Ketua DPRD Kotabaru Kalimantan Selatan Alpidri Supian Noor, menyatakan, apabila Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral No.7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, dikhawatirkan akan menambah pengangguran.
"Dengan diberlakukanya Permen No.4/2012 dan Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana perusahaan tidak boleh lagi mengekspor batu bara dan ekspor hasil tambang harus memiliki nilai tambah bukan mineral," kata Alpidri Minggu.
Apabila kedua aturan tersebut diberlakukan dikhawatirkan banyak perusahaan tambang tutup, dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Bagaimana tidak, lanjut dia, apabila Undang-undang Minerba 4/2009 dan Permen 7/2012 benar-benar diberlakukan, maka akan banyak perusahaan tidak dapat menjual atau mengekspor hasil tambangnya dalam bentuk mineral mulai 2014.
Hasil tambang yang diekspor harus berbentuk setengah jadi. Bahkan, untuk undang-undang minerba kabarnya diberlakukan mulai pertengan 2012, dan ini membuat perusahaan kelabakan, karena tidak sempat membangun industri pengolahan untuk meningkatkan kualitas hasil tambang dalam waktu secepat ini.
Menurut kader Golkar silahkan pemerintah membatasi ekspor hasil tambang, tetapi bukan serta merta menutup. Jika itu yang dilakukan maka akan berdampak luas.
Karena selain akan meningkatkan angka pengangguran juga akan mempengaruhi kelancaran atau percepatan pembangunan di daerah.
"Hingga saat ini APBD Kotabaru masih mendalkan sumber pendapatan dari dana bagi hasil yang diperoleh dari pembagian royalti dan kewajiban yang lainnya dari perusahaan tambang di Kotabaru," paparnya.
Belum lagi dengan usaha kecil menengah, yang selama ini aktivitasnya secara tidak langsung tertopang oleh karyawan dan keberadaan perusahaan tambang.
Maka dengan tutupnya perusahaan tambang, mereka akan gulung tikar. Alpidri berharap, pemerintah punya solusi lain dalam menyikapi masalah tersebut.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru Kamirudin menjelaskan, produk hukum yang diterbitkan pemerintah semata-mata untuk melindungi atau pengamanan pencadangan batubara dalam negeri.
"Kita perlu mengatur dan membatasi ekspor batubara, khususnya untuk kalori rendah, karena kalori rendah banyak dibutuhkan untuk bahan bakar power plant listrik di Indonesia," terangnya.
Menurut Kamir, apabila ekspor batubara dibuka dengan bebas, dikhawatirkan suatu saat Indonesia beberapa tahun ke depan akan kehabisan bahan bakar batubara untuk pembangkit listrik.
"Karena deposit batubara di Indonesia sudah habis," ujarnya. Agar hal itu tidak terjadi, perlu saat ini adanya pembatasan ekspor. Seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain, seperti China, Amerika dan negara-negara yang lainnya.
Negara-negara tersebut, ujar Kamir, saat ini lebih suka membeli batubara dari negara tetangga seperti Indonesia. Sementara deposit batubara yang ada diperut bumi negaranya baru akan tambang 200 tahun ke depan, dimana ketika batubara di negara-negara tetangga sudah habis.
Selain mempengaruhi ekonomi, cara tersebut juga menjadikan negara penghasil batubara dimasa mendatang memiliki kekuatan yang dapat diperhitungkan oleh negara-negara berkembang.
"Jadi manfaatnya bukan saat ini, tetapi nanti anak cucu kita yang akan menikmatinya," papar Kamir.(Suli/A)