Beberapa petani padi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan diduga keracunan pestisida usai menyemprot tanaman padi yang sedang diserang hama wereng.

Menurut beberapa petani di Barabai, Senin, salah seorang petani yang mengalami keracunan setelah menyemprot dengan pestisida adalah Syahdan yang pingsan setelah mengaku merasa pusing usai menyemprot padi miliknya yang kini diserang hawa wereng.

Hal serupa juga terjadi pada Iwan, yang diduga juga mengalami keracunan setelah menyemprot sawahnya dengan pestisida, sehingga dia harus dirawat di rumah hingga 15 hari.

Hal Berbeda dilakukan Raji, yang nekat melakukan penyemprotan dengan mencampur pestisida dengan larutan larutan pembunuh serangga, karena putus asa setelah beragam obat yang disemprotkan tidak mempan.

Sayangnya, upaya tersebut tidak membuahkan hasil justru orang yang melakukan penyemprotan terkena dampak kepanasan dan mengalami iritasi kulit akibat terkena pestisida yang dicampur dengan larutan pembunuh serangga itu .

"Terpaksa saya langsung bercebur ke sumur yang ada di sekitar sawah, karena kepanasan dan merasa perih terkena ramuan obat tersebut," katanya.

Menurut Raji, dia mendapapatkan informasi tentang racikan obat tersebut dari warga lainnya yang berhasil membasmi wereng dengan mencampur pestisida dengan larutan pembunuh serangga.

Sejak beberapa hari terakhir banyak petani di beberapa desa di Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai tengah antara lain Desa Banua Hanyar, Mahang Sungai Hanyar, Buluan dan Mahang Matang Landung disibukkan dengan serangan hama wereng yang mengancam lahan mereka.

Anggota Kelompok Tani Banua Hanyar Hairannor mengatakan, serangan wereng kini telah menghancurkan sebagian besar tanaman pada di sawahnya, yang kini daunnya telah menguning, sebagian lainnya justru telah mati dan batangnya roboh.

"Padahal saya sudah beberapa kali melakukan penyemprotan, namun tetap tidak membawa hasil dan kalah dengan serang wereng coklat," katanya.

Menurut dia, mengantisipasi serangan wereng terhadap padi siam lokal tersebut antara lain dengan melakukan beberapa kali penyemprotan dengan jenis obat seperti darmabas, chik, meksin, dan arwana.

Bahkan, agar padi tersebut bisa selamat, Hairannor juga mencampurkan obat-obatan dengan berbagai macam bahan seperti minyak angin, lotion antinyamuk dengan biaya hingga ratusan ribu rupiah.

"Namun tidak satupun usaha saya tersebut berhasil, justru padi banyak yang mati," katanya.

Petani lainnya, Aliman mengatakan dirinya memiliki luasan sembilan borongan sudah empat kali melakukan penyemprotan dengan biaya rata-rata Rp45 ribu untuk sekali penyemprotan, yang dilakukan pada sore hari.

"Saya berharap upaya tersebut bisa membuahkan hasil, sehingga daun padi yang kini mulai menguning akibat serangan wereng kembali menghijau," katanya.

Menurut dia, mengatasi serangan wereng tersebut, penyuluh pertanian dan pengawas hama telah turun ke lapangan, namun bantuan obat yang diberikan tidak sesuai dengan luasan lahan yang terkena hama wereng. "Jadi terpaksa kita berusaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan obatnya, sementara pengetahuan petani tentang penanggulangan hama masih minim," katanya.

Penyuluh Pertanian Desa Banua Hanyar, Banua Asam dan Hulu Rasau Fahriah menjelaskan, sejak awal pihaknya telah menganjurkan petani untuk menanamkan varietas unggul yang lebih tahan terhadap hama penyakit ketimbang bibit lokal yang rentan terserang hama.

"Masih sulit merubah paradigma masyarakat yang tidak terbiasa memakan beras dari bibit unggul dan mereka lebih memilih menanam siam, lakatan dan jenis lokal lainnya," katanya.

Selain itu, tambah dia, penyuluh juga kesulitan mengumpulkan petani untuk memberikan penyuluhan terkait penanganan hama yang aman.

Fahriah menyayangkan keberanian petani yang membuat resep sendiri obat pembasmi hama dengan zat berbahaya, yang dikhawatirkan justru berakibat fatal bagi petani maupun tanamanya.

"Padahal selama ini telah dibuktikan bahwa penggunaann varietas unggul lebih tahan hama penyakit dan produksinya juga lebih meningkat," katanya.

Pewarta:

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013