensi tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan petani buah, karena tidak menutup kemungkinan, bila dikembangkan akan meningkatkan produksi berbagai macam buah lokal.
Banyak tanaman-tanaman Kalimantan yang cukup berharga, bijinya dijual di luar negeri, dan ini sangat disayangkan.
"Karena plasma nutfah ini kalau sudah hilang, ya sudah nggak bisa balik lagi, saya berharap pengembangan dan pemanfaatannya akan berimbas untuk kemajuan ekonomi di masyarakat," katanya.
Hanif merupakan sosok pegiat lingkungan dengan berbagai prestasi, di antaranya peraih penghargaan Astra Satu Indonesia Awards 2018 bidang lingkungan, Pena Hijau Awards 2018 kategori penggerak lingkungan.
Selain itu, pendiri program Tunas Meratus tersebut itu juga meraih Penghargaan Kalpataru tahun 2019 dari Kementerian Lingkungan Hidup atas jasanya dalam melestarikan lingkungan.
Melalui perpustakaan pohon tersebut, diharapkan menjadi lokasi ekowisata dan penelitian atau pembelajaran tentang pohon-pohon langka asli Kalimantan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021