Makassar (ANTARA) - Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan menyatakan 10 pasien positif COVID-19 dinyatakan sembuh sehingga total pasien sembuh sebanyak 19 orang di Sulsel
"Mereka itu, 17 dari Makassar dan dua orang lainnya dari Kota Parepare," ungkap Kepala Dinas Keaehatan Sulsel, dr Ichsan Mustari melalui video konferensi dengan awak media di Makassar, Ahad.
Berdasarkan update data pasien terkait COVID-19 di Sulsel, Ahad pukul 20.00 wita, terdapat 2.166 ODP (Orang Dalam Pemantauan), 263 PDP (Pasien Dalam Pengawasan) dan positif COVID-19 bertambah dua orang sehingga total 82 orang.
Dari jumlah tersebut, juga terdapat 13 orang meninggal dengan status PDP dan tujuh lainnya berstatus positif COVID-19.
Baca juga: Dua orang pasien positif COVID-19 di Kaltim sembuh
"Angka sembuh ini pelan-pelan akan bertambah sesuai dengan waktu isolasi. Karena setelah isolasi 14 hari, dia akan mengikuti lab control dua kali sampai dinyatakan sembuh," katanya.
Ichsan mengemukakan terdapat prinsip baru mengenai virus corona baru ini, yakni bahwa dalam proses pencegahan penyebaran perlu masyarakat tahu bahwa virus tidak dapat bergerak tetapi manusia yang bergerak dan sangat berpeluang menyebarkan virus tersebut.
"Makanya kita imbau tidak banyak gerakan dan kontak agar tidak ada penyebaran lebih luas. Menjaga jarak fisik dan tidak berkerumun," katanya.
Pada kesempatan itu, ia juga mengingatkan agar masyarakat membiasakan penggunaan masker saat keluar rumah. Terkait ini juga telah diumumkan pihak Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa bisa menggunakan masker dari bahan kain.
Baca juga: Positif COVID-19 di Indonesia 2.273 kasus dan 164 sembuh
Masker bahan kain bisa menghindari percikan air liur dari setiap orang yang bisa saja teridentifikasi COVID-19 tanpa diketahui.
Ia sekaligus mengimbau kepada masyarakat agar penggunaan masker N95 sebagai masker standar pelayanan penyakit menular tidak perlu digunakan. Sebab sampai saat ini Sulsel bahkan dunia masih sangat kekurangan APD.
"Sebaiknya masker seperti N95 biarlah dipakai oleh tim gugus dan tim medis yang kontak langsung dengan pasien," katanya.
"Saya kira masyarakat tidak usah pakai. Sampai saat ini, di Indonesia bahkan dunia masih sangat terbatas Alat Pelindung Diri (APD). Supaya kita bisa menjamin mereka yang berada di garis depan," kata dr Ichsan.*