Pakar Hukum Universitas Padjadjaran Yesmil Anwar meminta segenap otoritas terkait segera turun tangan memberantas peredaran narkoba yang dikendalikan dari balik jeruji mengingat fenomena ini sudah semakin membudaya.
"Peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan harus menjadi perhatian serius. Selain karena persentase yang tinggi, fenomena ini pun sudah membudaya sehingga harus ditindak dengan segera," kata Yesmil kepada ANTARA melalui sambungan telepon, Rabu.
Dia mengatakan tingginya kasus peredaran narkoba yang dikendalikan narapidana membuat lembaga pemasyarakatan kehilangan tujuan utamanya sebagai sarana pembinaan dan perbaikan diri bagi para warga binaan.
"Narkotika di dalam lapas bukan hal baru tapi kalau sekarang dihitung sampai 60 persen (peredaran narkoba berasal dari dalam lapas) merupakan hal yang menarik. Karena kalau bisa sampai berkembang dengan begitu pesat, maka apakah fungsi lapas masih sesuai dengan tujuan utamanya. Tentu ini harus diungkap tuntas," ucapnya.
Menurut dia, leluasanya warga binaan mengendalikan peredaran narkoba membuat upaya penegakan hukum menjadi sia-sia sebab saat aparat menangkap seorang bandar, mereka tetap dapat mengedarkan narkotika ketika nanti mendekam di dalam penjara.
Seorang bandar, kata Yesmil, bahkan akan merasa lebih terlindungi saat mengedarkan narkoba dari dalam lapas dari pada di luar.
"Kegiatannya lebih terlindungi, tidak mudah tercium, karena kan di dalam lapas itu punya sistem sosial sendiri. Mereka merasa bebas karena tidak mungkin ditangkap lagi di dalam lapas, siapa yang mau nangkap. Jadi kebebasan tersendiri dan terlindungi," katanya.
Yesmil menduga praktik peredaran narkotika ini menggunakan skema kolaborasi antara oknum petugas lapas dengan warga binaan.
"Kalau sudah di dalam lapas, tidak mustahil ada kolaborasi antara petugas dengan warga binaan. Mereka (warga binaan) sangat bebas berkomunikasi melalui hape, internet. Bahkan mereka diberi kesempatan untuk beli pulsa, ganti hape. Saya lihat sendiri Bob Hasan waktu itu di Nusakambangan juga hape-nya 5-7 lagi dicas," katanya.
Konsep kolaborasi ini yang masih menjadi persoalan di lapas baik narkotika maupun lapas khusus lainnya. "Di penjara korupsi memang jarang ditemukan narkotika tapi persoalannya di fasilitas koruptor yang tidak biasa. Ada keistimewaannya. Kalau di narkotika, fasilitasnya tidak dibutuhkan tapi yang dibutuhkan adalah alat komunikasi," ucapnya.
Yesmil meminta praktik ini harus segera disudahi dengan restrukturisasi di tingkat tertinggi. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan harus mampu bertindak tegas, tidak hanya warga binaannya tetapi juga para petugasnya.
"Harus ada tindak tegas dari atasnya, berarti dari dirjennya, kemudian kanwil dan kalapasnya. Biasanya kalau kalapas yang dihukum bukan dihukum dipecat tapi lebih banyak dipindahkan ke lapas yang lain. Jadi mereka senang-senang saja. Kalau penegak hukumnya tidak punya loyalitas, tidak punya profesionalitas maka sangat memprihatinkan," katanya.
Seperti diketahui Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Bekasi kembali mengungkap peredaran narkoba yang dikendalikan dari seorang napi di Lapas Kelas IIA Cikarang, Kabupaten Bekasi. Penyidik bahkan menyebut 60 persen lebih peredaran narkoba di wilayah hukumnya melibatkan napi dari dalam lapas.
Kalapas Cikarang Nur Bambang mengaku masih menunggu proses penyidikan yang dilakukan Polres Metro Bekasi.
