Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng pihak swasta dalam rangka menyusun kemitraan publik dan swasta untuk pembiayaan alternatif sebagai kunci penguatan sektor kelautan dan perikanan nasional.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Artati Widiarti dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu, mengungkapkan sektor swasta bisa berperan vital mengingat keterbatasan pembiayaan dari APBN/APBD.
"Pemerintah sedang mencoba menarik minat sektor swasta dengan menawarkan berbagai skema di bawah public-private partnership (PPP) untuk membiayai pembangunan. Tidak terbatas pada infrastruktur fisik saja, tetapi juga infrastruktur sosial," katanya.
Saat ini, dinilai telah banyak praktik kemitraan usaha yang berkembang, salah satunya melalui kerja sama usaha dalam konteks PPP atau kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Artati menambahkan KPBU adalah skema penyediaan infrastruktur publik yang melibatkan peran pihak swasta dan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU.
Melalui skema KPBU, ujar dia, pemerintah dan swasta dapat berbagi tanggung jawab dan risiko atas pembangunan infrastruktur publik.
Selain mempercepat ketersediaan infrastruktur publik yang memadai, berkesinambungan, efektif dan efisien, lanjutnya, skema ini juga mendorong optimalisasi APBN/APBD untuk menjalankan program prioritas pemerintah lainnya.
Menurut Artati, kemitraan usaha yang terbangun antara pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan dengan swasta dalam pengembangan sektor usaha juga sudah berkembang dengan baik, termasuk dengan kalangan LSM.
"Contohnya, dengan membangun model-model kemitraan dengan negara buyer serta penguatan kapasitas dan kelembagaan pelaku usaha mikro kecil (nelayan, pembudi daya, pengolah, dan pemasar) untuk bermitra dengan pelaku pasar global," ujarnya.
Mengingat karakteristik usaha sektor kelautan dan perikanan saling terkait antara hulu dan hilir, maka kemitraan usaha secara horisontal (usaha dari sisi hulu hingga hilir) dan vertikal (usaha skala kecil hingga besar) serta peran pemerintah dalam menjembatani kegiatan tersebut menjadi penting.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menjabarkan beberapa skema kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk mendukung peningkatan suplai bahan baku perikanan.
Skema tersebut di antaranya pembentukan kawasan budi daya dengan memanfaatkan tanah pemerintah, tanah milik BUMN, dan tanah milik rakyat.
"Pemanfaatan tanah pemerintah dijadikan tambak oleh investor swasta, bisa menggunakan pola kerja sama bagi hasil. Setelah kerja sama selesai, maka aset diserahkan kembali ke pemerintah," ujar Budhi.
Adapun aset pemerintah yang berada di pelabuhan perikanan bisa dikerjasamakan dengan swasta yang membangun atau melengkapi sarana prasarana.
Tujuannya, agar sektor swasta bisa menyuplai es ke nelayan, melakukan pengolahan dan pemasaran hasil kelautan dan perikanan baik lokal maupun ekspor.
Di samping itu, untuk mendukung logistik rantai dingin, pemerintah bisa bekerja sama dengan swasta dalam membangun pelabuhan untuk mendukung transportasi/logistik produk beku terutama dari kawasan Indonesia Timur.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kerangka pendanaan infrastruktur 2020-2024 mencapai Rp6.445 triliun yang terbagi atas 37 persen pemerintah, 21 persen BUMN, dan 42 persen swasta.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Artati Widiarti dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu, mengungkapkan sektor swasta bisa berperan vital mengingat keterbatasan pembiayaan dari APBN/APBD.
"Pemerintah sedang mencoba menarik minat sektor swasta dengan menawarkan berbagai skema di bawah public-private partnership (PPP) untuk membiayai pembangunan. Tidak terbatas pada infrastruktur fisik saja, tetapi juga infrastruktur sosial," katanya.
Saat ini, dinilai telah banyak praktik kemitraan usaha yang berkembang, salah satunya melalui kerja sama usaha dalam konteks PPP atau kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Artati menambahkan KPBU adalah skema penyediaan infrastruktur publik yang melibatkan peran pihak swasta dan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU.
Melalui skema KPBU, ujar dia, pemerintah dan swasta dapat berbagi tanggung jawab dan risiko atas pembangunan infrastruktur publik.
Selain mempercepat ketersediaan infrastruktur publik yang memadai, berkesinambungan, efektif dan efisien, lanjutnya, skema ini juga mendorong optimalisasi APBN/APBD untuk menjalankan program prioritas pemerintah lainnya.
Menurut Artati, kemitraan usaha yang terbangun antara pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan dengan swasta dalam pengembangan sektor usaha juga sudah berkembang dengan baik, termasuk dengan kalangan LSM.
"Contohnya, dengan membangun model-model kemitraan dengan negara buyer serta penguatan kapasitas dan kelembagaan pelaku usaha mikro kecil (nelayan, pembudi daya, pengolah, dan pemasar) untuk bermitra dengan pelaku pasar global," ujarnya.
Mengingat karakteristik usaha sektor kelautan dan perikanan saling terkait antara hulu dan hilir, maka kemitraan usaha secara horisontal (usaha dari sisi hulu hingga hilir) dan vertikal (usaha skala kecil hingga besar) serta peran pemerintah dalam menjembatani kegiatan tersebut menjadi penting.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menjabarkan beberapa skema kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk mendukung peningkatan suplai bahan baku perikanan.
Skema tersebut di antaranya pembentukan kawasan budi daya dengan memanfaatkan tanah pemerintah, tanah milik BUMN, dan tanah milik rakyat.
"Pemanfaatan tanah pemerintah dijadikan tambak oleh investor swasta, bisa menggunakan pola kerja sama bagi hasil. Setelah kerja sama selesai, maka aset diserahkan kembali ke pemerintah," ujar Budhi.
Adapun aset pemerintah yang berada di pelabuhan perikanan bisa dikerjasamakan dengan swasta yang membangun atau melengkapi sarana prasarana.
Tujuannya, agar sektor swasta bisa menyuplai es ke nelayan, melakukan pengolahan dan pemasaran hasil kelautan dan perikanan baik lokal maupun ekspor.
Di samping itu, untuk mendukung logistik rantai dingin, pemerintah bisa bekerja sama dengan swasta dalam membangun pelabuhan untuk mendukung transportasi/logistik produk beku terutama dari kawasan Indonesia Timur.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kerangka pendanaan infrastruktur 2020-2024 mencapai Rp6.445 triliun yang terbagi atas 37 persen pemerintah, 21 persen BUMN, dan 42 persen swasta.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020