Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Pemerintah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, mengusulkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang agar sejumlah kota kecamatan dikeluarkan dari kawasan hutan cagar alam.
"Alhamdulillah kami sudah mengusulkan beberapa daerah dan fasilitas umum yang saat ini berada di dalam kawasan cagar alam untuk dikeluarkan," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kotabaru Dr Anshar Noor di Kotabaru, Rabu.
Anshar menjelaskan saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang memberi kesempatan kepada pemerintah daerah, apabila di wilayahnya terdapat fasilitas umum atau yang lainnya berada dalam kawasan hutan untuk diusulkan dikeluarkan dari Cagar Alam (CA).
Sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan saat di Kotabaru mengatakan pihaknya meminta para kepala daerah untuk mendata fasilitas umum, atau yang lainnya masuk dalam kawasan hutan cagar alam.
"Saya minta kepala daerah menginventarisir daerah-daerah yang sudah lama dihuni dan masuk dalam kawasan cagar alam. Selanjutnya usulkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk dikeluarkan," katanya.
Selain itu, ia juga meminta para kepala daerah di Kalimantan mendata jumlah kelompok masyarakat adat yang berhak menerima hak komunal atas kepemilikan lahan tanah kawasan secara kelompok.
"Saya minta seluruh BPN dan Pemda di Kalimantan menginventarisir berapa banyak (kelompok masyarakat adat) karena kita sudah ketemu titik temunya (hak komunal)," katanya.
Hak komunal merupakan kebijakan untuk memberikan legalitas atas kepemilikan lahan tanah kepada kelompok masyarakat adat untuk dikelola sesuai aturan adat yang berlaku.
Pemberian hak komunal, menurut Ferry, untuk menghindari sengketa kepemilikan lahan tanah garapan antara masyarakat adat dengan perusahaan pengelola.
Ferry menyebutkan pemerintah tidak dapat memberikan legalitas sertifikat lahan tanah secara individu kepada masyarakat adat karena terdapat sistem dan mekanisme adat.
"Bagaimana penggunaannya, bagaimana sistem pembagiannya itu mekanisme internal masyarakat adat," ujar Ferry.
Ia mengaku pemberian hak komunal akan berdampak terhadap pendapatan Hak Guna Usaha (HGU) lahan garapan namun pemerintah lebih mengutamakan perlindungan hak masyarakat.
Lebih lanjut Ferry menambahkan pemerintah akan menemui para pemegang HGU untuk memberikan kompensasi agar tidak mengalami kerugian.
Ferry mengungkapkan pihaknya telah mengeluarkan 168 sertifikat hak komunal masyarakat adat di Kalimantan Tengah (Kalteng) agar tidak terjadi perselisihan dengan pihak lain.
Pemberian hak komunal kepada 168 sertifikat gratis bagi masyarakat adat termasuk desa yang telah diduduki selama 30 tahun itu berdasarkan kesepakatan Kementerian Kehutanan, Pemerintah Provinsi Kalteng, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Sementara itu, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.453 tahun 1999 dan No.435 tahun 2009 lima ibu kota kecamatan di Kotabaru masuk dalam kawasan hutan cagar alam, hutan produksi, dan hutan produksi kayu.
Lima ibu kota kecamatan tersebut, meliputi, ibu kota Kecamatan Pulau Sembilan, luas areal yang masuk hutan cagar alam (CA) sekitar 2.314,7 hektare dan ibu kota Tanjung Smalantakan Kecamatan Pamukan Selatan, luas areal yang masuk CA sekitar 210,5 ha.
Ibu kota Kecamatan Hampang, luas areal yang masuk dalam hutan produksi sekitar 914,9 ha, dan Sungai Bali, ibu kota Kecamatan Pulau Sebuku, luas areal yang masuk hutan produksi dan hutan produksi kayu sekitar 375,9 ha.
Gunung batu Besar, Ibukota Kecamatan Sampanahan, luas areal yang masuk dalam kawasan areal penggunaan lain sekitar 113,5 ha, ibu kota kecamatan, jalan lingkar Pulau Laut di Kecamatan Pulau Laut Kepulauan dan Pulau Laut Selatan sepanjang sekitar 35 km juga masuk dalam kawasan hutan produksi.
Bandara Gusti Syamsir Alam, Stagen, sekolah dasar, Mapolsek Pulau Laut Utara, dan permukiman di wilayah itu berdasarkan SK Menhut No. 453/1999 masuk kawasan areal penggunaan lain.
