Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Sudah berulang kali Ibu Saniah (45 th) ke rumah sakit lantaran penyakit asmanya kambuh di saat musim kemarau belakangan ini.


Sebenarnya dia enggan ke luar rumah yang tinggal di bilangan kilometer tujuh Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tetapi karena ia harus bekerja sebagai seorang guru pada sekolah di bilangan Gambut Kabupaten Banjar, mengharuskannya terus berangkat tiap hari menggunakan sepeda motor.

Hal serupa juga dialami banyak orang di kota berpenduduk sekitar 700 ribu jiwa ini, sehingga rumah sakit maupun Puskesmas sering menerima pasien lantaran sesak nafas serta infeksi saluran bagian atas (Ispa) yang merupakan penyakit paling banyak diderita warga.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Drg Diah R Praswati mengakui Ispa merupakan penyakit paling banyak menyerang warga Banjarmasin, dan itu bisa dilihat dari sepuluh besar penyakit yang terdata di Puskesmas dan rumah sakit.

Ispa muncul terutama lantaran cuaca yang buruk, serta akibat pencemaran debu dan asap yang melanda udara di sekitar wilayah ini, disamping pola hidup masyarakat yang kurang memperhatikan paktor kesehatan.

Sementara Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Banjarmasin Drs Hamdi tak menyangkal jika wilayahnya belakangan ini tercemar debu dan asap bekas pembakaran lahan persawahan dan semak belukar, khususnya di musim kemarau belakangan ini.

"Lihat saja hari-hari belakangan ini udara Banjarmasin begitu kotor, ditandai beterbangannya "kelatu" (benda hitam bekas dedaunan semak belukar terbakar) beterbangan di udara Banjarmasin," katanya.

Beberapa warga mengeluhkan keberadaan kelatu ini, sebab pekarangan yang tadinya bersih sebentar saja jadi kotor oleh kelatu, cucian pakaian warga yang basah saat dijemur di luar rumah juga kotor terkena benda ini.

Memang sudah menjadi kebiasaan saat musim kemarau warga membuka lahan pertanian dan perkebunan membakar lahannya agar mudah membersihkan lahan untuk penanaman.

Tetapi tak jarang pembakaran lahan tersebut kemudian merembes ke semak belukar secara meluas bahkan ke lahan gambut yang sulit dipadamkan apinya, dan terus menerus mengeluarkan asap sepanjang hari.

Akibat dari itu maka udara Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, dan Kota Banjarbaru belakangan ini benar-benar kotor oleh asap pembakahan lahan tersebut, bahkan penerbangan di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin beberapa kali terganggu ditandai penundaan penerbangan akibat jarak pandang terbatas.

Menurut Hamdi bukan hanya asap mengotori udara Banjarmasin ini tetapi juga partikel seperti debu dan gas yang melebihi ambang batas.

BLHD Banjarmasin pernah melakukan pengujian kualitas udara di lima titik seperti perempatan Belitung, Sungai Andai, Kayu Tangi, A Yani, dan Trisakti.

Parameter kandungan pencemaran udara yang diuji meliputi, suspended particuler atau debu, carbon monoksida (CO2), sulful dioksida (SO2), ozon atau oksigen (O3), nitrogen dioksida (NO2), amoniak (NH3), sulfida (H2S), kebisingan udara, serta kelembaban PM 10 (debu paling halus).

Dari pengujian itu, kalau kualitas udara dengan partikel debu dan kebisingan berada diambang batas tertinggi, yang tertinggi ada di kawasan Pelabuhan Trisakti.

Idealnya kandungan partikel debu di udara sekitar 230 miligram per meterkubik tetapi di kawasan Jalan Lingkar Selatan sudah mencapai 457 miligram per meterkubik.

Munculnya debu di daerah itu karena aktivitas kenderaan bermotor lebih tinggi di bandingkan daerah lain, khususnya truk besar yang lalu lalang menuju pergudangan dan pelabuhan ke berbagai daerah lain.

Melihat kondisi musim kemarau serta adanya kebiasaan masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar. Hamdi meyakini tingkat polusi udara bertambah.

"Saat ini udara pagi dan malam hari dapat dikatakan kurang sehat lagi karena sekarang sudah diselimuti asap," ujar dia.

Kondisi tersebut berdampak akan pada kesehatan, dan mengganggu pernafasan, makanya ia mengimbau warga yang keluar rumah menggunakan masker untuk mengurangi terhirupnya asap.

Selain itu, udara Banjarmasin masih ada kandungan timbal akibat bahan bakar yang dipakai mengandung timah hitam, padahal bahan bakar sudah dilarang yang mengandung timah hitam.

Menyinggung gas buang ke udara di wilayah tersebut disebutkannya secara umum, emisi atau gas buang dari 2000 sampel kendaraan bermotor yang memakai bahan bakar premium masih bagus.

