Penurunan besaran uang muka kredit perumahan dan kendaraan bermotor pada 2 Desember 2019, ditujukan guna menambah stimulus terhadap sisi permintaan dan menjaga peluang akselerasi laju pertumbuhan ekonomi domestik, kata Bank Indonesia (BI).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam diskusi di Kuta, Badung, Bali, Jumat, mengatakan pelonggaran syarat uang muka di dua sektor kredit konsumtif itu memang diperlukan untuk menepis efek dari perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang bisa mengikis permintaan masyarakat.
Sejak akhir 2018 dan berlanjut ke 2019, Bank Sentral lebih banyak memberikan stimulus kebijakan terhadap sisi pasokan dengan melonggarkan kebijakan likuiditas. Misalnya, penurunan Giro Wajib Minumum rupiah menjadi enam persen, dan juga penyesuaian Rasio Intermediasi Makroprudensial menjadi 84-94 persen dari 80-92 persen.
Namun selain sisi pasokan, BI juga perlu mendorong sisi permintaan. Karena itu, Otoritas Moneter menurunkan uang muka kredit untuk kredit properti dan kendaraan agar pertumbuhan dua industri tersebut juga memberikan efek berlipat terhadap sektor-sektor ekonomi lain seperti konstruksi dan juga batu bara.
"Uang muka dilonggarkan dan masyarakat mampu membayar lebih murah untuk memiliki rumah, agar tidak sekedar likuiditas yang dilonggarkan, tingkat suku bunga diturunkan. Harapan kami masyarakat ambil manfaat dari uang muka yang diturunkan," ujar Onny.
Baca juga: Rasio KPR terhadap PDB nasional 2,9 persen
Menurut Onny, stimulus terhadap permintaan kredit properti dan otomotif akan membuka ruang-ruang pertumbuhan ekonomi, karena dua sektor tersebut terkait dengan banyak sektor produksi.
"Kami ingin jaga momentum untuk ciptakan ruang-ruang pertumbuhan dengan mendorong sisi permintaan," ujarnya.
Bank Sentral pada tahun ini ingin mendorong pertumbuhan ekonomi domestik bisa mencapai 5,1-5,2 persen dan pada 2020 menjadi 5,3 persen.
Penurunan uang muka kredit perumahan dan kendaraan bermotor menjadi dua kebijakan pelonggaran makroprundensial yang diputuskan Bank Sentral pada September 2019 ini. Namun relaksasi kebijakan itu baru mulai berlaku pada 2 Desember 2019.
Untuk kredit perumahan, penurunan uang muka itu berlaku bagi kredit untuk pembelian rumah kedua. Rinciannya, uang muka rumah tipe 21-70 turun menjadi 10 persen dan tipe di atas 70 menjadi 15 persen.
Baca juga: SMF tanda tangani perjanjian dengan bank penyalur KPR FLPP
BI juga memberikan pelonggaran khusus untuk rumah atau properti yang dinilai berwawasan lingkungan. Uang muka untuk KPR kedua rumah tapak tipe 21-70 hanya sebesar lima persen dan tipe di atas 70 hanya sebesar 10 persen.
Kemudian untuk rumah susun/apartemen berwawasan lingkungan, uang muka untuk tipe di bawah 21 dan 21-70 hanya 5 persen dan tipe di atas 70 sebesar 10 persen.
Sedangkan untuk kendaraan bermotor, BI juga menurunkan uang muka untuk kredit kendaraan bermotor di kisaran 5-10 persen. Rinciannya, kendaraan bermotor roda dua menjadi 15 persen dari 20 persen, roda tiga atau lebih (non produktif) menjadi 15 persen dari 25 persen, dan roda tiga atau lebih (produktif) menjadi 10 persen dari 20 persen.
Baca juga: Kemenpupr Petakan Penyaluran KPR Bersubsidi
Baca juga: Kalsel Peringkat Ketiga Nasional Penyalur KPR Bersubsidi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019