"Sejauh ini kami masih menunggu dahulu proses selanjutnya bagaimana, apa ada penyidikan ke sini atau belum kami belum mendapatkan informasi. Kami masih belum punya informasi yang lengkap dari pihak penyidik. Kami tunggu hasil penyidikan, nanti kan ada pencocokan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan harus menjadi perhatian serius. Selain karena persentase yang tinggi, fenomena ini pun sudah membudaya sehingga harus ditindak dengan segera," kata Yesmil kepada ANTARA melalui sambungan telepon, Rabu.
Dia mengatakan tingginya kasus peredaran narkoba yang dikendalikan narapidana membuat lembaga pemasyarakatan kehilangan tujuan utamanya sebagai sarana pembinaan dan perbaikan diri bagi para warga binaan.
"Narkotika di dalam lapas bukan hal baru tapi kalau sekarang dihitung sampai 60 persen (peredaran narkoba berasal dari dalam lapas) merupakan hal yang menarik. Karena kalau bisa sampai berkembang dengan begitu pesat, maka apakah fungsi lapas masih sesuai dengan tujuan utamanya. Tentu ini harus diungkap tuntas," ucapnya.
Menurut dia, leluasanya warga binaan mengendalikan peredaran narkoba membuat upaya penegakan hukum menjadi sia-sia sebab saat aparat menangkap seorang bandar, mereka tetap dapat mengedarkan narkotika ketika nanti mendekam di dalam penjara.
Seorang bandar, kata Yesmil, bahkan akan merasa lebih terlindungi saat mengedarkan narkoba dari dalam lapas dari pada di luar.
"Kegiatannya lebih terlindungi, tidak mudah tercium, karena kan di dalam lapas itu punya sistem sosial sendiri. Mereka merasa bebas karena tidak mungkin ditangkap lagi di dalam lapas, siapa yang mau nangkap. Jadi kebebasan tersendiri dan terlindungi," katanya.
Yesmil menduga praktik peredaran narkotika ini menggunakan skema kolaborasi antara oknum petugas lapas dengan warga binaan.
"Kalau sudah di dalam lapas, tidak mustahil ada kolaborasi antara petugas dengan warga binaan. Mereka (warga binaan) sangat bebas berkomunikasi melalui hape, internet. Bahkan mereka diberi kesempatan untuk beli pulsa, ganti hape. Saya lihat sendiri Bob Hasan waktu itu di Nusakambangan juga hape-nya 5-7 lagi dicas," katanya.
Konsep kolaborasi ini yang masih menjadi persoalan di lapas baik narkotika maupun lapas khusus lainnya. "Di penjara korupsi memang jarang ditemukan narkotika tapi persoalannya di fasilitas koruptor yang tidak biasa. Ada keistimewaannya. Kalau di narkotika, fasilitasnya tidak dibutuhkan tapi yang dibutuhkan adalah alat komunikasi," ucapnya.
Yesmil meminta praktik ini harus segera disudahi dengan restrukturisasi di tingkat tertinggi. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan harus mampu bertindak tegas, tidak hanya warga binaannya tetapi juga para petugasnya.
"Harus ada tindak tegas dari atasnya, berarti dari dirjennya, kemudian kanwil dan kalapasnya. Biasanya kalau kalapas yang dihukum bukan dihukum dipecat tapi lebih banyak dipindahkan ke lapas yang lain. Jadi mereka senang-senang saja. Kalau penegak hukumnya tidak punya loyalitas, tidak punya profesionalitas maka sangat memprihatinkan," katanya.
Seperti diketahui Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Bekasi kembali mengungkap peredaran narkoba yang dikendalikan dari seorang napi di Lapas Kelas IIA Cikarang, Kabupaten Bekasi. Penyidik bahkan menyebut 60 persen lebih peredaran narkoba di wilayah hukumnya melibatkan napi dari dalam lapas.
Kalapas Cikarang Nur Bambang mengaku masih menunggu proses penyidikan yang dilakukan Polres Metro Bekasi.
"Sejauh ini kami masih menunggu dahulu proses selanjutnya bagaimana, apa ada penyidikan ke sini atau belum kami belum mendapatkan informasi. Kami masih belum punya informasi yang lengkap dari pihak penyidik. Kami tunggu hasil penyidikan, nanti kan ada pencocokan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020