Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Moh Abdi Suhufan menyatakan bahwa sebanyak tujuh orang awak kapal perikanan terlantar di Pelabuhan Perikanan Merauke, Papua, dan terindikasi mengalami aktivitas kerja paksa.
"Mereka (tujuh awak kapal itu) diturunkan oleh nakhoda KM Jaya Utama dan akhirnya terlantar setelah sebelumnya merasakan kondisi kerja yang tidak nyaman, dan minimnya bahan bahan makanan di atas kapal ikan tempat mereka bekerja," kata Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Selasa.
Abdi mengemukakan bahwa pihaknya menerima aduan sebagai pengelola Fishers Center yang beroperasi di dua lokasi yaitu Bitung (Sulawesi Utara) dan Tegal (Jawa Tengah), serta didukung SAFE Seas Project.
Ia mengungkapkan, tujuh awak kapal perikanan tersebut, berasal dari pulau Jawa yang yang terjebak penipuan lowongan pekerjaan oleh calo pada iklan platform media sosial.
"Rantai perjalanan mereka cukup panjang, berasal dari Jakarta dan sejumlah daerah di Jawa Barat, direkrut oleh nakhoda di Pekalongan, berangkat dari Surabaya menuju Sorong, mencari ikan di Dobo Kepulauann Aru dan terlantar di Merauke," kata Abdi.
Selain itu, korban melaporkan bahwa mereka terjebak utang kepada nakhoda yang akhirnya mengikat mereka untuk bekerja keras selama di atas kapal.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah diminta perlu terus meningkatkan tata kelola perikanan terutama terkait dengan aspek ketenagakerjaan dan perlindungan awak kapal perikanan.
"Regulasi perlindungan awak kapal perikanan yang saat ini ada belum terlalu efektif dilaksanakan karena lemahnya implementasi dan pengawasan pelaksanaan aturan. Hal ini menyebabkan, munculnya sejumlah kasus penelantaran awak kapal perikanan dan sejumlah indikasi kerja paksa yang dialami," paparnya.
Atas kejadian tersebut, Abdi meminta Kementerian kelautan dan Perikanan serta pemerintah provinsi Maluku agar melakukan investigasi dan penyelidikan bersama serta melakukan mediasi dengan pemilik kapal, agar ketujuh orang tersebut dapat dipulangkan ke daerah asal.
Dirinya juga mendesak kepada KKP agar melakukan operasi terpadu dan pengawasan di Laut Arafura untuk memastikan bahwa kapal ikan yang melakukan operasi penangkapan ikan telah mematuhi regulasi tentang Perjanjian Kerja laut.
SAFE Seas Project yang didukung oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (USDOL) berupaya memperkuat perlindungan awak kapal perikanan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong rantai pasokan yang adil dan transparan dalam industri perikanan di antara sektor swasta dan pemerintah.
SAFE Seas Project bekerja sama dengan Yayasan Plan Internasional Indonesia dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia sebagai mitra pelaksana.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
"Mereka (tujuh awak kapal itu) diturunkan oleh nakhoda KM Jaya Utama dan akhirnya terlantar setelah sebelumnya merasakan kondisi kerja yang tidak nyaman, dan minimnya bahan bahan makanan di atas kapal ikan tempat mereka bekerja," kata Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Selasa.
Abdi mengemukakan bahwa pihaknya menerima aduan sebagai pengelola Fishers Center yang beroperasi di dua lokasi yaitu Bitung (Sulawesi Utara) dan Tegal (Jawa Tengah), serta didukung SAFE Seas Project.
Ia mengungkapkan, tujuh awak kapal perikanan tersebut, berasal dari pulau Jawa yang yang terjebak penipuan lowongan pekerjaan oleh calo pada iklan platform media sosial.
"Rantai perjalanan mereka cukup panjang, berasal dari Jakarta dan sejumlah daerah di Jawa Barat, direkrut oleh nakhoda di Pekalongan, berangkat dari Surabaya menuju Sorong, mencari ikan di Dobo Kepulauann Aru dan terlantar di Merauke," kata Abdi.
Selain itu, korban melaporkan bahwa mereka terjebak utang kepada nakhoda yang akhirnya mengikat mereka untuk bekerja keras selama di atas kapal.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah diminta perlu terus meningkatkan tata kelola perikanan terutama terkait dengan aspek ketenagakerjaan dan perlindungan awak kapal perikanan.
"Regulasi perlindungan awak kapal perikanan yang saat ini ada belum terlalu efektif dilaksanakan karena lemahnya implementasi dan pengawasan pelaksanaan aturan. Hal ini menyebabkan, munculnya sejumlah kasus penelantaran awak kapal perikanan dan sejumlah indikasi kerja paksa yang dialami," paparnya.
Atas kejadian tersebut, Abdi meminta Kementerian kelautan dan Perikanan serta pemerintah provinsi Maluku agar melakukan investigasi dan penyelidikan bersama serta melakukan mediasi dengan pemilik kapal, agar ketujuh orang tersebut dapat dipulangkan ke daerah asal.
Dirinya juga mendesak kepada KKP agar melakukan operasi terpadu dan pengawasan di Laut Arafura untuk memastikan bahwa kapal ikan yang melakukan operasi penangkapan ikan telah mematuhi regulasi tentang Perjanjian Kerja laut.
SAFE Seas Project yang didukung oleh Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (USDOL) berupaya memperkuat perlindungan awak kapal perikanan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong rantai pasokan yang adil dan transparan dalam industri perikanan di antara sektor swasta dan pemerintah.
SAFE Seas Project bekerja sama dengan Yayasan Plan Internasional Indonesia dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia sebagai mitra pelaksana.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021