Namun dalam SK Menhut No 435 tahun 2009 sejumlah fasilitas umum dan permukiman yang luas keseluruhan sekitar 593,8 ha itu masuk hutan lindung.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
"Alhamdulillah kami sudah mengusulkan beberapa daerah dan fasilitas umum yang saat ini berada di dalam kawasan cagar alam untuk dikeluarkan," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kotabaru Dr Anshar Noor di Kotabaru, Rabu.
Anshar menjelaskan saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang memberi kesempatan kepada pemerintah daerah, apabila di wilayahnya terdapat fasilitas umum atau yang lainnya berada dalam kawasan hutan untuk diusulkan dikeluarkan dari Cagar Alam (CA).
Sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan saat di Kotabaru mengatakan pihaknya meminta para kepala daerah untuk mendata fasilitas umum, atau yang lainnya masuk dalam kawasan hutan cagar alam.
"Saya minta kepala daerah menginventarisir daerah-daerah yang sudah lama dihuni dan masuk dalam kawasan cagar alam. Selanjutnya usulkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk dikeluarkan," katanya.
Selain itu, ia juga meminta para kepala daerah di Kalimantan mendata jumlah kelompok masyarakat adat yang berhak menerima hak komunal atas kepemilikan lahan tanah kawasan secara kelompok.
"Saya minta seluruh BPN dan Pemda di Kalimantan menginventarisir berapa banyak (kelompok masyarakat adat) karena kita sudah ketemu titik temunya (hak komunal)," katanya.
Hak komunal merupakan kebijakan untuk memberikan legalitas atas kepemilikan lahan tanah kepada kelompok masyarakat adat untuk dikelola sesuai aturan adat yang berlaku.
Pemberian hak komunal, menurut Ferry, untuk menghindari sengketa kepemilikan lahan tanah garapan antara masyarakat adat dengan perusahaan pengelola.
Ferry menyebutkan pemerintah tidak dapat memberikan legalitas sertifikat lahan tanah secara individu kepada masyarakat adat karena terdapat sistem dan mekanisme adat.
"Bagaimana penggunaannya, bagaimana sistem pembagiannya itu mekanisme internal masyarakat adat," ujar Ferry.
Ia mengaku pemberian hak komunal akan berdampak terhadap pendapatan Hak Guna Usaha (HGU) lahan garapan namun pemerintah lebih mengutamakan perlindungan hak masyarakat.
Lebih lanjut Ferry menambahkan pemerintah akan menemui para pemegang HGU untuk memberikan kompensasi agar tidak mengalami kerugian.
Ferry mengungkapkan pihaknya telah mengeluarkan 168 sertifikat hak komunal masyarakat adat di Kalimantan Tengah (Kalteng) agar tidak terjadi perselisihan dengan pihak lain.
Pemberian hak komunal kepada 168 sertifikat gratis bagi masyarakat adat termasuk desa yang telah diduduki selama 30 tahun itu berdasarkan kesepakatan Kementerian Kehutanan, Pemerintah Provinsi Kalteng, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Sementara itu, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.453 tahun 1999 dan No.435 tahun 2009 lima ibu kota kecamatan di Kotabaru masuk dalam kawasan hutan cagar alam, hutan produksi, dan hutan produksi kayu.
Lima ibu kota kecamatan tersebut, meliputi, ibu kota Kecamatan Pulau Sembilan, luas areal yang masuk hutan cagar alam (CA) sekitar 2.314,7 hektare dan ibu kota Tanjung Smalantakan Kecamatan Pamukan Selatan, luas areal yang masuk CA sekitar 210,5 ha.
Ibu kota Kecamatan Hampang, luas areal yang masuk dalam hutan produksi sekitar 914,9 ha, dan Sungai Bali, ibu kota Kecamatan Pulau Sebuku, luas areal yang masuk hutan produksi dan hutan produksi kayu sekitar 375,9 ha.
Gunung batu Besar, Ibukota Kecamatan Sampanahan, luas areal yang masuk dalam kawasan areal penggunaan lain sekitar 113,5 ha, ibu kota kecamatan, jalan lingkar Pulau Laut di Kecamatan Pulau Laut Kepulauan dan Pulau Laut Selatan sepanjang sekitar 35 km juga masuk dalam kawasan hutan produksi.
Bandara Gusti Syamsir Alam, Stagen, sekolah dasar, Mapolsek Pulau Laut Utara, dan permukiman di wilayah itu berdasarkan SK Menhut No. 453/1999 masuk kawasan areal penggunaan lain.
Namun dalam SK Menhut No 435 tahun 2009 sejumlah fasilitas umum dan permukiman yang luas keseluruhan sekitar 593,8 ha itu masuk hutan lindung.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015