Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyebutkan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sangat berpeluang sebagai salah satu instrumen dalam mendorong investasi.
“Saya kira belajar dari pengalaman negara lain LPI ini memang berpeluang menjadi sebagai salah satu instrumen untuk mendorong investasi,” katanya kepada Antara di Jakarta, Senin.
Terlebih lagi, Yusuf menilai keadaan pemerintah yang kesulitan mendapat pembiayaan dari dalam negeri khususnya untuk membangun infrastruktur karena terbatasnya ruang fiskal mampu menjadikan LPI sebagai solusi alternatif.
Meski demikian, Yusuf mengingatkan pemerintah tetap harus menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah untuk semakin mendorong efektivitas LPI dalam memperoleh investasi.
Baca juga: Ekonom nilai bantuan stimulus ketenagakerjaan perlu dievaluasi
“Untuk kemudian mengikuti kisah sukses negara lain tentu masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan LPI,” ujarnya.
Hal itu harus diselesaikan mengingat keputusan investasi dari LPI nantinya akan dipengaruhi oleh pandangan investor terhadap beragam permasalahan yang menghambat investasi di Indonesia.
Yusuf menyebutkan beberapa contohnya adalah mengenai kesiapan infrastruktur pendukung di beragam daerah, kordinasi antara pemerintah daerah dan pusat, serta stabilitas ekonomi, politik, hukum dan HAM dalam negeri.
“Dari masing-masing poin di atas Indonesia masih menghadapi beragam pekerjaan rumah,” katanya.
Tak hanya itu pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan pemerintah juga harus menyelesaikan masalah utama terkait investasi yakni Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang tinggi.
Baca juga: Ekonom: Investasi Telkomsel di Gojek tingkatkan ekonomi digital nasional
“Faktor ICOR bukan dengan bentuk lembaga baru tapi membenahi masalah struktural,” ujarnya.
Menurut Bhima, tata kelola LPI harus benar-benar dijaga yang pedomannya telah tertuang dalam santiago principle yakni dengan prinsip dasar mengenai aturan transparansi lembaga kepada pemilik.
“Siapa itu pemiliknya? Karena dana modal awal berasal dari APBN maka pemilik yakni rakyat pembayar pajak berhak tau laporan keuangan LPI. Ini poin paling penting,” tegasnya.
Bhima juga mengingatkan keterlibatan lembaga audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut menjadi poin penting dalam mengelola LPI karena menyangkut dana publik.
“Karena menyangkut dana publik maka dana negara audit harus dilakukan BPK tidak cukup akuntan publik,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
“Saya kira belajar dari pengalaman negara lain LPI ini memang berpeluang menjadi sebagai salah satu instrumen untuk mendorong investasi,” katanya kepada Antara di Jakarta, Senin.
Terlebih lagi, Yusuf menilai keadaan pemerintah yang kesulitan mendapat pembiayaan dari dalam negeri khususnya untuk membangun infrastruktur karena terbatasnya ruang fiskal mampu menjadikan LPI sebagai solusi alternatif.
Meski demikian, Yusuf mengingatkan pemerintah tetap harus menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah untuk semakin mendorong efektivitas LPI dalam memperoleh investasi.
Baca juga: Ekonom nilai bantuan stimulus ketenagakerjaan perlu dievaluasi
“Untuk kemudian mengikuti kisah sukses negara lain tentu masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan LPI,” ujarnya.
Hal itu harus diselesaikan mengingat keputusan investasi dari LPI nantinya akan dipengaruhi oleh pandangan investor terhadap beragam permasalahan yang menghambat investasi di Indonesia.
Yusuf menyebutkan beberapa contohnya adalah mengenai kesiapan infrastruktur pendukung di beragam daerah, kordinasi antara pemerintah daerah dan pusat, serta stabilitas ekonomi, politik, hukum dan HAM dalam negeri.
“Dari masing-masing poin di atas Indonesia masih menghadapi beragam pekerjaan rumah,” katanya.
Tak hanya itu pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan pemerintah juga harus menyelesaikan masalah utama terkait investasi yakni Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang tinggi.
Baca juga: Ekonom: Investasi Telkomsel di Gojek tingkatkan ekonomi digital nasional
“Faktor ICOR bukan dengan bentuk lembaga baru tapi membenahi masalah struktural,” ujarnya.
Menurut Bhima, tata kelola LPI harus benar-benar dijaga yang pedomannya telah tertuang dalam santiago principle yakni dengan prinsip dasar mengenai aturan transparansi lembaga kepada pemilik.
“Siapa itu pemiliknya? Karena dana modal awal berasal dari APBN maka pemilik yakni rakyat pembayar pajak berhak tau laporan keuangan LPI. Ini poin paling penting,” tegasnya.
Bhima juga mengingatkan keterlibatan lembaga audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut menjadi poin penting dalam mengelola LPI karena menyangkut dana publik.
“Karena menyangkut dana publik maka dana negara audit harus dilakukan BPK tidak cukup akuntan publik,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021