"Kantor pusat kami di Gaza dihancurkan hingga tidak dapat dikenali. Lebih dari 560 pengungsi, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, terbunuh saat berlindung di bawah bendera PBB,” Antonia Marie De Meo, wakil komisaris jenderal UNRWA mengatakan pada pertemuan Dewan Keamanan PBB.
"Banyak dari sekolah kami dihancurkan dan tidak lagi dapat digunakan sebagai sekolah. Dalam dua pekan terakhir saja, delapan sekolah UNRWA, yang semuanya menjadi tempat penampungan pengungsi, telah diserang.
De Meo mengatakan, perempuan, anak-anak, jurnalis dan pekerja kemanusiaan semuanya terus membayar "harga yang sangat mahal".
“Tidak terkecuali UNRWA. 199 rekan kami kini telah terbunuh, sebagian besar bersama keluarga mereka,” katanya, seraya menegaskan kembali bahwa “tidak ada tempat yang aman di Gaza.”
Dengan mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.
Hampir 39.200 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 90.400 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel digugat melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militer di kota Rafah di selatan, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.
Baca juga: UNRWA: Anak-anak Gaza menanggung akibat terbesar agresi Israel
Baca juga: Indonesia kutuk upaya Israel labeli UNRWA sebagai "organisasi teroris"
Baca juga: RI komitmen tambah kontribusi untuk UNRWA sebesar 1,2 juta dolar AS
Sumber: Anadolu
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: M Razi Rahman