Amuntai,  (Antaranews Kalsel) - Perubahan cuaca yang tidak menentu dinilai menjadi salah satu pemicu terjadinya penurunan produksi pertanian di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, dalam beberapa tahun terakhir.


Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Hulu Sungai Utara, Fajeri Ripani di Amuntai, Kamis mengatakan, terganggungnya usaha pertanian menyebabkan jumlah penduduk miskin dalam kurun lima tahun terakhir terus meningkat.

"Ketidakteraturan atau anomali cuaca yang terjadi dalam beberapa tahun ini, berpotensi meningkatkan prosentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Hulu Sungai Utara," katanya.

Menurut dia, penduduk HSU umumnya bekerja di sektor pertanian, sedangkan karakter pertanian didaerah ini masih mengandalkan kearifan alam.

Fajeri mengatakan karakter pertanian di Hulu Sungai Utara (HSU) yang masih mengandalkan kearifan alam tersebut, rawan terkena dampak akibat anomali cuaca atau cuaca ekstrem.

Akibat cuaca ekstem, tambahnya terjadi gagal panen di 2013 sehingga sektor pertanian mengalami pertumbuhan minus 5,54 persen.

"Kontribusi pertanian juga mengalami penurunan drastis dari 32,6 menjadi 29,75," katanya.

Kondisi ini, lanjutnya berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 3,78 persen. Sehingga kabupaten HSU di 2013 berada pada peringkat ke 11 dari 13 Kabupaten/kota di Kalimantan Selatan, terkait prosentase penurunan penduduk miskin.

Fajeri menuturkan, Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura terus mengupayakan penanggulangan dampak anomali cuaca ini, sehingga sejak 2013 produksi tanaman padi khususnya kembali meningkat.

Demikian pula sektor pertanian lain, seperti perikanan dan perkebunan tengah mengupayakan peningkatan dan pengembangan sektor masing-masing.

Selain faktor anomali cuaca yang berdampak meningkatkan prosentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten HSU, juga persoalan kenaikan (inflasi) barang dan jasa yang terjadi setiap tahunnya.

Inflasi yang terjadi, katanya bisa menaikan garis kemiskinan, yakni pengeluaran nilai rupiah per kapita per bulan untuk membeli kebutuhan pokok.

"Sehingga pengendalian inflasi menjadi penting bagi Pemerintah Daerah agar semua instansi terkait memikirkan bersama program sektor perekonomian khususnya menyangkut komoditas barang yang berkaitan langsung dengan varieabel inflasi" jelasnya.

Meski demikian, sambung Fajeri upaya Pemkab HSU dalam menurunkan tingkat kemiskinan di daerahnya sudah berada dijalur yang benar, terbukti terjadi kecenderungan penurunan angka kemiskinan dalam berbagai variabelnya.

Penurunan kemiskinan dari 7,29 persen pada 2009 menjadi 6,92 persen di 2013 merupakan salah satu indikasinya.

Selain itu juga terjadi penurunan indeks kedalaman kemiskinan dari 1,01 menurun menjadi 0,67 pada 2013. Sehingga apabila terdapat kebijakan Pemerintah Daerah yang pro kemiskinan (pro poor) sedikit saja, maka akan membantu masyarakat keluar dari garis kemiskinan.

Indeks keparahan kemiskinan juga cenderung menurun meski fluktuatif, sehingga pemerintah daerah, khususnya SKPD terkait untuk melakukan evaluasi terhadap program pro kemiskinan sehingga lebih tepat sasaran. Upaya penurunan angka kemiskinan ini, katanya lagi turut diimbangi pula dengan peningkatan jumlah penduduk diatas garis kemiskinan yang meningkat sebesar 0,37 persen dalam waktu lima tahun terakhir.

Terjadinya penurunan kemiskinan diyakininya bukan karena faktor kebetulan, melainkan karena adanya upaya pemerintah daerah yang strategis dalam rangka penanggulangan maupun percepatan pengentasan kemiskinan.

"Diharapkan program pro kemiskinan tetap konsisten dilaksanakan, sehingga penduduk yang sudah keluar dari garis kemiskinan bisa semakin meningkat kesejahteraannya, jangan justru berbalik menjadi miskin lagi," katanya.

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015