Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Anggota Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan H Abdul Latief berpendapat, persoalan pertambangan batu bara di provinsi tersebut, cukup berat.
"Apalagi kalau perusahaan pertambangan tersebut memiliki perjanjian dengan pemerintah pusat atau Perjanjian Kerja sama Pertambangan Batu Bara (PKP2B), ujarnya menjawab Antara Kalsel, di Banjarmasin, Jumat.
Anggota Komisi III DPRD yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta lingkungan hidup tersebut mengemukakan itu berkaitan sorotan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Merah Putih Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kalsel.
Dalam aksinya di Pelaihari, ibu kota Tala (65 km timur Banjarmasin), Rabu (18/2) LSM Merah Putih menyoroti reklamasi eks lahan tabang PT Arutmin Indonesia, antara lain wilayan Asam-Asam di kabupaten tersebut.
Pasalnya kegiatan perusahaan besar pertambangan batu bara pemegang PKP2B yang beroperasi pada lintas kabupaten wilayah timur Kalsel itu sudah berlangsung puluhan tahun, namun terkesan kurang memperhatikan reklamasi.
LSM tersebut meminta pemerintah kabupaten (Pemkab) Tala, terutama instansi terkait seperti Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) setempat agar menangani persoalan pertambangan itu.
Selain itu, LSM Merah Putih Tala juga meminta DPRD setempat agar tidak membiarkan perusahaan pertambangan tersebut hanya mengutamakan keuntungan, sementara pengelolaan lingkungan kurang mereka perhatikan, seperti reklamasi.
Menanggapi aksi LSM Merah Putih tersebut, Abd Latief dari Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel itu, berpendapat, isi dan tujuan tuntutan mereka positif.
Hanya saja, menurut dia, mungkin aksi LSM tersebut akan lebih tepat kepada pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel dan lebih baik lagi ke pemerintah pusat, karena kegiatan pertambangan perusahaan itu lintas kabupaten.
"Kalau cuma pemerintah kabupaten (Pemkab), kewenangannya terbatas dan berat menangani perusahaan pertambangan pemegang PKP2B," lanjut mantan Ketua DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel itu.
"Lain halnya, kalau perusahaan pertambangan itu pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemkab setempat, maka penanganan persoalannya bagi Pemkab tersebut relatif agak mudah," demikian Abd Latief.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
"Apalagi kalau perusahaan pertambangan tersebut memiliki perjanjian dengan pemerintah pusat atau Perjanjian Kerja sama Pertambangan Batu Bara (PKP2B), ujarnya menjawab Antara Kalsel, di Banjarmasin, Jumat.
Anggota Komisi III DPRD yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta lingkungan hidup tersebut mengemukakan itu berkaitan sorotan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Merah Putih Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kalsel.
Dalam aksinya di Pelaihari, ibu kota Tala (65 km timur Banjarmasin), Rabu (18/2) LSM Merah Putih menyoroti reklamasi eks lahan tabang PT Arutmin Indonesia, antara lain wilayan Asam-Asam di kabupaten tersebut.
Pasalnya kegiatan perusahaan besar pertambangan batu bara pemegang PKP2B yang beroperasi pada lintas kabupaten wilayah timur Kalsel itu sudah berlangsung puluhan tahun, namun terkesan kurang memperhatikan reklamasi.
LSM tersebut meminta pemerintah kabupaten (Pemkab) Tala, terutama instansi terkait seperti Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) setempat agar menangani persoalan pertambangan itu.
Selain itu, LSM Merah Putih Tala juga meminta DPRD setempat agar tidak membiarkan perusahaan pertambangan tersebut hanya mengutamakan keuntungan, sementara pengelolaan lingkungan kurang mereka perhatikan, seperti reklamasi.
Menanggapi aksi LSM Merah Putih tersebut, Abd Latief dari Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel itu, berpendapat, isi dan tujuan tuntutan mereka positif.
Hanya saja, menurut dia, mungkin aksi LSM tersebut akan lebih tepat kepada pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel dan lebih baik lagi ke pemerintah pusat, karena kegiatan pertambangan perusahaan itu lintas kabupaten.
"Kalau cuma pemerintah kabupaten (Pemkab), kewenangannya terbatas dan berat menangani perusahaan pertambangan pemegang PKP2B," lanjut mantan Ketua DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel itu.
"Lain halnya, kalau perusahaan pertambangan itu pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemkab setempat, maka penanganan persoalannya bagi Pemkab tersebut relatif agak mudah," demikian Abd Latief.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015