Ketua Majelis Ulama (MUI) Indonesia Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan mempersilakan masyarakat untuk memilih Fatwa MUI atau putusan Pengadilan Agama terkait kasus talak tiga sekali ucap.
Fatwa MUI pusat dan Fatwa MUI Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 1987 memutuskan hukumnya tetap talak tiga, sedangkan Pengadilan Agama memutuskan alat sah di pengadilan adalah yang dinyatakan didepan hakim yakni hanya diputuskan sebagai talak satu.
"Terserah masyarakat memilih yang mana, itu mereka dan Pengadilan Agama juga menggunakan Undang-Undang yang mereka pakai yakni kompilasi Hukum Islam,"ujar Said Masrawan di Amuntai, Rabu (30/3).
Said mengatakan mayoritas ulama dari empat Mazhab menetapkan talak tiga yang disampaikan oleh suami kepada isteri meskipun hanya sekali ucapan maka jatuhnya tetap talak (cerai) tiga, jika suami ingin kembali pada isteri yang di talak tiga maka istri harus menikah dulu dengan laki-laki lain.
Namun, kata Said, pengucapkan talak tiga oleh suami harus dinyatakan dalam kondisi sadar, tidak gila, mabuk ataupun kesurupan.
Said melanjutkan, bagi masyarakat jalan keluarnya adalah dengan datang ke Pengadilan Agama, sebab Pengadilan memiliki sistem berupa Kompilkasi Hukum Islam dalam memutuskan.
Salah seorang ulama dari komisi Fatwa MUI HSU KH Muhammad Saukani mengingatkan masing-masing pihak bertanggung jawab atas keputusan masing-masing baik pihak MUI maupun hakim di pengadilan.
Wakil.Sekretaris MUI Kabupaten HSU .H Yanoor Suriani menjelaskan, Fiqih yang dipergunakan hakim untuk memutuskan kasus talak tiga ini diambil dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana KHI disusun untuk menyatukan pemdapat semua hakim yang ada indonesia agar hakim memutuskan seragam.
"Fatwa MUI dibuat pada 1975 sedangkan KHI dibentuk 1985 berjarak 10 tahun, jadi sebelum tahun 1985 hakim di Pengadilan Agama memutuskan bermacam-macam ber sumber berbagai mazhab," jelasnya.
Yanoor yang juga Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Danau Panggang melanjutkan, meski pernyataan talak (cerai) disampaikan berkali kali di 'bawah tangan', namun jika tidak diperkarakan dipengadilan, maka dianggap tidak pernah terjadi.
Ia meyakini maksud dari Ulil Amri (pemerintah) mengambil keputusan dengan azas yang dianut di Indonesia semacam ini kemungkinan bertujuan untuk meminimalisir kasus perceraian.
Namun keputusan pengadilan juga menyulitkan KUA mengingat talak satu maupun talak dua yang diputuskan merupakan Talak Raj'i dimana suami masih bisa rujuk selama isteri masih dalam masa Iddah, padahal menurut fatwa MUI yang bersangkutan hukumnya sudah talak tiga.
Ia juga menyampaikan perrbedaan Pengdilan Agama di Indonesia dan Arab Saudi, dimana Indonesia menganut monogami dan meminimalisir perceraian.
"Kalau di Arab Saudi, talak tiga dibawah tangan bisa di sahkan apabila ada tiga saksi,"katanya
VIDEO BERITA TERKAIT:
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Fatwa MUI pusat dan Fatwa MUI Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 1987 memutuskan hukumnya tetap talak tiga, sedangkan Pengadilan Agama memutuskan alat sah di pengadilan adalah yang dinyatakan didepan hakim yakni hanya diputuskan sebagai talak satu.
"Terserah masyarakat memilih yang mana, itu mereka dan Pengadilan Agama juga menggunakan Undang-Undang yang mereka pakai yakni kompilasi Hukum Islam,"ujar Said Masrawan di Amuntai, Rabu (30/3).
Said mengatakan mayoritas ulama dari empat Mazhab menetapkan talak tiga yang disampaikan oleh suami kepada isteri meskipun hanya sekali ucapan maka jatuhnya tetap talak (cerai) tiga, jika suami ingin kembali pada isteri yang di talak tiga maka istri harus menikah dulu dengan laki-laki lain.
Namun, kata Said, pengucapkan talak tiga oleh suami harus dinyatakan dalam kondisi sadar, tidak gila, mabuk ataupun kesurupan.
Said melanjutkan, bagi masyarakat jalan keluarnya adalah dengan datang ke Pengadilan Agama, sebab Pengadilan memiliki sistem berupa Kompilkasi Hukum Islam dalam memutuskan.
Salah seorang ulama dari komisi Fatwa MUI HSU KH Muhammad Saukani mengingatkan masing-masing pihak bertanggung jawab atas keputusan masing-masing baik pihak MUI maupun hakim di pengadilan.
Wakil.Sekretaris MUI Kabupaten HSU .H Yanoor Suriani menjelaskan, Fiqih yang dipergunakan hakim untuk memutuskan kasus talak tiga ini diambil dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana KHI disusun untuk menyatukan pemdapat semua hakim yang ada indonesia agar hakim memutuskan seragam.
"Fatwa MUI dibuat pada 1975 sedangkan KHI dibentuk 1985 berjarak 10 tahun, jadi sebelum tahun 1985 hakim di Pengadilan Agama memutuskan bermacam-macam ber sumber berbagai mazhab," jelasnya.
Yanoor yang juga Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Danau Panggang melanjutkan, meski pernyataan talak (cerai) disampaikan berkali kali di 'bawah tangan', namun jika tidak diperkarakan dipengadilan, maka dianggap tidak pernah terjadi.
Ia meyakini maksud dari Ulil Amri (pemerintah) mengambil keputusan dengan azas yang dianut di Indonesia semacam ini kemungkinan bertujuan untuk meminimalisir kasus perceraian.
Namun keputusan pengadilan juga menyulitkan KUA mengingat talak satu maupun talak dua yang diputuskan merupakan Talak Raj'i dimana suami masih bisa rujuk selama isteri masih dalam masa Iddah, padahal menurut fatwa MUI yang bersangkutan hukumnya sudah talak tiga.
Ia juga menyampaikan perrbedaan Pengdilan Agama di Indonesia dan Arab Saudi, dimana Indonesia menganut monogami dan meminimalisir perceraian.
"Kalau di Arab Saudi, talak tiga dibawah tangan bisa di sahkan apabila ada tiga saksi,"katanya
VIDEO BERITA TERKAIT:
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021