Melalui keterangan resmi Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI), secara umum, gejala ADHD pada anak, dapat mencakup kesulitan mengikuti instruksi, kehilangan barang, gelisah, dan kesulitan dalam menunggu giliran. Anak-anak dengan ADHD sering kali terlihat nakal di sekolah dan dapat mengalami kesulitan akademis.
Gangguan ini muncul pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 12 tahun, namun gejalanya dapat berlanjut hingga masa remaja bahkan dewasa. ADHD bukan hanya tentang "anak yang sulit diam" atau "tidak fokus," tetapi merupakan kondisi kompleks yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Berikut adalah beberapa faktor penyebab utama mengapa penyakit ADHD dapat terjadi pada anak yang perlu diperhatikan meliputi:
1. Faktor genetik atau riwayat keluarga
Penyebab utama mengapa anak mengalami ADHD adalah faktor genetik atau riwayat dari keluarga. Genetika memang menjadi salah satu penyebab utama berbagai jenis penyakit. Penelitian PAFI menunjukkan bahwa ADHD cenderung menurun dalam keluarga. Jika ada riwayat ADHD di keluarga, risiko anak untuk mengalami kondisi ini meningkat secara signifikan. Gen dari orang tua, baik dari ibu maupun ayah, diduga berperan penting dalam perkembangan ADHD pada anak.
2. Struktur dan fungsi otak
Ada beberapa perbedaan dalam struktur otak antara anak dengan ADHD dan mereka yang tidak mengalami kondisi ini. Studi menggunakan pemindaian otak, menunjukkan bahwa area tertentu di otak mungkin lebih kecil atau lebih besar pada individu dengan ADHD. Selain itu, ketidakseimbangan neurotransmitter di otak juga dapat berkontribusi terhadap gejala ADHD, di mana bahan kimia otak tersebut tidak berfungsi dengan optimal.
3. Paparan zat beracun selama kehamilan
Paparan terhadap bahan kimia berbahaya selama kehamilan dapat meningkatkan risiko ADHD pada anak. Misalnya, paparan timbal dan pestisida organofosfat selama masa kehamilan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko perkembangan ADHD. Ibu yang merokok atau mengonsumsi alkohol selama kehamilan juga memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan ADHD.
4. Kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah
Anak-anak yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan ADHD. Kelahiran yang terjadi sebelum usia kehamilan yang cukup dapat mempengaruhi perkembangan otak dan fungsi saraf anak.
5. Faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal anak juga berperan dalam perkembangan ADHD. Stres keluarga, kurangnya dukungan sosial, dan paparan terhadap polusi udara atau zat kimia berbahaya dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan ini. Lingkungan yang tidak mendukung dapat memperburuk gejala ADHD pada anak.
Apa saja obat yang tepat untuk mengobati penyakit ADHD pada anak?
PAFI telah melakukan penelitian lanjut mengenai gejala serta penyebab penyakit ADHD pada anak. Berikut adalah beberapa jenis obat yang umum digunakan untuk mengurangi gejala ADHD pada anak serta membantu mengelola kondisi tersebut meliputi:
1. Obat stimulan
Obat stimulan adalah lini pertama dalam pengobatan ADHD dan telah terbukti efektif dalam meningkatkan perhatian dan mengurangi hiperaktivitas serta impulsivitas. Apoteker akan merekomendasikan obat seperti methylphenidate. Obat ini dapat bekerja dengan menyeimbangkan kadar senyawa kimia di otak, seperti dopamin dan norepinefrin.
2. Obat non-stimulan
Jika anak tidak dapat mentoleransi obat stimulan atau jika ada risiko efek samping yang serius, apoteker mungkin akan meresepkan obat non-stimulan. Salah satunya adalah atomoxetine. Obat ini merupakan inhibitor reuptake norepinefrin selektif yang sering digunakan pada anak-anak yang memiliki gangguan kecemasan bersamaan dengan ADHD.
3. Obat antidepresan
Dalam beberapa kasus, antidepresan seperti amitriptyline juga dapat digunakan untuk mengatasi gejala ADHD, terutama jika ada komorbiditas seperti depresi atau kecemasan.