Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Sugeng Riyadi menyatakan tim satgas akan membiarkan kebakaran lahan dan hutan apabila terjadi di lokasi yang tidak terjangkau.
"Jujur saja, kita tidak mampu memadamkan api sampai habis dengan lokasi yang akses dari jalan itu jauh," ujar Sugeng di Amuntai, Senin.
Sugeng mengatakan, untuk kebakaran hutan rawa di lokasi yang sulit di jangkau maka api akan dibiarkan padam sendiri menunggu hujan turun atau membiarkan api padam karena lahan dikelilingi air rawa sehingga api tidak bisa merembet kemana-mana.
Ia mengatakan, jika terjadi kebakaran di hutan rawa membutuhkan waktu satu hingga dua minggu untuk memastikan api benar-benar padam.
Pada peristiwa kebakaran di hutan rawa, kata Sugeng, biasanya api terlihat padam dipermukaan lahan saja, namun api masih bisa menyala pada bagian bawah.
"Kalau kebakaran terjadi di tempat kita ini sangat susah untuk dipadamkan, dari sisi biaya, tenaga dan sisi mana pun akan berlipat-lipat banyaknya, karena kondisi daerahnya yang tidak mendukung untuk upaya pemadaman yang cepat," terangnya.
Bersama TNI, Polri, beberapa petugas BPBD sejak 01 Juni sudah melakukan patroli setiap hari untuk memantau wilayah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Kita sudah menemukan sejumlah titik api dan terjadi kebakaran di beberapa lahan sehingga perlu segera di bentuk tim satgas penanggulangan karhutka," kata Sugeng.
Meski, satgas nanti terbentuk, Sugeng mengharapkan dukungan dan kerja sama semua pihak, termasuk sinergitas TNI, Polri, BPBD dan lainnya.
"Tentu Satgas tidak bisa bekerja sendiri, tanggung jawab bersama untuk mencegah dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan," tegasnya.
Sugeng mengungkapkan 90 % penyebab karhutla adalah akibat perbuatan manusia baik disengaja maupun tidak. Perbuatan disengaja seperti membuka lahan pertanian, memelihara ikan dan usaha mencari kayu dan lain-lain.
"Beberapa warga kerapkali mencari kayu yang terpendam didasar rawa atau tanah saat air rawa mengering di musim kemarau dan membakar tumbuhan rawa diatasnya untuk mempermudah mencari kayu tersebut," terangnya.
Seringkali masyarakat yang membakar lahan melupakan bahwa api tidak padam sepenuhnya sehingga menyala lagi merambat kawasan yang lebih luas.
"Sekalipun melakukan pembakaran, betul betul kerja sama dengan tetangga dengan sistem yang kecil-kecil saja, tidak langsung skala besar, jika harus berhenti harus dipastikan apinya benar-benar padam," katanya.
Sugeng lantas menyampaikan langkah-langkah yang dilakukan BPBD untuk mencegah terjadinya karhutla, menempatkan petugas di posdalub untuk memonitor perkembangan titik api melalui satelit.
Satu bulan penuh melakukan patroli bersama TNI Polri ke kawasan yang rawan terjadi Karhuta, khususnya di Kecamatan Amuntai Tengah mulai 01 Juni 2021.
Wilayah Amuntai Tengah dan Banjang merupakan dua kecamatan paling rawan terjadi Karhutla di Kabupaten HSU.
"Kita juga akan nemasang baliho di sejumlah titik strategis untuk memberikan himbauan bagi warga agar tidak membakar lahan dan hutan," kata Sugeng.
Selain itu, lanjutnya, melaksanakan rapat koordinasi dengan sejumlah pihak terkait TNI,,Polri, Kejaksanaan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, para camat.
Membuat SK Siaga Darurat Karhutla mengingat sudah terjadi titik api dan kebakaran lahan dan hutan di Wilayah Kabupaten HSU.
