Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan sudah menerbitkan peraturan daerah untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan sejak 17 tahun silam dan selama itu pula sosialisasi dilakukan.
Namun masih marak pedagang yang melanggarnya dengan menjual anak atau benih ikan untuk dikonsumsi padahal berdasarkan Perda nomor 10 tahun 2002 ancaman pidana paling lama tiga bulan kurungan dan denda paling banyak Rp5 juta.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Perikanan Agus Heriyadi di Amuntai, Sabtu mengatakan, pemberian sanksi sesuai Perda 10/ 2002 bisa saja dilakukan pemerintah, namun belum pernah dilakukan.
"Memang seharusnya dilakukan pemberian sanksi hukuman agar menimbulkan efek jera, tidak saja bagi pedagang yang menperjualbelikan anak ikan/benih ikan untuk dikonsumsi namun juga penangkap ikan, tergantung keberanian menegakan perda," ujar Agus di Amuntai, Jum'at.
Agus mengatakan, sosialisasi dilakukan sejak 2002 namun masih kurang dalam memberikan sanksi efek jera ini karena pemerintah masih mempertimbangkan kemaslahatan yang lebih besar.
Pihak Satpol PP pada Kamis (23/1) pagi kembali melakukan penyisiran pedagang ikan di Pasar Amuntai dan masih menemukan sebanyak 16 orang pedagang memperjualbelikan anak/benih ikan untuk dikonsumsi.
"Kita masih mensosialisasikan Perda nomor 10 tahun 2002 tentang pelestarian sumber daya perikanan kepada pedagang," kata Plt Kasatpol PP dan Damkar HSU Jumadi disela kegiatan.
Ketika ditanya petugas, beberapa pedagang masih mengaku belum mengetahui jika menjual anak ikan untuk dikonsumsi ternyata dilarang.
Jumadi menjelaskan upaya pencegahan penangkapan dan penjualan anak/benih ikan dilakukan mulai sektor hulu hingga sektor hilir bekerja sama dengan Dinas Perikanan.
Untuk sektor hulu, katanya, upaya pencegahan penangkapan anak ikan dilakukan oleh Dinas Perikanan dengan di dukung (back up) oleh aparat Satpol PP, sedangkan untuk sektor hilir dilakukan pembinaan oleh Satpol PP kepada pedagang ikan di pasar-pasar dengan di 'back up' Dinas Perikanan.
Diakui Jumadi, bahwa pelaksanaan perda 10/ 2002 tersebut dilakukan masih dengan melihat kearifan lokal, mengedepankan tindakan persuasif sebagai upaya penyadaran kepada masyarakat bahwa kelestarian sumberdaya perikanan perlu diupayakan sejak sekarang.
"Walaupun sebenarnya perda ini umurnya sudah lama yaitu sejak 2002, namun karena fenomena terjadi maraknya penjualan anak ikam ini sifarnya musiman, yakni hanya saat musim penghujan, maka terkadang terlewatkan dalam masa masa yang berjalan," terang Jumadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Namun masih marak pedagang yang melanggarnya dengan menjual anak atau benih ikan untuk dikonsumsi padahal berdasarkan Perda nomor 10 tahun 2002 ancaman pidana paling lama tiga bulan kurungan dan denda paling banyak Rp5 juta.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Perikanan Agus Heriyadi di Amuntai, Sabtu mengatakan, pemberian sanksi sesuai Perda 10/ 2002 bisa saja dilakukan pemerintah, namun belum pernah dilakukan.
"Memang seharusnya dilakukan pemberian sanksi hukuman agar menimbulkan efek jera, tidak saja bagi pedagang yang menperjualbelikan anak ikan/benih ikan untuk dikonsumsi namun juga penangkap ikan, tergantung keberanian menegakan perda," ujar Agus di Amuntai, Jum'at.
Agus mengatakan, sosialisasi dilakukan sejak 2002 namun masih kurang dalam memberikan sanksi efek jera ini karena pemerintah masih mempertimbangkan kemaslahatan yang lebih besar.
Pihak Satpol PP pada Kamis (23/1) pagi kembali melakukan penyisiran pedagang ikan di Pasar Amuntai dan masih menemukan sebanyak 16 orang pedagang memperjualbelikan anak/benih ikan untuk dikonsumsi.
"Kita masih mensosialisasikan Perda nomor 10 tahun 2002 tentang pelestarian sumber daya perikanan kepada pedagang," kata Plt Kasatpol PP dan Damkar HSU Jumadi disela kegiatan.
Ketika ditanya petugas, beberapa pedagang masih mengaku belum mengetahui jika menjual anak ikan untuk dikonsumsi ternyata dilarang.
Jumadi menjelaskan upaya pencegahan penangkapan dan penjualan anak/benih ikan dilakukan mulai sektor hulu hingga sektor hilir bekerja sama dengan Dinas Perikanan.
Untuk sektor hulu, katanya, upaya pencegahan penangkapan anak ikan dilakukan oleh Dinas Perikanan dengan di dukung (back up) oleh aparat Satpol PP, sedangkan untuk sektor hilir dilakukan pembinaan oleh Satpol PP kepada pedagang ikan di pasar-pasar dengan di 'back up' Dinas Perikanan.
Diakui Jumadi, bahwa pelaksanaan perda 10/ 2002 tersebut dilakukan masih dengan melihat kearifan lokal, mengedepankan tindakan persuasif sebagai upaya penyadaran kepada masyarakat bahwa kelestarian sumberdaya perikanan perlu diupayakan sejak sekarang.
"Walaupun sebenarnya perda ini umurnya sudah lama yaitu sejak 2002, namun karena fenomena terjadi maraknya penjualan anak ikam ini sifarnya musiman, yakni hanya saat musim penghujan, maka terkadang terlewatkan dalam masa masa yang berjalan," terang Jumadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020