Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menginginkan kebijakan pemerintah dapat meningkatkan investasi sebagai salah satu apsek pentingnya menyukseskan pembangunan nasional sekaligus menahan defisit neraca berjalan.
"Upaya menekan CAD (current account defisit/defisit neraca berjalan) ini sangat penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia," kata Pingkan Audrine Kosijungan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Menurut Pingkan, meski hal itu bikan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk menarik hati para calon investor asing, namun harus diingat bahwa ketika mengalami defisit, negara memerlukan devisa tambahan untuk membiayai impor yang melebihi angka ekspor yang telah dicapai.
Untuk itu, ujar dia, kondusifnya situasi sosial dan politik di dalam negeri menjadi satu hal yang penting untuk terus dijaga untuk menjaga kepercayaan para investor dalam menanamkan modalnya.
Baca juga: Pemindahan ibu kota ke Kalimantan telan investasi Rp466 triliun
"Mengalami defisit pada neraca transaksi berjalan adalah hal yang lumrah. Bahkan negara yang tergolong maju seperti Inggris dan Amerika Serikat pun mengalami CAD pada kuartal pertama 2019 ini masing-masing di angka 30 miliar dolar AS dan 130,4 miliar dolar AS," ungkapnya.
Ia mengemukakan, jumlah tersebut masih lebih besar daripada Indonesia yang mengalami defisit sebesar 6,7 miliar dolar AS pada rentang waktu yang sama.
Sebelumnya, Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai upaya pendekatan pemerintah untuk mendorong ekspor nasional ke China dapat mengatasi persoalan neraca perdagangan yang masih mengalami defisit.
Heri mengatakan, upaya pendekatan ini harus dilakukan karena potensi pasar China saat ini sangat besar dan Indonesia masih mempunyai produk maupun komoditas ekspor unggulan.
"Sebenarnya masih bisa diupayakan berbagai strategi. Jadi yang namanya berdagang atau bekerja sama itu, dalam hal ini, kita konteksnya bersaing, jadi produknya yang bersaing," katanya.
Heri menambahkan, sebagai upaya untuk memulai, pemerintah dapat segera mengidentifikasi produk atau komoditas unggulan dari Indonesia yang bisa dioptimalkan produksinya untuk meningkatkan nilai ekspor nasional.
Baca juga: AP I gandeng BPKP cegah korupsi
Menurut dia, optimalisasi produksi tersebut dapat menekan nilai defisit neraca perdagangan dengan China yang telah meningkat hingga mencapai 18,4 miliar dolar AS pada 2018, dibandingkan realisasi pada 2017 sebesar 12,68 miliar dolar AS.
Untuk periode Januari-Juni 2019, ekspor Indonesia ke China juga terpantau turun dari periode sama tahun lalu, yaitu dari sebelumnya sebesar 11,13 miliar dolar AS menjadi 10,34 miliar dolar AS, dengan nilai impor Indonesia dari China justru meningkat dari 35,76 miliar dolar AS menjadi 45,53 miliar dolar AS.
"Artinya dengan perang dagang, China bisa mencari pasar alternatif selain ke Amerika Serikat. Mereka bisa ke Indonesia, India dan negara lainnya," ujarnya.
Baca juga: China berminat relokasi dua pabrikan mobil listrik ke Indonesia
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Upaya menekan CAD (current account defisit/defisit neraca berjalan) ini sangat penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia," kata Pingkan Audrine Kosijungan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Menurut Pingkan, meski hal itu bikan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk menarik hati para calon investor asing, namun harus diingat bahwa ketika mengalami defisit, negara memerlukan devisa tambahan untuk membiayai impor yang melebihi angka ekspor yang telah dicapai.
Untuk itu, ujar dia, kondusifnya situasi sosial dan politik di dalam negeri menjadi satu hal yang penting untuk terus dijaga untuk menjaga kepercayaan para investor dalam menanamkan modalnya.
Baca juga: Pemindahan ibu kota ke Kalimantan telan investasi Rp466 triliun
"Mengalami defisit pada neraca transaksi berjalan adalah hal yang lumrah. Bahkan negara yang tergolong maju seperti Inggris dan Amerika Serikat pun mengalami CAD pada kuartal pertama 2019 ini masing-masing di angka 30 miliar dolar AS dan 130,4 miliar dolar AS," ungkapnya.
Ia mengemukakan, jumlah tersebut masih lebih besar daripada Indonesia yang mengalami defisit sebesar 6,7 miliar dolar AS pada rentang waktu yang sama.
Sebelumnya, Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai upaya pendekatan pemerintah untuk mendorong ekspor nasional ke China dapat mengatasi persoalan neraca perdagangan yang masih mengalami defisit.
Heri mengatakan, upaya pendekatan ini harus dilakukan karena potensi pasar China saat ini sangat besar dan Indonesia masih mempunyai produk maupun komoditas ekspor unggulan.
"Sebenarnya masih bisa diupayakan berbagai strategi. Jadi yang namanya berdagang atau bekerja sama itu, dalam hal ini, kita konteksnya bersaing, jadi produknya yang bersaing," katanya.
Heri menambahkan, sebagai upaya untuk memulai, pemerintah dapat segera mengidentifikasi produk atau komoditas unggulan dari Indonesia yang bisa dioptimalkan produksinya untuk meningkatkan nilai ekspor nasional.
Baca juga: AP I gandeng BPKP cegah korupsi
Menurut dia, optimalisasi produksi tersebut dapat menekan nilai defisit neraca perdagangan dengan China yang telah meningkat hingga mencapai 18,4 miliar dolar AS pada 2018, dibandingkan realisasi pada 2017 sebesar 12,68 miliar dolar AS.
Untuk periode Januari-Juni 2019, ekspor Indonesia ke China juga terpantau turun dari periode sama tahun lalu, yaitu dari sebelumnya sebesar 11,13 miliar dolar AS menjadi 10,34 miliar dolar AS, dengan nilai impor Indonesia dari China justru meningkat dari 35,76 miliar dolar AS menjadi 45,53 miliar dolar AS.
"Artinya dengan perang dagang, China bisa mencari pasar alternatif selain ke Amerika Serikat. Mereka bisa ke Indonesia, India dan negara lainnya," ujarnya.
Baca juga: China berminat relokasi dua pabrikan mobil listrik ke Indonesia
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019