Semua pihak, kata Sugeng tentu sangat mengharapkan pelaku pembakaran lahan ditindak tegas melalui peraturan dan Undang-Undang yang berlaku karena dampaknya yang merugikan banyak pihak apa lagi jika menyebabkan terjadinya bencana kabut asap.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
"Jujur saja, kita tidak mampu memadamkan api sampai habis dengan lokasi yang akses dari jalan itu jauh," ujar Sugeng di Amuntai, Senin.
Sugeng mengatakan, untuk kebakaran hutan rawa di lokasi yang sulit di jangkau maka api akan dibiarkan padam sendiri menunggu hujan turun atau membiarkan api padam karena lahan dikelilingi air rawa sehingga api tidak bisa merembet kemana-mana.
Ia mengatakan, jika terjadi kebakaran di hutan rawa membutuhkan waktu satu hingga dua minggu untuk memastikan api benar-benar padam.
Pada peristiwa kebakaran di hutan rawa, kata Sugeng, biasanya api terlihat padam dipermukaan lahan saja, namun api masih bisa menyala pada bagian bawah.
"Kalau kebakaran terjadi di tempat kita ini sangat susah untuk dipadamkan, dari sisi biaya, tenaga dan sisi mana pun akan berlipat-lipat banyaknya, karena kondisi daerahnya yang tidak mendukung untuk upaya pemadaman yang cepat," terangnya.
Bersama TNI, Polri, beberapa petugas BPBD sejak 01 Juni sudah melakukan patroli setiap hari untuk memantau wilayah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Kita sudah menemukan sejumlah titik api dan terjadi kebakaran di beberapa lahan sehingga perlu segera di bentuk tim satgas penanggulangan karhutka," kata Sugeng.
Meski, satgas nanti terbentuk, Sugeng mengharapkan dukungan dan kerja sama semua pihak, termasuk sinergitas TNI, Polri, BPBD dan lainnya.
"Tentu Satgas tidak bisa bekerja sendiri, tanggung jawab bersama untuk mencegah dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan," tegasnya.
Sugeng mengungkapkan 90 % penyebab karhutla adalah akibat perbuatan manusia baik disengaja maupun tidak. Perbuatan disengaja seperti membuka lahan pertanian, memelihara ikan dan usaha mencari kayu dan lain-lain.
"Beberapa warga kerapkali mencari kayu yang terpendam didasar rawa atau tanah saat air rawa mengering di musim kemarau dan membakar tumbuhan rawa diatasnya untuk mempermudah mencari kayu tersebut," terangnya.
Seringkali masyarakat yang membakar lahan melupakan bahwa api tidak padam sepenuhnya sehingga menyala lagi merambat kawasan yang lebih luas.
"Sekalipun melakukan pembakaran, betul betul kerja sama dengan tetangga dengan sistem yang kecil-kecil saja, tidak langsung skala besar, jika harus berhenti harus dipastikan apinya benar-benar padam," katanya.
Sugeng lantas menyampaikan langkah-langkah yang dilakukan BPBD untuk mencegah terjadinya karhutla, menempatkan petugas di posdalub untuk memonitor perkembangan titik api melalui satelit.
Satu bulan penuh melakukan patroli bersama TNI Polri ke kawasan yang rawan terjadi Karhuta, khususnya di Kecamatan Amuntai Tengah mulai 01 Juni 2021.
Wilayah Amuntai Tengah dan Banjang merupakan dua kecamatan paling rawan terjadi Karhutla di Kabupaten HSU.
"Kita juga akan nemasang baliho di sejumlah titik strategis untuk memberikan himbauan bagi warga agar tidak membakar lahan dan hutan," kata Sugeng.
Selain itu, lanjutnya, melaksanakan rapat koordinasi dengan sejumlah pihak terkait TNI,,Polri, Kejaksanaan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, para camat.
Membuat SK Siaga Darurat Karhutla mengingat sudah terjadi titik api dan kebakaran lahan dan hutan di Wilayah Kabupaten HSU.
Semua pihak, kata Sugeng tentu sangat mengharapkan pelaku pembakaran lahan ditindak tegas melalui peraturan dan Undang-Undang yang berlaku karena dampaknya yang merugikan banyak pihak apa lagi jika menyebabkan terjadinya bencana kabut asap.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021