Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Meutya Hafid mengakui cukup sulit untuk membuat regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan media massa.

Pengakuannya itu saat menjadi salah satu narasumber Konvensi Nasional Media Massa - Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Kalimantan Selatan (Kalsel), Sabtu (8/2) lalu.

"Apalagi dengan pemikiran atau pendapat yang berbeda-beda dari kalangan media massa atau insan pers," ujar perempuan muda yang pernah menjadi sandera pasukan Taliban di Afghanistan beberapa tahun lalu itu.

Memang menurut Ketua Komisi I DPR RI itu, regulasi bagi media massa atau dunia pers tersebut perlu, terlebih dalam menghadapi tantangan yang semakin berat dan kompetitif.

"Regulasi itu perlu, agar media massa atau dunia pers bisa hidup, tumbuh dan berkembang secara sehat sebagai sebuah kebutuhan," tegas "Srikandi" Partai Golkar tersebut.

Oleh sebab itu, menurut Ketua Komisi I DPR RI yang juga membidangi komunikasi dan informatika atau media massa tersebut, sebaiknya konsep rancangan perundang-undangan berasal dari komunitas insan pers/media massa sendiri.

"Jadi kalau draft/konsep Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Pers itu dari komunitas pers atau media massa sendiri, maka DPR RI akan lebih mudah mengesahkan," demikian Meutya Hafid.

Konvensi Nasional Media Massa - HPN 2020 tersebut dengan topik "Daya - Hidup Media Massa Di Era Disrupsi, Tata - Kelola Seperti Apa Yang Dibutuhkan?".

Sedangkan kegiatan HPN 2020 yang berlangsung di "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" atau "Bumi Lambung Mangkurat" Kalsel  tersebut, "Pers Menggelorakan Kalimantan Selatan Sebagai Gerbang Ibu Kota Negara".
Logo HPN 2020 terdapat gambar Bekantan (kera hidung panjang), satwa langka yang menjadi maskot fauna Kalsel. (Syamsuddin Hasan)

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020