Painan (ANTARA) - Kendati berstatus sebagai tenaga kesehatan sukarela tidak menyurutkan semangat Fenni (31) bersama kawan kawan lainnya tetap menjalankan tugas dengan sepenuh hati dan berdedikasi.
Perawat di Puskesmas Kambang, Kecamatan Lenggayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat itu sehari-hari beraktivitas di IGD dan ruang rawat.
Di puskesmas tersebut terdapat 22 tenaga kesehatan berstatus sukarela di ruang rawatan dan empat PNS, sementara di IGD jumlah tenaga kesehatan sukarela 10 orang, dan PNS tujuh orang.
Keberadaan Fenni dan kawan kawan tidak bisa dipandang sebelah mata karena peran dan tugasnya sama dan merupakan salah satu kunci dari hadirnya pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi warga.
Kendati jika dihitung dari sisi waktu dan pengabdian ditunaikan, tidak sebanding dengan apa yang mereka dapat tidak menyurutkan semangat Fenni untuk terus mengabdi.
"Gaji bulanan, ya, tidak ada," kata Fenni.
Menjadi tenaga kesehatan di matanya merupakan profesi mulia karena berhubungan dengan kesehatan manusia.
Bahkan di tengah pandemi COVID-19 saat ini, Fenni tidak hanya berisiko terpapar, namun juga selalu was-was ketika akan pulang ke rumah karena takut membawa virus yang menempel di baju, celana, jilbab dan lainnya kepada keluarga tercinta.
"Pasien itu terdiri dari berbagai latar belakang dan karakter, kadang ada yang jujur kadang sedikit jujur," katanya.
Pada beberapa kejadian, setelah pasien masuk UGD, dan menjalani perawatan di ruang rawatan beberapa hari, baru diketahui si pasien terinfeksi COVID-19 setelah dirujuk ke RSUD Dr M Zein Painan.
"Kalau di RSUD Dr M Zein kan setiap pasien yang masuk di tes antigen COVID-19, sehingga diketahui ternyata pasien yang kami rawat telah terinfeksi," katanya.
Kejadian itu tidak hanya sekali, meski telah diwanti-wanti agar pasien jujur, dan memperhatikan dengan seksama gejala-gejala yang timbul, namun tetap saja ada pasien COVID-19 yang terlanjur mereka rawat dengan perlengkapan seadanya.
"Kami menduga satu teman kami yang beberapa waktu lalu terpapar merupakan akibat dari hal itu. Alhamdulillah, setelah menjalani isolasi mandiri ia pun sembuh, dan sampai saat ini kami semua masih dilindungi Allah dari COVID-19," katanya.
Terkait dengan beban kerja Fenni dan kawan kawan memiliki i tanggungjawab yang hampir sama, mulai dari jam kerja per bulan, hingga SOP kerja harus sama-sama ditaati, termasuk jatah cuti lahiran, dan menikah, semuanya sama.
Mesti berstatus sukarela para tenaga kesehatan tetap ingin berkontribusi untuk mewujudkan kesehatan masyarakat. Apalagi sebelumnya telah mengikuti pendidikan di bidang keperawatan.
"Ilmu yang kami dapat dibangku kuliah untuk diabdikan, bukan untuk dibawa tidur," katanya sembari tersenyum .
Meski begitu ia juga tidak menyangkal, berbagai persoalan di dunia kerja tetap tidak bisa dihindari, mulai dari komplain pasien, gesekan antar teman kerja, dan lainnya.
"Kami berupaya untuk berpikir positif, buktinya diantara kami sudah ada yang mengabdi sembilan tahun, enam tahun, dan kami masih betah," ujarnya.
Sekadar menghibur diri, ia dan rekan-rekannya hanya menanti uang jasa pelayanan yang diterima sekali sebulan dengan besaran rata-rata Rp150 ribuan, dan sekali tiga bulan dengan nominal yang tidak jauh berbeda, tergantung jumlah pasien yang dirawat, dan lainnya.
"Jika uang sudah di tangan biasanya saya belikan untuk mainan anak-anak, atau mengajaknya jalan-jalan, melihat mereka bermain dengan riang rasa penat dan letih selama bekerja hilang seketika," kata dia.
Jaminan Ketenagakerjaan
Sebelumnya Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar telah menginstruksikan kepala perangkat daerah tidak hanya fokus menuntaskan berbagai target kerja yang dibebankan, namun juga memikirkan para pegawai yang berstatus tenaga sukarela, dan honorer didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Kita juga perlu memikirkan agar untuk mengikutsertakan mereka ke program BPJS Ketenagakerjaan," katanya.
Ia menyampaikan berbagai kemungkinan bisa saja terjadi kepada pekerja oleh karena itu dibutuhkan berbagai persiapan, salah satunya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
"Kendati ada iuran bulanan yang menjadi kewajiban, namun jika terjadi musibah maka status kepesertaan akan sangat membantu," ujarnya.
Kepala Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Unit Pesisir Selatan Zul Qifli, menjelaskan, peserta BPJS Ketenagakerjaan secara umum terdiri dari pekerja bukan penerima upah, dan penerima upah, kendati demikian tidak ada perbedaan dalam pelayanan terhadap mereka.
Masing-masing peserta bisa menikmati tiga program BPJS Ketenagakerjaan mulai dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.
Bagi pekerja bukan penerima upah khusus jaminan kematian mereka dibebankan iuran Rp6.800 per bulan, sementara jaminan kecelakaan kerja dibebankan iuran Rp10.000, dan jaminan hari tua Rp20.000.
Jaminan kecelakaan kerja akan memberikan peserta kompensasi dan rehabilitasi jika mengalami kecelakaan kerja baik pada saat berangkat, sesaat ataupun pulang bekerja.
Sementara jaminan kematian akan diberikan kepada ahli waris peserta, jika meninggal dunia namun bukan karena kecelakaan kerja yang mencakup santunan kematian Rp20 juta, santunan berkala dengan total Rp12 juta, biaya pemakaman Rp10 juta, dan beasiswa pendidikan kepada anaknya maksimal dua orang anak sebesar Rp1,5 juta per tahun untuk pendidikan TK/SD sederajat, Rp2 juta per tahun untuk pendidikan SMP sederajat, Rp3 juta per tahun untuk pendidikan SMA Sederajat, dan Rp 12 juta per tahun untuk pendidikan S1 dengan catatan yang bersangkutan sudah menjadi peserta aktif minimal tiga tahun.
Berikutnya Jaminan Hari Tua, dananya bisa diambil oleh peserta sekaligus saat memasuki masa pensiun, cacat total tetap, berhenti bekerja ataupun meninggal dunia.
Anggota DPRD Pesisir Selatan Novermal Yuska mendukung dan mengapresiasi instruksi bupati setempat terkait pentingnya perlindungan bagi pekerja.
Ia juga berharap agar seluruh pegawai non PNS tidak hanya diikutsertakan dalam program BPJS Ketenagakerjaan, namun juga BPJS kesehatan.
Sehingga, lanjutnya, ketika ada yang sakit ada pelayanan dari BPJS kesehatan, dan ketika ada yang mengalami kecelakaan kerja terdapat program BPJS Ketenagakerjaan yang menanggung semua biaya pengobatan, santunan kecacatan, hingga santunan meninggal dunia.
"Soal regulasi dan persiapan anggaran merupakan pekerjaan rumah kita bersama yakni eksekutif dan legislatif," katanya lagi.*