Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong penguatan pengawasan terhadap pelaku usaha di bidang ekspor benih lobster, dalam rangka melaksanakan tata kelola komoditas tersebut yang berkelanjutan dan sesuai regulasi.
Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Tb Haeru Rahayu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, menyatakan KKP telah membuat kesepakatan dengan pelaku usaha, mulai dari nelayan/kelompok usaha bersama, pembudi daya, eksportir, serta instansi terkait lainnya termasuk Bareskrim Polri, terkait pelaksanaan pengawasan tata kelola lobster di Tanah Air.
"Ini merupakan pendekatan partisipatif dalam rangka penaatan pengelolaan lobster," katanya.
Ia mengungkapkan bahwa kesepakatan tersebut di antaranya bahwa pelaku usaha penangkapan, pembudi daya dan distribusi lobster sepakat untuk melakukan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan lobster.
Pelaku usaha pun, menurut dia, menyetujui penindakan oleh aparat penegak hukum jika terdapat di antara mereka yang melakukan kegiatan yang ilegal di bidang usaha penangkapan, pembudidayaan, dan distribusi lobster, serta mengabaikan seluruh ketentuan perizinan.
"Semua berkomitmen untuk patuh pada ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Ia juga memastikan bahwa terkait dengan pengawasan tata kelola lobster ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan berbagi pihak terkait termasuk di antaranya Bareskrim.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan KKP Drama Panca Putera menyampaikan bahwa upaya pengawasan tata kelola lobster akan diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.
Ia tidak menampik apabila ada pelanggaran yang dilakukan akan dikenakan sanksi administrasi sebagaimana ketentuan yang berlaku.
"Pendekatannya adalah peningkatan kepatuhan. Kami harap ini bisa dipahami dengan baik oleh pelaku usaha," ungkap Drama.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam bisnis ekspor benih lobster di Indonesia.
Salah satu temuan penting KPPU adalah pintu ekspor dari Indonesia ke luar negeri hanya dilakukan melalui Bandara Soekarno Hatta.
Padahal, mayoritas pelaku lobster berasal dari Nusa Tenggara Barat dan Sumatera.
Berdasarkan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan enam bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri, yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Internasional Lombok, Bandara Kualanamu Medan dan Bandara Hasanuddin Makassar.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menegaskan bahwa praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam ekspor benih lobster ini menggambarkan tata kelola lobster di Indonesia telah rusak dari hulu sampai dengan hilir.
"Dalam konteks ini, nelayan pembudi daya lobster sangat dirugikan karena kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan hanya untuk memenuhi syarat administratif ekspor. Setelah perusahaan mendapatkan izin ekspor, nelayan pembudi daya ditinggal," ungkapnya.
Ia mendesak KPPU segera membuka dengan seterang-terangnya siapa aktor yang telah melakukan praktik persaingan usaha tak sehat itu kepada publik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Tb Haeru Rahayu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, menyatakan KKP telah membuat kesepakatan dengan pelaku usaha, mulai dari nelayan/kelompok usaha bersama, pembudi daya, eksportir, serta instansi terkait lainnya termasuk Bareskrim Polri, terkait pelaksanaan pengawasan tata kelola lobster di Tanah Air.
"Ini merupakan pendekatan partisipatif dalam rangka penaatan pengelolaan lobster," katanya.
Ia mengungkapkan bahwa kesepakatan tersebut di antaranya bahwa pelaku usaha penangkapan, pembudi daya dan distribusi lobster sepakat untuk melakukan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan lobster.
Pelaku usaha pun, menurut dia, menyetujui penindakan oleh aparat penegak hukum jika terdapat di antara mereka yang melakukan kegiatan yang ilegal di bidang usaha penangkapan, pembudidayaan, dan distribusi lobster, serta mengabaikan seluruh ketentuan perizinan.
"Semua berkomitmen untuk patuh pada ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Ia juga memastikan bahwa terkait dengan pengawasan tata kelola lobster ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan berbagi pihak terkait termasuk di antaranya Bareskrim.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan KKP Drama Panca Putera menyampaikan bahwa upaya pengawasan tata kelola lobster akan diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.
Ia tidak menampik apabila ada pelanggaran yang dilakukan akan dikenakan sanksi administrasi sebagaimana ketentuan yang berlaku.
"Pendekatannya adalah peningkatan kepatuhan. Kami harap ini bisa dipahami dengan baik oleh pelaku usaha," ungkap Drama.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam bisnis ekspor benih lobster di Indonesia.
Salah satu temuan penting KPPU adalah pintu ekspor dari Indonesia ke luar negeri hanya dilakukan melalui Bandara Soekarno Hatta.
Padahal, mayoritas pelaku lobster berasal dari Nusa Tenggara Barat dan Sumatera.
Berdasarkan Keputusan Kepala BKIPM Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan enam bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri, yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Internasional Lombok, Bandara Kualanamu Medan dan Bandara Hasanuddin Makassar.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menegaskan bahwa praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam ekspor benih lobster ini menggambarkan tata kelola lobster di Indonesia telah rusak dari hulu sampai dengan hilir.
"Dalam konteks ini, nelayan pembudi daya lobster sangat dirugikan karena kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan hanya untuk memenuhi syarat administratif ekspor. Setelah perusahaan mendapatkan izin ekspor, nelayan pembudi daya ditinggal," ungkapnya.
Ia mendesak KPPU segera membuka dengan seterang-terangnya siapa aktor yang telah melakukan praktik persaingan usaha tak sehat itu kepada publik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020