Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan menggunakan kapur tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai untuk mendorong pertumbuhan awan dalam upaya menciptakan hujan buatan. terutama untuk menangani kebakaran hutan dan lahan.
"Kami akan tingkatkan upaya TMC (teknologi modifikasi cuaca), dengan upaya kapur tohor aktif sebagai bahan semai, disemai pagi hari untuk meningkatkan kualitas udara yang memudahkan pertumbuhan awan," kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.
Setelah awan baru muncul, maka akan dilanjutkan dengan penyemaian garam (NaCl) pada siang hingga sore hari sehingga dapat mendatangkan hujan buatan.
Menurut prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, dalam waktu sebulan ke depan, kondisi udara masih kering.
Oleh karena itu, BPPT akan terus berupaya melakukan peningkatan efektivitas TMC dengan menambahkan penggunaan upaya kapur tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai.
Baca juga: Gubernur Kalsel Ajukan Hujan Buatan Ke Pusat
Hammam mengatakan teknologi modifikasi cuaca untuk menciptakan hujan buatan harus dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan kabut asap di Riau dan sejumlah provinsi di Indonesia.
Menurut dia, kandungan air lahan gambut, baik berupa kelembapan gambut maupun tinggi muka air gambut, harus selalu terkendali, baik melalui sistem informasi, penyebaran sensor IOT, dan integrasi big data lahan gambut sehingga dapat menjaga agar gambut tetap basah.
Jika gambut kering, kata dia, rentan untuk terbakar, dan kebakaran itu harus dicegah.
Hammam menuturkan keterpaduan kegiatan pemantauan kandungan air lahan gambut, pembangunan bendung-bendung di area gambut, serta pengisian atau pembasahan air di lahan gambut, baik melalui cara-cara manual, seperti dengan pompa, maupun cara modifikasi cuaca harus dilakukan secara teratur.
Ia mengatakan usai Rapat Terbatas (Ratas) terkait Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau, Pekanbaru, Senin (16/9), Presiden Joko Widodo mengatakan pencegahan karhutla mutlak dilakukan karena kalau sudah kebakaran sangat sulit diatasi.
Oleh karena itu, diperlukan hujan buatan yang lebih besar karena harus mengatasi karhutla puluhan ribu hektare.
Baca juga: Kotabaru Perlu Modifikasi Hujan Buatan
Pelaksanaan teknologi modifikasi cuaca mampu menekan titik panas (hotspot). Namun, dengan adanya peningkatan eskalasi titik panas pada beberapa hari terakhir ini di Riau maka masih ada upaya bersama yang harus diperbaiki.
Untuk bisa melakukan peran penanganan karhutla dengan optimal, Hammam meminta agar BPPT diberikan penugasan nasional dan memiliki independensi melakukan operasi TMC yang berkelanjutan.
"Agar operasi TMC dapat dilakukan secara berkelanjutan, kami juga butuh didukung oleh anggaran, peralatan utama yakni pesawat, dan kesiapan sumber daya manusia, mulai dari perekayasa, peneliti, dan pelitkayasa," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Kami akan tingkatkan upaya TMC (teknologi modifikasi cuaca), dengan upaya kapur tohor aktif sebagai bahan semai, disemai pagi hari untuk meningkatkan kualitas udara yang memudahkan pertumbuhan awan," kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.
Setelah awan baru muncul, maka akan dilanjutkan dengan penyemaian garam (NaCl) pada siang hingga sore hari sehingga dapat mendatangkan hujan buatan.
Menurut prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, dalam waktu sebulan ke depan, kondisi udara masih kering.
Oleh karena itu, BPPT akan terus berupaya melakukan peningkatan efektivitas TMC dengan menambahkan penggunaan upaya kapur tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai.
Baca juga: Gubernur Kalsel Ajukan Hujan Buatan Ke Pusat
Hammam mengatakan teknologi modifikasi cuaca untuk menciptakan hujan buatan harus dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan kabut asap di Riau dan sejumlah provinsi di Indonesia.
Menurut dia, kandungan air lahan gambut, baik berupa kelembapan gambut maupun tinggi muka air gambut, harus selalu terkendali, baik melalui sistem informasi, penyebaran sensor IOT, dan integrasi big data lahan gambut sehingga dapat menjaga agar gambut tetap basah.
Jika gambut kering, kata dia, rentan untuk terbakar, dan kebakaran itu harus dicegah.
Hammam menuturkan keterpaduan kegiatan pemantauan kandungan air lahan gambut, pembangunan bendung-bendung di area gambut, serta pengisian atau pembasahan air di lahan gambut, baik melalui cara-cara manual, seperti dengan pompa, maupun cara modifikasi cuaca harus dilakukan secara teratur.
Ia mengatakan usai Rapat Terbatas (Ratas) terkait Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau, Pekanbaru, Senin (16/9), Presiden Joko Widodo mengatakan pencegahan karhutla mutlak dilakukan karena kalau sudah kebakaran sangat sulit diatasi.
Oleh karena itu, diperlukan hujan buatan yang lebih besar karena harus mengatasi karhutla puluhan ribu hektare.
Baca juga: Kotabaru Perlu Modifikasi Hujan Buatan
Pelaksanaan teknologi modifikasi cuaca mampu menekan titik panas (hotspot). Namun, dengan adanya peningkatan eskalasi titik panas pada beberapa hari terakhir ini di Riau maka masih ada upaya bersama yang harus diperbaiki.
Untuk bisa melakukan peran penanganan karhutla dengan optimal, Hammam meminta agar BPPT diberikan penugasan nasional dan memiliki independensi melakukan operasi TMC yang berkelanjutan.
"Agar operasi TMC dapat dilakukan secara berkelanjutan, kami juga butuh didukung oleh anggaran, peralatan utama yakni pesawat, dan kesiapan sumber daya manusia, mulai dari perekayasa, peneliti, dan pelitkayasa," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019