Jakarta (ANTARA) - Perum Bulog kembali menyalurkan bantuan pangan beras 10 kilogram yang akan menyasar 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di seluruh Indonesia, guna mengendalikan inflasi.
"Mulai 1 Agustus 2024, Perum Bulog kembali melaksanakan penugasan pemerintah menyalurkan bantuan pangan beras untuk 22 juta keluarga penerima manfaat atau penerima bantuan beras," kata Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.
Bayu menyebutkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat beras sebagai komponen pangan yang paling mempengaruhi garis kemiskinan.
Berdasarkan data yang dilansir di laman resmi BPS, jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 25,22 juta orang, menurun 0,68 juta orang terhadap Maret 2023 dan menurun 1,14 juta orang terhadap September 2022.
Oleh karena itu, lanjut Bayu, kenaikan harga beras sangat mempengaruhi kelompok masyarakat rentan, juga secara tidak langsung dapat menyebabkan meningkatnya inflasi.
"Menyadari hal tersebut, Perum Bulog kembali melaksanakan penugasan pemerintah menyalurkan bantuan pangan beras ini," ujar Bayu pada saat kunjungan kerja ke Yogyakarta dalam rangka pelaksanaan Bantuan Pangan di Desa Argomulyo, Kabupaten Bantul.
Menurut Bayu, dengan bantuan pangan yang disalurkan oleh pemerintah melalui Perum Bulog, akan meringankan beban ekonomi masyarakat yang masuk daftar rentan di seluruh Indonesia. Meski belum mencukupi kebutuhan secara menyeluruh.
"Mereka sudah tidak perlu sibuk lagi cari beras. Karena sudah disediakan 10 kg per dua bulan oleh pemerintah, mulai bulan Agustus ini," ujar Bayu.
Bantuan pangan sudah dimulai di provinsi-provinsi yang daerahnya telah melewati proses verifikasi dan validasi data penerima.
Saat ini terdapat sembilan provinsi yang data penerima telah terverifikasi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Maluku, DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah dan Riau. Provinsi-provinsi lainnya akan segera menyusul mendapatkan bantuan pangan dalam satu dua hari ke depan.
Selain itu, kata Bayu, BPS menyebutkan telah terjadi inflasi tahunan sebesar 2,84 persen pada Mei 2024 dan penyumbang utama inflasi terbesar adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau.
Mengacu data Mandiri Spending Index (MSI), lanjut Bayu pula, pada kalangan ekonomi kelas menengah pun, pengeluaran buat bahan makanan naik drastis dari 13,9 persen menjadi 27,4 persen dari total pengeluaran.
Hal ini tentunya menurunkan daya beli masyarakat pada hal lainnya, mempengaruhi inflasi serta pada akhirnya, dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Bayu menegaskan, sesuai visi transformasi Perum Bulog, pihaknya berkomitmen untuk terus berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
"Karenanya, bantuan pangan tidak hanya penting bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat berpendapatan rendah, tetapi juga akan berkontribusi pada pengendalian inflasi di tengah musim paceklik saat ini,” kata Bayu.
Pakar Pangan Indonesia Tito Pranolo menuturkan bahwa terdapat dua manfaat dari distribusi bantuan pangan beras oleh Perum Bulog. Manfaat pertama, stabilisasi harga beras.
"Tidak terjadi volatilitas tinggi pada harga beras, seiring dengan adanya bantuan pangan. Hal ini sesuai dengan hukum supply demand," kata Tito.
Kedua, kelompok masyarakat yang paling membutuhkan bisa mendapatkan akses pangan untuk mencukupi kebutuhan hariannya.
Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi) Bustanul Arifin menilai bahwa ketika bantuan pangan tiba tepat waktu, masyarakat dapat mengakses kebutuhan dasar mereka tanpa harus menghadapi ketidakpastian atau penundaan yang bisa mengganggu pola konsumsi.
"Dengan bantuan pangan yang konsisten, masyarakat dapat merencanakan konsumsi mereka dengan lebih baik," ujar Bustanul.
Baca juga: Bapanas: Penyaluran bantuan pangan di Bantul telah sesuai mekanisme
Baca juga: Airlangga: Belum ada pembahasan memperpanjang penyaluran bansos beras
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Ahmad Wijaya