Jakarta, (Antaranews Kalsel) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini memang sudah berlebihan di bawah level fundamentalnya (under value) yang disebabkan faktor ekseternal dan juga internal.
"Kalau ditanya apakah pelemahannya sudah 'under value', memang iya. Mata uang kita melemahnya sebenarnya sudah berlebihan juga," ujar Mirza saat diskusi di Jakarta, Rabu.
Mirza menjelaskan, faktor eksternal yang membuat rupiah terdepresiasi yakni rencana kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika The Fed pada tahun ini.
Stimulus moneter sebesar 20 persen dari PDB Amerika atau 3,8 triliun dolar AS akan ditarik perlahan oleh bank sentarl dengan menaikkan suku bunga.
"Saat ini suku bunganya 0,25 persen. Dalam tiga tahun ke depan akan naik 2,5-3 persen, sementara itu suku bunga Eropa negatif, Jepang hanya nol koma sekian, China juga turun. AS ekonominya meningkat sendiri," kata Mirza.
Mirza menuturkan, jika pada 1998 rupiah melemah terhadap semua mata uang, saat ini dolar yang menguat terhadap hampir semua mata uang negara-negara di dunia.
Di samping akibat menguatnya ekonomi AS, pelemahan rupiah juga disebabkan faktor fundamental Indonesia sendiri di mana permintaan terhadap dolar AS melebihi suplai.
"Kita tahu kurs itu adalah supply and demand terhadap dolar, ekonomi kita ini sayangnya demand dolarnya lebih besar dari pada supply," ujar Mirza.
Berdasarkan kurs JISDOR Bank Indonesia, nilai tukar rupiah pada Rabu ini kembali menguat menjadi Rp13.164 per dolar AS, dibandingkan hari sebelumnya Rp13.209 per dolar AS./e