Seminar bertajuk motivasi keselamatan pertambangan yang berlangsung di gedung Pusat Informasi Tabalong, pada Selasa (11/2) dibuka secara langsung PJO PT Pamapersada Nusantara, Bayu Setiawan.

Kegiatan diikuti 100 lebih peserta dari sejumlah perusahaan di wilayah operasional PT Adaro Indonesia dengan menghadirkan Analisa Widyaningrum sebagai narasumber ini diharapkan mampu memberi suntikan semangat meningkatkan rasa peduli pada keselamatan kerja.

Menurut Bayu, saat ini terutama operator dan mekanik, berada dalam usia millenial. "Dengan usia seperti itu, telepon genggam merupakan kebutuhan. Karena keseharian sudah tak bisa lepas dari akses informasi," ujarnya.

Namun, Bayu menegaskan, penggunaannya juga sedianya bisa disikapi secara positif. Fokus pada pekerjaan terutama operator dan mekanik, sangatlah serius jika lalai mereka dihadapkan pada ancaman insiden. 
 
Foto Antaranews.Kalsel/ist (Istimewa)

Awal Maret nanti jelasnya, kebijakan untuk tidak membawa telepon genggam ke lokasi kerja, yang bakal diterapkan, sejatinya dipahami dengan bijak.

Karena sejumlah insiden yang berlangsung, diawali hilangnya fokus kerja karena penggunaan telepon genggam.

"Saat kembali ke rumah atau mess, silahkan kembali menggunakan telepon genggam, namun jangan seperti orang balas dendam, seharian melek didepan layar.

Gunakan secukupnya, kalau mengantuk, tidak ada obat selain tidur," pungkasnya.

Usai pembukaan, Analisa, psikolog pendiri Analisa Personality Development Center (APDC) Yogyakarta, mengurai materi secara interaktif dengan mengawali uraiannya pada sebuah fakta, bahwa umumnya generasi millenial rentan mengalami stress.

 "Hasil riset di Amerika ini, menunjukkan bahwa generasi millenial dengan rentang usia 19 - 31 tahun, rentan mengalami stress karena tuntutan generasi sebelumnya yang menganggap kemudahan akses informasi membuat mereka bisa melakukan semuanya dengan sempurna," ujarnya.

Di lingkungan kerja, terutama pertambangan, dari sejumlah perusahaan yang pernah disambangi Analisa, ia menilai ada 4 faktor yang menyebabkan kerentanan pekerja pada usia millenial ini, kerap mencari alternatif lain untuk berpindah.

Pertama, goal atau tujuan yang tidak jelas. Ini menyebabkan kebingungan bagi pekerja.

 "Ketika tujuan tidak jelas, ada kegusaran. Kita bingung apa yang harus dikerjakan. Terlebih misalnya, pimpinan juga punya kejelasan memberi arahan," terangnya.

Faktor kedua, rekan kerja yang tidak kooperatif. Bekerja dalam tim, sedianya mampu saling mendukung.

Bisa dibayangkan, saat menghadapi masalah, kemudian rekan kerja tak mau peduli, yang terjadi adalah perpecahan. Suasana menjadi tidak nyaman.

 "Faktor ketiga dan keempat, lokasi kerja dan manajemen yang buruk, serta jam kerja yang terlalu lama," kata Analisa.

Analisa juga menyampaikan, bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini, serta kemudahan akses informasi, berpeluang besar menyajikan alternatif pemasukan.

Pekerjaan tak lagi bersifat konvensional, dengan memanfaatkan akses teknologi, digital marketing, konten maker, atau bahkan vlogger, merupakan pilihan yang menjanjikan.

Meski demikian, lanjutnya, seleksi masuk untuk bekerja di pertambangan yang terkenal ketat dengan kesempatan terbatas, adalah pegangan yang mesti dipertahankan.

Mengenai penggunaan telepon genggam saat bekerja, Analisa menyebut, kebijakan antisipatif seperti ini, tentunya selaras dengan kondisi pertambangan yang memerlukan konsentrasi penuh.

 "Apalagi, rekan - rekan dihadapkan pada ancaman insiden yang bisa berakibat fatal," sebutnya.

Tak sekadar menguraikan tentang tantangan era industri yang dihadapi generasi millenial, Analisa turut menggugah top 10 skill agar mampu berdaya saing di masa mendatang.

Tak ketinggalan, ia juga memaparkan tentang manajemen stress dan cara memahami diri sendiri.

Pewarta: Herlina Lasmianti

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020