Menurut Syaiful di Barabai Kamis, kesepakatan tersebut berdasarkan perintah dari sekretaris daerah Hulu Sungai Tengah, sebagai upaya untuk menyelamatkan lahan pertanian bagi pemanfaatan sektor lainnya.
"Dinas pertanian, peternakan, perikanan serta kehutanan dan Perkebunan maupun Badan Pelaksana Penyuluhan diminta membuat kesepakatan bersama (MOU), yang isinya menerangkan bahwa satu meter pun lahan pertanian di HST tidak boleh dialihfungsikan baik untuk perkebunan maupun lainnya," katanya.
Penandatanganan tersebut, kata dia, wajib diketahui oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan ditandatangani di atas materai.
Kesepakatan tersebut, kata dia, penting karena satu meter lahan pertanian menjadi harga mati untuk HST, sehingga tidak boleh diganggu gugat.
Petani Hulu Sungai Tengah, kata dia, sudah lima tahun mengembangkan sektor pertanian dengan serius,dan hasilnya, HST yang sebelumnya minus produksi padi, sejak satu tahun terakhir, telah bisa menjadi surplus padi.
Produksi padi, tambah dia, kini jauh diatas kebutuhan masyarakat HST, dari sebelumnya 171 ribu ton pada tahun 2010, sekarang menjadi 222.000 di tahun 2014.
Sementara itu, kata dia, izin survei untuk perkebunan sawit yang dikeluarkan oleh Dishutbun, sebagai upaya pemerintah untuk memberikan alternatif atau pilihan kepada masyarakat untuk memanfaatkan lahan kering atau lahan tidur.
"Jadi izin survei yang kita berikan, bukan di lahan pertanian, namun di lahan tidur yang selama ini tidak difungsikan," katanya.
Namun, tambah dia, apabila masyarakat tidaka setuju, pemerintah tidak akan memaksakan kehendak, seluruh keputusan diserahkan dan dikembalikan kepada masyarakat.
"Saya harap masyarakat tidak mudah terpancing dan diprovokasi terhadap persoalan isu perkebunan sawit ini dan jangan terbawa suasana politik, pemerintah tentunya selalu memberikan yang terbaik untuk masyarakatnya," katanya.