Tetapi yang menggunakan bahan bakar solar 50 persen emisi yang dihasilkan masih tidak standar atau diatas ambang batas.

Selain pemantauan BLHD Kota Banjarmasin yang menunjukan kurang sehatnya udara wilayah ini , juga dibuktikan hasil pemantauan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Provinsi kalimantan Selatan.

Hasil pemantauan Bapedalda Kalsel yang pernah termuat di salah satu media setempat beberapa waktu disebutkan bahwa pemantauan itu dilakukan secara acak (grab sampling) yang sifatnya sesaat berdasarkan keperluannya.

Hasil pemantauan kualitas udara tersebut menunjukkan bahwa kandungan debu (PM10) terhadap udara berada di atas baku mutu.

Begitu juga dengan kandungan karbon monoksida (CO) dari hasil pemantauan yang rata-rata di atas ambang batas normal 30 mg/m2. Sedangkan kandungan timah hitam (Pb) juga melebihi baku mutu 2,0 mg/m2.

Pencemaran udara diakibatkan oleh lepasnya zat pencemar ke udara dari berbagai sumber, baik bersifat alami maupun aktivitas manusia (antropogenik).

Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 mengenai pengelolaan udara, sumber pencemar didefinisikan sebagai setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Sumber pencemar dalam lima kelompok, yaitu sumber bergerak, misal kendaraan bermotor, sumber bergerak spesifik, misal kereta api, sumber tidak bergerak, sumber emisi yang tetap pada suatu tempat, sumber tidak bergerak spesifik, seperti kebakaran hutan dan pembakaran sampah, dan sumber gangguan, atas penggunaan media udara atau padat dalam penyebarannya, seperti kebisingan, getaran, dan bau.







Bahaya Asap



Kerisauan warga wajar lantaran asap bekas kebakaran hutan membahayakan kesehatan, karena berdasarkan catatan asap pembakaran menghasilkan polutan berupa partikel dan gas, partikel itu silika, oksida besi, dan alumina, gas yang dihasilkannya adalah CO,CO2,SO2,NO2, aldehid, hidrocarbon, dan fluorida.

Polutan ini, berpotensi sebagai iritan dapat menimbulkan fibrosis (kekakuan jaringan paru), pneumokoniosis, sesak napas, elergi sampai menyebabkan penyakit kanker.

Berdasarkan pedoman Depkes tentang pengendalian pencemaran udara akibat kebakaran hutan terhadap kesehatan ditetapkan katagori bahaya kebakaran hutan dan tindakan pengamanan berdasarkan ISPU.

ISPU <50 dikatagorikan baik tak ada dampak kesehatan, ISPU 51-100 dinilai sedang, juga tak ada dampak kesehatan, ISPU 101-199 sudah dikatagorikan tidak sehat.

Dalam katagori ini dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, bagi penderita penyakit jantung gejalanya akan kian berat, pencegahannya gunakan masker aktivitas diluar rumah.

ISPU 200-299 sangat tidak sehat pada penderita ISPA, Pneumonia dan penyakit jantung akan kian berat, aktivitas rumah hendaknya dibatasi perlu persiapan ruang khusus.

ISPU 300-399 dikatagorikan berbahaya bagi penderita suatu penyakit gejalanya akan semakin serius, orang yang sehat saja akan merasa mudah lelah.

Pada katagori ini penderita penyakit ditempatkan pada ruang bebas pencemaran udara, aktivitas kantor dan sekolah harus menggunakan AC atau air purifier.

Sementara katagori terakhir sangat berbahaya ISPU 400>, saat ini berbahaya bagi semua orang, terutama balita, ibu hamil, orang tua, dan penderita gangguan pernapasan.

Dampak asap begitu luas, jangka pendek asap yang berupa bahan iritan (partikel) akibat pembakaran lahan berdampak negatif terhadap kesehatan.

Pengaruhnya dalam jangka pendek itu adalah niengiritasi saluran pernafasan dan dapat diikuti dengan infeksi saluran pernafasan sehingga timbul gejala berupa rasa tidak enak di saluran pernafasan.

Gejalanya seperti batuk, sesak nafas (pneumonia) yang dapat berakhir dengan kematian.

Selain itu asap juga mengiritasi mata dan kulit, mengganggu pernafasan penderita penyakit paru kronik seperti asma dan bronchitis alergika.

Sedang gas CO pada asap dapat juga menimbulkan sesak nafas, sakit kepala, lesu, dan tidak bergairah serta ada perasaan mual.

Dampak jangka panjang bahan-bahan mengiritasi saluran pernafasan dapat menimbulkan bronchitis kronis, emfisema, asma, kanker paru, serta pneumokoniosis.

Melihat kenyataan tersebut, perlu dilakukan pengendalian dampak asap pembakaran lahan dan hutan di wilayah ini.***3***







(T.H005/B/Z003/Z003) 26-09-2014 18:16:28

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014