Dua orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya berinisial MRZ dan FR melaporkan dosen pembimbing proposalnya berinisial AS ke tim Investigasi Pelanggaran Kode Etik FH UPR, karena diduga telah melakukan pungutan liar (pungli) jutaan rupiah.
"Saya buat (laporan itu) secara sadar dan sehat. Saya merasa keberatan dengan pungli di kampus. Jadi saya bikin surat itu ke tim investigasi kode etik," kata Mahasiswa FH UPR berinisial FR saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Palangka Raya, Kamis.
Berdasarkan laporan yang dibuat FR, dosen berinisial AS pada 30 April 2019 meminta uang sebesar Rp2 juta di depan perpustakaan FH UPR. Namun, permintaan tersebut ditolak FR. AS pada tanggal 3 Mei 2019 kembali menanyakan perihal permintaan uang kepada FR, namun kembali ditolak.
Setelah FR beberapa kali menolak permintaan uang sebesar Rp2 juta itu, proses bimbingan proposal mulai terhambat karena AS mengulur-ulur waktu dan mengeluarkan pernyataan tidak ada waktu. Dengan keadaan terpaksa, FR meminta tolong dan memberikan uang Rp2 juta pada 10 Mei 2019 sekitar pukul 12.30 WIB di area Timezone Mega Town Square (Metos).
Baca juga: ULM menorehkan tinta emas luluskan doktor
"Uang sebesar Rp2 juta yang saya serahkan itu atas sepengetahuan orang tua saya di rumah," kata FR.
Selain FR, oknum dosen AS juga meminta uang kepada MRZ sebesar Rp5 juta. Permintaan uang Rp5 juta itu diiringi dengan pernyataan jika ingin dibantu dalam proses penyusunan proposal. MRZ pun meminta kepada orangtuanya uang sebesar Rp2 juta. Namun, karena tidak memiliki uang sebesar Rp5 juta, orangtua MRZ hanya mampu Rp2 juta.
Setelah berkomunikasi dengan AS, akhirnya disetujui uang permintaan dari Rp5 juta menjadi Rp2 juta. Uang sebesar Rp2 juta itu pun diserahkan kepada AS pada 5 April 2019 sekitar pukul 15.00 WIB di perpustakaan kampus FH UPR.
"Iya, (laporan kepada tim investigasi FH UPR) itu saya yang buat. (Nomor kontak AS) gak ada mas. Saya hapus nomornya," kata MRZ saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis.
Baca juga: Pertahankan status unggul untuk Prodi Akreditasi A
Dugaan pungli yang dilaporkan tersebut coba dikonfirmasi langsung kepada AS. Namun, nomor telepon AS tidak dapat dihubungi. Pesan singkat yang dikirim pun belum masuk. Dan, sampai berita ini ditayangkan, konfirmasi terus dilakukan kepada AS.
Sementara itu, Wakil Dekan I FH UPR Heriamariaty saat dihubungi melalui pesan singkat menyatakan bahwa permasalahan dugaan pungli tersebut sebaiknya langsung ditanyakan ke Dekan FH UPR Jhon Terson.
"Untuk memastikan kebenaran ada atau tidak adanya pungli di Fakultas Hukum UPR, maka terkait hal tersebut sudah ada surat resmi pelaporan kepada Dekan Fakultas Hukum UPR. Jadi kapasitas untuk menjawab tersebut silahkan konfirmasi ke Dekan saja ya," balas Heriamariaty melalui pesan singkat.
Baca juga: ULM segera buka enam Program Doktor baru
Dekan FH UPR Jhon Terson sudah coba dihubungi, namun belum bisa masuk karena panggilan masuk dibatasi. Pesan singkat yang dikirim ke Dekan FH UPR tersebut pun belum tahu apakah sudah diterima atau belum. Sampai berita ini ditayangkan, belum ada balasan melalui pesan singkat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Saya buat (laporan itu) secara sadar dan sehat. Saya merasa keberatan dengan pungli di kampus. Jadi saya bikin surat itu ke tim investigasi kode etik," kata Mahasiswa FH UPR berinisial FR saat dikonfirmasi melalui pesan singkat di Palangka Raya, Kamis.
Berdasarkan laporan yang dibuat FR, dosen berinisial AS pada 30 April 2019 meminta uang sebesar Rp2 juta di depan perpustakaan FH UPR. Namun, permintaan tersebut ditolak FR. AS pada tanggal 3 Mei 2019 kembali menanyakan perihal permintaan uang kepada FR, namun kembali ditolak.
Setelah FR beberapa kali menolak permintaan uang sebesar Rp2 juta itu, proses bimbingan proposal mulai terhambat karena AS mengulur-ulur waktu dan mengeluarkan pernyataan tidak ada waktu. Dengan keadaan terpaksa, FR meminta tolong dan memberikan uang Rp2 juta pada 10 Mei 2019 sekitar pukul 12.30 WIB di area Timezone Mega Town Square (Metos).
Baca juga: ULM menorehkan tinta emas luluskan doktor
"Uang sebesar Rp2 juta yang saya serahkan itu atas sepengetahuan orang tua saya di rumah," kata FR.
Selain FR, oknum dosen AS juga meminta uang kepada MRZ sebesar Rp5 juta. Permintaan uang Rp5 juta itu diiringi dengan pernyataan jika ingin dibantu dalam proses penyusunan proposal. MRZ pun meminta kepada orangtuanya uang sebesar Rp2 juta. Namun, karena tidak memiliki uang sebesar Rp5 juta, orangtua MRZ hanya mampu Rp2 juta.
Setelah berkomunikasi dengan AS, akhirnya disetujui uang permintaan dari Rp5 juta menjadi Rp2 juta. Uang sebesar Rp2 juta itu pun diserahkan kepada AS pada 5 April 2019 sekitar pukul 15.00 WIB di perpustakaan kampus FH UPR.
"Iya, (laporan kepada tim investigasi FH UPR) itu saya yang buat. (Nomor kontak AS) gak ada mas. Saya hapus nomornya," kata MRZ saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis.
Baca juga: Pertahankan status unggul untuk Prodi Akreditasi A
Dugaan pungli yang dilaporkan tersebut coba dikonfirmasi langsung kepada AS. Namun, nomor telepon AS tidak dapat dihubungi. Pesan singkat yang dikirim pun belum masuk. Dan, sampai berita ini ditayangkan, konfirmasi terus dilakukan kepada AS.
Sementara itu, Wakil Dekan I FH UPR Heriamariaty saat dihubungi melalui pesan singkat menyatakan bahwa permasalahan dugaan pungli tersebut sebaiknya langsung ditanyakan ke Dekan FH UPR Jhon Terson.
"Untuk memastikan kebenaran ada atau tidak adanya pungli di Fakultas Hukum UPR, maka terkait hal tersebut sudah ada surat resmi pelaporan kepada Dekan Fakultas Hukum UPR. Jadi kapasitas untuk menjawab tersebut silahkan konfirmasi ke Dekan saja ya," balas Heriamariaty melalui pesan singkat.
Baca juga: ULM segera buka enam Program Doktor baru
Dekan FH UPR Jhon Terson sudah coba dihubungi, namun belum bisa masuk karena panggilan masuk dibatasi. Pesan singkat yang dikirim ke Dekan FH UPR tersebut pun belum tahu apakah sudah diterima atau belum. Sampai berita ini ditayangkan, belum ada balasan melalui pesan singkat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019