Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan menempuh metode sosialisasi baru untuk mencegah perkawinan anak, yakni dengan meniru aksi mirip demontrasi mahasiswa yang lagi marak saat ini.
Beberapa petugas DPPPA melakukan aksi turun ke jalan membawa spanduk dan poster salah seorang diantaranya menyampaikan penyuluhan menggunakan megafon.
"Kita berinisiatif turun ketengah+tengah untuk mensosialisasikan program perncegahan perkawinan anak," ujar Kepala DPPPA Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Gusti Iskandariah di Amuntai, Jum'at.
Gusti mengatakan, DPPPA menyasar lokasi-lokasi pasar tradisional dan tempat keramaian seperti car free day untuk melakukan aksi sosialisasi terbuka pencegahan perkawinan anak.
Bahkan pasar kerajinan tidak luput menjadi sasaran sosialisasi terbuka, termasuk pasar dikawasan objek wisata candi agung.
Bahkan dilokasi pasar terjauh seperti di kecamatan paminggir turut dikunjungi.
Padahal menuju kecamatan ini perlu waktu hampir 2 jam menggunakan perahu mesin.
Sebagian besar wilayah Kabupaten HSU memang terdiri atas perairan rawa. Sehingga menjadi kendala tersendiri dalam melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakatnya.
Gusti mengakui jika angka stunting dan kematian ibu melahirkan masih cukup tinggi di kecamatan yang berbatasan dengan wilayah provinsi Kalimantan Tengah tersebut.
"Metode penyuluhan secara terbuka semacam ini merupakan inisiatif DPPPA Kabupaten HSU bukan dari program kementerian, nanti akan kita evaluasi bagaimana hasilnya," terang Gusti.
Biasanya, kata Gusti, sosialisasi dilaksanakan diruang tertutup dengan mengundang warga dengan jumlah terbatas, sekarang melalui aksi sosialisasi terbuka diharapkan dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Berdasarkan data DPPPA jumlah penderita stunting dan kematian ibu melahirkan di Kabupaten HSU sudah semakin berkurang. Gusti berharap melalui metode sosialisasi terbuka bisa semakin menekan angka stunting.
Kabid kualitas hidup perempuan dan keluarga DPPPA, Rusinah menjelaskan banyak hak anak yang harus dipenuhi orang tua salah satu tidak mengawinkan mereka di usia anak.
"Diusia anak mereka akan kehilangan kasih sayang orang tua jika keburu dinikahkan, kasih sayang tak belum tentu bisa tergantikan dari suaminya nanti," katanya.
Dikatakan, perkawinan anak merupakan pelanggaran hak - hak anak perempuan dan laki - laki, karena anak rentan kehilangan hak pendidikan kesehatan, gizi, perlindungan dari kekerasan expolitasi dan tercabut dari kebahagian masa anak - anak.
Salah seorang pedagang ayam Ibu Umi mengatakan, sudah mengetahui tentang bahaya pernikahan usia anak tersebut.
Ia juga mengetahui batasan usia untuk menikahkan anak yang ideal dan sesuai petaruran perundang-undangan.
"Kalau perempuan usia nikah 18 tahun, kalau laki laki umur 25 tahun, apabila nikah terlalu muda bisa berbahaya bagi perempuan dalam melahirkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Beberapa petugas DPPPA melakukan aksi turun ke jalan membawa spanduk dan poster salah seorang diantaranya menyampaikan penyuluhan menggunakan megafon.
"Kita berinisiatif turun ketengah+tengah untuk mensosialisasikan program perncegahan perkawinan anak," ujar Kepala DPPPA Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Gusti Iskandariah di Amuntai, Jum'at.
Gusti mengatakan, DPPPA menyasar lokasi-lokasi pasar tradisional dan tempat keramaian seperti car free day untuk melakukan aksi sosialisasi terbuka pencegahan perkawinan anak.
Bahkan pasar kerajinan tidak luput menjadi sasaran sosialisasi terbuka, termasuk pasar dikawasan objek wisata candi agung.
Bahkan dilokasi pasar terjauh seperti di kecamatan paminggir turut dikunjungi.
Padahal menuju kecamatan ini perlu waktu hampir 2 jam menggunakan perahu mesin.
Sebagian besar wilayah Kabupaten HSU memang terdiri atas perairan rawa. Sehingga menjadi kendala tersendiri dalam melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakatnya.
Gusti mengakui jika angka stunting dan kematian ibu melahirkan masih cukup tinggi di kecamatan yang berbatasan dengan wilayah provinsi Kalimantan Tengah tersebut.
"Metode penyuluhan secara terbuka semacam ini merupakan inisiatif DPPPA Kabupaten HSU bukan dari program kementerian, nanti akan kita evaluasi bagaimana hasilnya," terang Gusti.
Biasanya, kata Gusti, sosialisasi dilaksanakan diruang tertutup dengan mengundang warga dengan jumlah terbatas, sekarang melalui aksi sosialisasi terbuka diharapkan dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Berdasarkan data DPPPA jumlah penderita stunting dan kematian ibu melahirkan di Kabupaten HSU sudah semakin berkurang. Gusti berharap melalui metode sosialisasi terbuka bisa semakin menekan angka stunting.
Kabid kualitas hidup perempuan dan keluarga DPPPA, Rusinah menjelaskan banyak hak anak yang harus dipenuhi orang tua salah satu tidak mengawinkan mereka di usia anak.
"Diusia anak mereka akan kehilangan kasih sayang orang tua jika keburu dinikahkan, kasih sayang tak belum tentu bisa tergantikan dari suaminya nanti," katanya.
Dikatakan, perkawinan anak merupakan pelanggaran hak - hak anak perempuan dan laki - laki, karena anak rentan kehilangan hak pendidikan kesehatan, gizi, perlindungan dari kekerasan expolitasi dan tercabut dari kebahagian masa anak - anak.
Salah seorang pedagang ayam Ibu Umi mengatakan, sudah mengetahui tentang bahaya pernikahan usia anak tersebut.
Ia juga mengetahui batasan usia untuk menikahkan anak yang ideal dan sesuai petaruran perundang-undangan.
"Kalau perempuan usia nikah 18 tahun, kalau laki laki umur 25 tahun, apabila nikah terlalu muda bisa berbahaya bagi perempuan dalam melahirkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019