Sudah enam tahun Evi Lukhi Kustanti memberikan pelayanan gratis bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari kaum Dhuafa di Kabupaten Tabalong dan sekitarnya.
Wanita asal Kota Sragen ini bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara untuk okupasi terapis di RSUD Badaruddin Kasim Tanjung.
Selain di rumah sakit Evi juga bekerja sebagai konsultan program anak dan okupasi terapis di Klinik Taman Mutiara Indonesia.
Di Klinik Taman Mutiara semua anak berkebutuhan khusus berkesempatan mendapatkan layanan terapis gratis ucap Evi.
" Hanya di RSUD H Badaruddin Kasim yang ada pelayanan okupasi terapis untuk wilayah Banua Enam," jelas wanita berkacamata ini.
Bersama Slamet Purwanto sang suami alumni Politeknik Kesehatan Negeri Surakarta ini mulai merintis klinik bagi anak yang memiliki kelainan.
Di bawah naungan Yayasan Taman Mutiara Indonesia Evi mulai memberikan layanan terapi termasuk anak dari keluarga tidak mampu.
Layanan gratis bagi ABK dari kaum dhuafa ini rupanya menarik perhatian PT Adaro Indonesia hingga akhirnya Klinik Taman Mutiara mendapat suport dana dari program CSR.
Kini 57 anak telah ditangani Evi dibantu 7 tenaga terapis yang tentunya sudah mendapatkan pelatihan dalam penanganan ABK.
Pengalaman melatih perilaku ABK agar bisa lebih mandiri dimulai Evi 2006 sebagai guru pendamping di Taman Pendidikan Prasekolah Al Firdaus Surakarta.
Tak sampai satu tahun wanita ini mendapat tawaran bekerja di rumah sakit milik PT LNG Bontang untuk terapi ABK.
"Saya juga sempat bekerja sebagai homecare di Kota Banjarmasin sebelum akhirnya pindah ke Kota Tanjung," jelas Evi.
Anak Berkebutuhan Khusus ungkap Evii sebenarnya bisa mandiri jika kalangan orangtua bisa menerapkan aturan yang diterapkan oleh terapis.
Seperti membiasakan anak tidak menggunakan popok pada usia lebih 2 tahun dan melarang penggunaan ponsel bagi anak penderita lambat bicara.
Orangtua ungkap Evi harus menerima kondisi anak dan bisa merencanakan tindakan selanjutnya serta melakukan pengulangan.
"Jika dilakukan pengulangan anak kemungkinan bisa mengubah perilakunya," jelas Evi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Wanita asal Kota Sragen ini bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara untuk okupasi terapis di RSUD Badaruddin Kasim Tanjung.
Selain di rumah sakit Evi juga bekerja sebagai konsultan program anak dan okupasi terapis di Klinik Taman Mutiara Indonesia.
Di Klinik Taman Mutiara semua anak berkebutuhan khusus berkesempatan mendapatkan layanan terapis gratis ucap Evi.
" Hanya di RSUD H Badaruddin Kasim yang ada pelayanan okupasi terapis untuk wilayah Banua Enam," jelas wanita berkacamata ini.
Bersama Slamet Purwanto sang suami alumni Politeknik Kesehatan Negeri Surakarta ini mulai merintis klinik bagi anak yang memiliki kelainan.
Di bawah naungan Yayasan Taman Mutiara Indonesia Evi mulai memberikan layanan terapi termasuk anak dari keluarga tidak mampu.
Layanan gratis bagi ABK dari kaum dhuafa ini rupanya menarik perhatian PT Adaro Indonesia hingga akhirnya Klinik Taman Mutiara mendapat suport dana dari program CSR.
Kini 57 anak telah ditangani Evi dibantu 7 tenaga terapis yang tentunya sudah mendapatkan pelatihan dalam penanganan ABK.
Pengalaman melatih perilaku ABK agar bisa lebih mandiri dimulai Evi 2006 sebagai guru pendamping di Taman Pendidikan Prasekolah Al Firdaus Surakarta.
Tak sampai satu tahun wanita ini mendapat tawaran bekerja di rumah sakit milik PT LNG Bontang untuk terapi ABK.
"Saya juga sempat bekerja sebagai homecare di Kota Banjarmasin sebelum akhirnya pindah ke Kota Tanjung," jelas Evi.
Anak Berkebutuhan Khusus ungkap Evii sebenarnya bisa mandiri jika kalangan orangtua bisa menerapkan aturan yang diterapkan oleh terapis.
Seperti membiasakan anak tidak menggunakan popok pada usia lebih 2 tahun dan melarang penggunaan ponsel bagi anak penderita lambat bicara.
Orangtua ungkap Evi harus menerima kondisi anak dan bisa merencanakan tindakan selanjutnya serta melakukan pengulangan.
"Jika dilakukan pengulangan anak kemungkinan bisa mengubah perilakunya," jelas Evi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019