Kepala BPJS Banjarmasin Tutus Novita Dewi mengakui, dengan diberlakukannya tarif baru iuran BPJS kesehatan pada Januari ini terjadi "gelombang" peserta yang melakukan penurunan kelas.

Sebagaimana diketahui, ungkapnya saat berada di gedung dewan kota, Selasa, tarif iuran BPJS kesehatan naik 100 persen, di mana peserta yang turun kelas mencapai 7 persen.

"Memang angkanya pada Januari ini peserta yang turun kelas belum ada, tapi kita perkirakan sekitar 7 persen seperti pada bulan Desember 2019," ujarnya.

Peserta BPJS kesehatan di ibukota provinsi ini, ungkap Tutus, sebanyak 556 ribu dari total penduduk di sini sebanyak 667 ribu jiwa. Atau sekitar 80,6 persen warga Banjarmasin sudah mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dia menegaskan, dengan diberlakukannya tarif baru iuran BPJS kesehatan, yakni, Rp42.000 per bulan untuk kelas III, sebesar Rp110.000 per bulan untuk kelas II, dan sebesar Rp160.000 per bulan untuk kelas I, tidak membuat peserta berkurang atau banyak yang berhenti.

"Malah pendaftaran peserta baru masih banyak, yang ada cukup banyak itu melakukan turun kelas dari kelas 1 ke kelas III, karena menyesuaikan finansial," ujarnya.

Menurut Tutus, proses penurunan kelas yang diinginkan peserta ini dilayani pihaknya dalam program praktis.

"Kalau dulukan setelah satu tahun baru peserta itu boleh turun kelas, kalau sekarang satu bulan saja boleh," ucapnya.

Menurut dia, program praktis ini diberlakukan sejak Desember 2019 lalu hingga April 2020 nanti.

"Bisa melalui aplikasi mobile JKN atau datang langsung ke kantor BPJS kesehatan," terangnya.

Tutus mengatakan, peserta yang ingin turun kelas itu cukup membawa kartu peserta dan KTP-el saja.

Yang menjadi masalah saat ini, ungkap dia, ada sekitar 40 persen peserta di Kota Banjarmasin yang menunggak bayar iuran BPJS kesehatan.

"Sekitar Rp30 miliar lah tunggakan pembayaran iuran BPJS kesehatan di kota ini," tuturnya.

Menurut dia, ada beberapa penyebabnya, pertama itu peserta uang memang tidak mampu bayar hingga diarahkan untuk diverifikasi dinas sosial setempat, jika memang warga miskin agar dapat dijamin pemerintah kota pembayaran iurannya.

"Banyak juga yang kesadarannya kurang, kalau sudah sakit baru bayar, sembuh tidak bayar lagi," ujarnya.

Pihaknya pun sudah berupaya menghubungi via telpon atau berkunjung langsung sebagai pemberitahuan ke peserta yang menunggak itu.

"Yang pasti saat ini antara iuran yang kami terima dan yang harus kami keluarkan, lebih banyak yang kami keluarkan," pungkasnya.



 

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020